Jakarta - Untuk kesekian kalinya, OC Kaligis menyurati Presiden Joko Widodo (Jokowi) atas perlakuan tidak adil yang menurutnya dilakukan oleh penguasa peradilan. Dalam suratnya yang ditulis dari Lapas Sukamiskin Bandung, Advokat senior ini menyatakan sudah 16 kali kali menyurati Mahkamah Agung (MA), namun sama sekali diabaikan.
Pria kelahiran Makassar ini berharap Presiden Jokowi dapat merespon suratnya kali ini dengan alamat dan perantaraan Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin.
"Mengapa harus dengan perantaraan Bapak Ngabalin?. Saya membaca di Media ketika gerakan BEM menjadi berita ramai, usul Pak Ngabalin adalah bila hendak memberi masukan positif ke Bapak Presiden, Pak Ngabalin punya kapasitas mengatur pertemuan antara perwakilan BEM dengan Bapak Presiden," ujar OC Kaligis, dalam suratnya, Kamis (15/7/2021).
"Harapan saya sebagai Warga Binaan tidak sejauh itu. Cukup surat saya mendapatkan perhatian Bapak Presiden. Mengapa saya mengharapkan demikian?. Karena sudah 16 kali saya bersurat ke Mahkamah Agung, baik itu kepada Bapak Ketua Mahkamah Agung maupun kepada Wakil Ketua Mahkamah Agung bidang Yudisial, nampaknya surat permohonan untuk mendapatkan keadilan atas diri saya sama sekali diabaikan oleh Mahkamah Agung," sambung penulis buku "KPK Bukan Malaikat" itu.
Ia pun menuturkan, 6 tahun silam, tepatnya 14 Juli 2015, dirinya ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di hotel Borobudur Jakarta. Ditangkap tanpa surat penggilan, tanpa BAP, tanpa barang bukti uang suap atau uang THR.
"OTT terjadi di Pengadilan TUN Medan, uang THR disita dari Advokat Gary. Seandainya fakta hukum ini diperlakukan sama ketika Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi, Saudara Jandjri M. Gaffar menerima suap dari Nazaruddin sebesar 120.000 dollar Singapura, dan setelah beberapa hari mengembalikan uang suap tersebut karena istrinya nangis-nangis agar uang dikembalikan, maka karena gratifikasi bukan suap," ungkapnya.
"Menurut Prof. Mahfud MD, maka tidak ada alasan untuk menjerat panitera dan advokat Gary, karena uang THR bukan uang suap. Apalagi diberikan setelah perkara kantor saya dikalahkan. Uang suap diberikan bukan untuk memenangkan perkara," tambahnya.
Ia pun mengungkap alasan dirinya memohon melalui Presiden atas perlakuan keadilan terhadap dirinya yang sampai saat diperjuangkan.
"Dalam putusan PK pertama halaman 317 butir 2 dan ke-3, bahwa berdasarkan fakta sangat jelas dan terang bahwa peran Moh. Yagari Guntur jauh lebih besar dan signifikan dalam hal terjadinya tindak pidana korupsi (suap) dibandingkan dengan saya yang sama sekali tidak ada hubungannya. Telah terjadi disparitas pemidanaan yang mencolok antara saya dan Gerry. Kenapa saya diperlakukan seperti itu? Ini yang saya pertanyakan dan perjuangan sampai detik ini, sampai-sampai remisi kemanusiaan saja tidak dihiraukan, " tutur OC Kaligis.
Ia berharap suratnya melalui Ali Mochtar Ngabalin bisa menjadi atensi Presiden Jokowi untuk dapat menggapai keadilan. Semua yang OTT pada 9 Juli 2015, terutama Advokat Garry telah lama bebas, karena hanya divonis 2 tahun. Begitu juga dengan Rio Capella yang satu paket dengan perkaranya hanya divonis lebih dari satu tahun.
"Fakta hukum ini adalah sekedar untuk menyampaikan betapa bencinya KPK terhadap diri saya, karena melalui buku-buku saya, sampai hari ini, saya masih membongkar oknum-oknum KPK yang diduga terlibat pidana. Saya seorang Pengacara yang tidak pernah merampok uang negara," tandasnya.