Lihat ke Halaman Asli

isni meisani

isni meisani

AKUAKULTUR DI TENGAH MASA PANDEMI COVID-19

Diperbarui: 26 Maret 2021   13:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

                                                                                                                                 credit : www.kkp.go.id

Bagaimana pandemi mempengaruhi perikanan dan system akuakultur ?  Pada tanggal 11 maret 2020, WHO menjadikan wabah COVID-19 sebagai pandemi dengan meningkatnya kasus yang dilaporkan di luar cina, dari Asia timur sampai eropa dan amerika utara. Pada paruh pertama tahun 2020, wabah ini memasuki seluruh dunia, termasuk negara Indonesia penghasil ikan serta pemasok ikan secara global. Sementara penangkapan ikan dan akuakultur serta distribusi produk dianggap sebagai aktivitas penting di sebagian besar negara, langkah yang dilakukan untuk mencegah penyebaran Covid 19 menyebabkan tantangan langsung dan tidak langsung yang signifikan pada sektor perikanan.

Sektor akuakultur sangat beragam, baik air tawar maupun laut. Akuakultur sangat mengandalkan tenaga kerja, pendapatan, pembiayaan dan pasar yang telah dan akan terus terhambat selama  COVID-19. Setelah fase awal lockdown dalam upaya untuk mencegah penyebaran virus, banyak negara telah mampu melanjutkan aktivitas mereka dan memungkinkan bisnis seperti pertanian akuakultur untuk melanjutkan produksi dengan menghormati serangkaian tindakan pencegahan. Di Indonesia akuakultur dianggap sebagai kegiatan yang sangat penting untuk menyumbang dalam pendapatan, ketahanan rumah tangga, perdagangan dan ketahanan pangan, maka diharapkan para petani akan terus melakukan budidaya terhadap ikan mereka. Namun, sektor ini mungkin akan berjuang untuk mempertahankan aktivitas atau mempertahankan siklus produksi yang telah direncakan, karena pasar, dan suplai produksi input (misalnya benih dan pakan) dihentikan atau secara signifikan dikurangi karena pembatasan dan perlambatan ekonomi saat pandemik Covid 19 ini. Menurut FAO dan CEPAL, di beberapa negeri lain, seperti Peru, industri peternakan udang mengandalkan lebih dari 70 persen pada persediaan biji (larva) dari luar, dan karena pembatasan biokeamanan, mereka mengalami banyak kesulitan mengimpor setidaknya jumlah minimum benih yang dibutuhkan untuk musim produksi berikutnya.

Pengurangan tenaga kerja mungkin juga meningkat, karena pembatasan biaya dalam jangka pendek dan juga karena minimnya keuangan atau kas yang dihadapi para petani, atau hambatan perjalanan bagi pekerja karena lockdown. Beberapa negara telah membebaskan sektor akuakultur dari langkah penutupan atau pedoman yang ditetapkan untuk mengatur gerak bebas para pekerja selama wabah Covid 19. Permintaan pasar rendah telah menjadi perhatian utama bagi sebagian besar pengusaha akuakultur di seluruh dunia karena hal ini berdampak negatif langsung pada jumlah penjualan dan harga per unit bahkan mengurangi pendapatan. Selama lockdown, para petani yang memasok pasar ikan hidup telah berjuang dengan meningkatnya stok ikan hidup yang belum dijual tetapi masih harus diberi makan untuk periode yang belum ditentukan. Keuangan mungkin menjadi tantangan lain karena biaya tambahan yang terjadi karena tidak adanya pendapatan, terutama jika klien akuakultur juga terpengaruh oleh krisis dan mereka menunda pembayaran. Beberapa spesies yang dibudidayakan untuk diekspor juga dilaporkan terkena dampak penutupan pasar-pasar internasional (misalnya cina, uni eropa). Salah satu emerging adaptasi yang diamati secara global telah mengembangkan penjualan ritel langsung melalui pemesanan internet atau layanan drive aquaculture. Adaptasi lainnya adalah mengolah dan membekukan ikan yang telah mencapai ukuran komersil, untuk menyimpannya dalam tempat penyimpanan yang dingin.

Sama halnya dengan keadaan di Indonesia. Masa pandemi Covid-19 memberikan tekanan yang sangat kuat terhadap kinerja ekonomi sub sektor akuakultur, terutama terhadap struktur ekonomi pembudidaya ikan. Dampak tersebut sangat dirasakan memasuki bulan April tahun 2020 sebagai akibat dari penutupan offline market (pasar ikan konvensional, hotel, restoran) berupa dampak dari lockdown yang menyebabkan rantai pasok terganggu. Namun demikian, mulai bulan Juli tahun 2020 kondisi ekonomi akuakultur mulai membaik. Ini ditunjukan dengan membaiknya nilai tukar penbudidaya ikan (NTPi) pada bulan Desember yang naik 0,58 poin yakni sebesar 101,24 dibanding bulan November.

Kebijakan adaptif terus didorong KKP terutama dalam upaya mengungkit angka NTPi dan nilai tambah ekonomi pembudidaya ikan. Fokus program yakni bagaimana meningkatkan efisiensi produksi dan menjamin rantai pasok berjalan optimal, sehingga ada perbaikan harga komoditas utama. Bentuk dukungan program antara lain berupa benih, calon induk, pakan mandiri, mesin pakan mandiri, budidaya bioflok dan juga minapadi, terbukti mampu mengembalikan perekonomian pembudidaya dan mendukung ekonomi nasional.

Akuakultur sebagai salah satu pendorong majunya ekonomi nasional di tengah pandemik. Oleh karenanya, KKP akan fokus melakukan optimalisasi pemanfaatan sumber daya perikanan budidaya secara berkelanjutan. Ada 2  kebijakan yang akan didorong, yakni : pertama, meningkatkan kontribusi sub sektor perikanan budidaya terhadap PDB Indonesia diantaranya melalui peningkatan kinerja ekspor produk perikanan budidaya; mendorong investasi; dan peningkatan nilai tambah ekonomi produksi. Kedua, perbaikan struktur ekonomi pembudidaya ikan dengan menjamin NTPi tetap positif, penguatan kapasitas usaha, dan peningkatan nilai tambah ekonomi.

Langkah konkrit yang akan didorong KKP yakni pengembangan sentral perikanan budidaya baik untuk komoditas unggulan ekspor maupun untuk konsumsi dalam negeri seperti udang, lobster, kakap putih, rumput laut, patin dan nila. Kinerja ekspor akan didorong dengan memperkuat daya saing dan perluasan akses pasar ekspor. Sertifikasi mutu produk dan sertifikasi proses produksi akan terus didorong untuk meningkatkan preferensi pasar ekspor. Disisi lain, pengembangan komoditas unggulan berbasis komoditas unggulan lokal dalam hal ini one village, one comodity seperti pembangunan kampung nila, kampung kakap putih, kampung lobster, kampung rumput laut dan kampung patin akan menjadi fokus dalam lima tahun mendatang. Konsep ini diharapkan akan menjadi model integrated aquaculture business yang secara langsung memberikan multiplier effect dan pergerakan ekonomi lokal.

Langkah lainnya yakni mendorong investasi baik melalui perbankan maupun non perbankan (crowdfunding). KKP juga akan mendorong agar ada intervensi kebijakan moneter yakni usulan penurunan suku bunga kredit, terutama bagi UMKM perikanan budidaya yakni dari 6% menjadi 3%. Dukungan langsung untuk meningkatkan efisiensi produksi seperti bantuan input produksi juga akan terus didorong. Langkah lainnya yakni melakukan reformasi perijinan yang efisien, iklim investasi yang kondusif, perlindungan kawasan, penguatan capacity building dan inovasi teknologi yang adaptif dan efisien, jaminan market serta kemudahan akses kebutuhan dasar bagi pembudidaya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline