Oleh;
Indonesia termasuk dalam wilayah iklim tropis. Negara beriklim tropis umumnya mengalami dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau yang berlangsung secara bergantian setiap tahun. Musim hujan dapat didefinisikan sebagai kondisi meningkatnya curah hujan di suatu wilayah, yang disebabkan oleh bertiupnya angin muson barat. Sementara itu, musim kemarau adalah kondisi menurunnya curah hujan di suatu wilayah, akibat bertiupnya angin muson timur.
Oleh karena itu, Indonesia dikenal sebagai negara agraris. Sebutan ini bukan tanpa alasan, melainkan sangat berkaitan dengan iklim tropis yang dimiliki Indonesia. Iklim tropis memberikan banyak manfaat bagi sektor pertanian, antara lain: (1) curah hujan yang tinggi dan merata sepanjang tahun; (2) penyinaran matahari yang cukup untuk mendukung pertumbuhan tanaman; dan (3) suhu udara yang relatif stabil tanpa perbedaan ekstrem.
Karena hal ini banyak masyarakat yang dapat melihat serta memanfaatkan peluang tersebut, sehingga banyak yang bermatapencaharian sebagai petani.
Iklim merupakan salah satu faktor utama yang menentukan keberhasilan panen bagi seorang petani. Jika musim hujan dan musim kemarau terjadi secara seimbang, hasil panen cenderung melimpah. Hal ini tidak hanya membantu meningkatkan perekonomian masyarakat, tetapi juga memastikan kebutuhan pokok terpenuhi. Namun, apabila kondisi iklim tidak stabil, hal ini dapat menjadi kerugian besar, terutama bagi petani.
Mereka berharap modal yang telah dikeluarkan untuk merawat lahan pertanian dapat kembali dengan keuntungan yang memadai. Sayangnya, ketika iklim tidak menentu, harapan tersebut seringkali tidak tercapai.
Permasalahan ini dirasakan oleh para petani di wilayah ujung utara Kabupaten Mojokerto, tepatnya di Kecamatan Dawarblandong. Daerah ini dahulu dikenal sebagai kawasan yang sering mengalami kekeringan dan minim aliran air. Mayoritas penduduk Kecamatan Dawarblandong menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian, baik sebagai mata pencaharian utama maupun tambahan.
Namun, iklim dalam dua tahun terakhir sangat tidak menentu, ditandai dengan musim panas yang berkepanjangan dan curah hujan yang minim. Kondisi ini menjadi tantangan besar, terutama bagi petani cabai, karena keseimbangan antara musim hujan dan musim panas sangat penting untuk keberhasilan penanaman cabai.
Petani di daerah Dawarblandong sangat bergantung pada musim untuk bercocok tanam. Ketika musim tidak menentu seperti yang terjadi pada tahun 2023, mereka menghadapi kerugian yang cukup besar. Hal ini terutama dirasakan oleh para petani cabai rawit, mengingat Dawarblandong dikenal sebagai salah satu daerah penghasil dan pemasok utama cabai rawit.
Para petani dengan penuh dedikasi mempersiapkan dan merawat tanaman mereka, mulai dari tahap penyemaian benih hingga cabai tumbuh dan siap untuk dipanen. Namun, ketidakpastian musim menjadi tantangan yang berat dan seringkali berdampak buruk pada hasil panen. Seperti yang terjadi di tahun 2023.