Lihat ke Halaman Asli

Pak, Terima Kasih Nasihatnya (Bagian 2)

Diperbarui: 26 Juli 2021   12:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Setiap akhir pekan kami selalu mengadakan kegiatan belajar bersama. Aku, Fahmi, Agus, dan Fahri secara bergiliran menyediakan tempat untuk belajar bareng. Minggu ini mungkin ditempatku,  pekan depannya di tempat Agus, dan begitu seterusnya. Dalam kelompok kecil itu kami mendiskusikan soal-soal yang sekiranya sulit. Terkadang Fahmi juga menyampaikan tips dan trik yang diberikan guru bimbelnya kepada kami. Tentu yang seperti itu sangat menolong,terlebih bagiku yang hanya mengandalkan materi dari guru dan tidak ikut bimbel sama sekali.

Tak terasa,  tahun terakhirku di SMA sudah mencapai ujungnya. Sebelum kami melaksanakan ujian sekolah, kami berkeliling ke rumah wali kelas kami, baik wali kelas semasa kelas sepuluh, kelas sebelas, maupun kelas dua belas.

"Ayo sini masuk-masuk." Ucap bu Fatimah saat kami sampai dirumahnya. Beliau memang begitu, selalu tersenyum kepada siapapun dan dimanapun. Kami yang pernah menjadi muridnya selama kelas sepuluh pun sering 'dimanja'. Dimanja disini tentu bukan dalam hal akademik, tapi kami sering di traktir makan-makan oleh beliau. Bahkan pernah pada saat kami menyabet banyak juara dalam kegiatan classmeeting, Bu Fatimah menghadiahi kami dengan mengajak kami jalan-jalan ke Yogya, bis dan akomodasi lainnya beliau yang bayar.

"Ini ibu udah beliin bakso lho, masih anget." Ucapnya dengan hangat

"Wahh ibu, kami baru sampai udah banyak makanan saja. Jadi ngerepotin aja bu" Kata Jati.

"Alah, dulu ibu malah pernah ngeluarin biaya dari ini buat kalian kan, hehe"

Kami pun tertawa bersama. Memang benar sih, kalo soal berbagi uang kepada orang lain, Bu Fatimah orangnya memang tidak tanggung-tanggung. Kami  pun berbincang-bincang dengan Bu Fatimah, mulai dari mau kemana kami setelah lulus SMA nanti, ada yang nyoba kedinasan atau tidak, sampai kami memohon doa restu untuk ujian besok.

Selesai acara hari sudah gelap, ternyata sudah maghrib. Jumat sore itu memang sangat berkesan bagi kami. Tentu selain makan-makan baksonya, kalau mendekati perpisahan pasti juga ada acara maaf-maafan kan, itulah yang cukup berkesan bagiku, dan juga bagi yang lain. Senin depan adalah hari pertama kami melaksanakan ujian sekolah. Hari Sabtu dan Minggu kami sekelas berkeliling ke tempat wali kelas kami yang lain.

Hingga akhir rangkaian kegiatan kami ke tempat wali kelas kami, semua baik-baik saja. Namun Minggu sore hari itu tidak seperti biasanya. Saat aku pulang ke rumah, di persimpangan aku ditabrak oleh motor berkecepatan tinggi.

Beberapa saat aku pingsan. Saat tersadar aku merasakan ada sesuatu yang melekat di kaki kiriku. Orang-orang mengerubungiku. Saat kulihat ternyata kaki kiriku sudah penuh darah. 5 menit berselang polisi dari polsek terdekat datang, mereka membawaku kerumah sakit terdekat . Sesampainya disana aku langsung dibawa menuju instalasi gawat darurat. Ibuku pun datang untuk menanyakan kondisiku.

"Gimana Zar, mana aja yang sakit?" dengan wajah cemas ibu bertanya padaku. Dalam hati aku juga merasa nggak enak melihat wajah ibu yang mencemaskanku, itu karena selama  ini aku belum bisa memberikan prestasi yang membanggakan bagi ibuku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline