Lihat ke Halaman Asli

Dede Rahmaida Nurlaeli

Fresh Graduate Social welfare at Padjadjaran University

Menilik Perjalanan Hidup Si Raja Kertas

Diperbarui: 5 Desember 2021   19:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

www.tanotofoundation.org

Siapa yang tidak mengetahui Raja Kertas dan Kelapa Sawit Indonesia yang baru-baru ini disebutkan telah membeli proferti mewah bekas Raja Jerman. Beliau adalah Laki-laki yang terlahir dari sepasang perantau asal Putein, Provinsi Fujian di Tiongkok pada Tahun 1949 yang bernama asli Tan Kang Hoo atau kini dikenal dengan Sukanto Tonoto. 

Selain menjadi pendiri dan Chairman Royal Golden Eagle International (RGEI), serta seorang filantrofis terkemuka. Salah satunya Tonoto Foundation yang didirikan pada tahun 1981Kepiawaian Sukanto dalam bisnis tidak perlu diragukan lagi, dimulai dari mendapatkan kontrak dengan perusahaan minyak dan gas nasional Pertamina, cerdas melihat peluang ditengah krisis minyak pada tahun 1979 untuk mengembangkan usahanya, membangun pabrik kayu lapis sendiri di Indonesia, hingga berhasil membawa perusahannya menjadi salah satu perusahaan pulp dan kertas di Asia yang masuk ke bursa Efek New York.

Siapa sangka perjalannya menuju kesuksesan dalam dunia bisnis dan filantrofi. Sukanto kecil hingga remaja sering mengalami diskriminasi ras hingga pada tahun 1966 Sukanto berusia 17 tahun terpaksa berhenti sekolah karena rezim orde baru massa pemeritahan Soeharto sekolah Tiongkok ditutup. selain itu beban Sukanto semakin bertambah karena harus bekerja di pompa bensin sambil membantu menjual onderdil mobil. 

Namun Kondisi tersebut menjadi pecut untuk mengembangkan kemampuan diri walaupun ditengah keterbatasan yang dimiliki. dimulai dari belajar bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris secara otodidak dengan menerjemahkan majalah Tiongkok, membeli dan membaca buku-buku kuliah bekas yang mencakup bidang menajemen bisnis hingga sejarah dunia. 

Sebagaimana pepatah mengatakan bahwa usaha tidak akan menghianati hasil, di tahun 1980 Sukanto melanjutkan kembali pendidikannya di Indonesia Executive Management Program, Insead, Prancis tahun, Harvard business Schooll dan Wharton Fellows Program di Tahun 2001.

Hal yang menarik dari perjuangan bisnisnya, Sukanto menjungjung tinggi prinsip dan tanggung jawab sosial yaitu baik bagi iklim, berguna bagi masyarakat, berguna bagi konsumen, berguna bagi negara dan berguna bagi perusahaan. Sehingga menghantarkannya mendirikan yayasan Independen yang berfokus pada bidang pemerataan pendidikan yakni Tonoto Foundation.

NGO yang didirikan pada tahun 1981 memiliki visi bahwa pendidikan berkualitas mempercepat kesetaraan peluang, tentunya hal tersebut mendukung Tujuan Pembangunan berkelanjutan (SDGs). Semangat menyebarkan kebermanfaatan di bidang pendidikan dilandasi oleh dua prinsip yakni "semakin banyak kita memberi, semakin banyak yang kita dapatkan." "semangat memberi tidak dibatasi jumlah maupun waktu. 

Siapapun sebaiknya berbagai berapa pun besarnya.dan prinsip kedua adalah "Tularkan kebaikan". Sehingga dua prinsip tersebut menjadi bahan bakar bagi Tonoto foundation yang kini telah terwujud memberikan lebih dari sepuluh ribu beasiswa bagi anak kelompok marjinal dan mendanai ratusan sekolah dengan program yang fokus pada pendidikan, pengembanagan diri, pelathan keterampilan, dan riset medis, bahkan kebermanfaatan Tonoto Foundation sudah tersebar hingga Singapura dan Tiongkok.

#Challenge Bechmark Tokoh
#RK Bobana




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline