Lihat ke Halaman Asli

Mochammad Afisena

Mahasiswa Universitas Negeri Surabaya

Teori Sistem Keluarga

Diperbarui: 30 Juli 2024   21:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Teori sistem keluarga, yang dikembangkan oleh ahli seperti Bowen pada sekitar tahun 1970-an, bertumpu pada kemampuan individu untuk memisahkan fungsi intelektual dan emosional mereka. Konsep ini diterapkan dalam konteks keluarga untuk memahami bagaimana reaksi individu dapat memengaruhi dan diproyeksikan ke anggota keluarga lainnya. Berikut terdapat 8 konsep dalam teori sistem keluarga Bowen: 

1) Differentiation of Self (Perbedaan Diri)

Tingkat diferensiasi merujuk pada sejauh mana seseorang dapat berpikir dan bertindak untuk diri sendiri saat berurusan dengan masalah yang penuh emosi. Ketidakmampuan anggota keluarga untuk mandiri dan terus-menerus bergantung pada anggota lainnya menciptakan situasi yang tidak menguntungkan. Pada akhirnya, kematangan dan dorongan untuk mencapai potensi penuh diri ini yang membantu anggota tersebut mencapai perkembangan individu yang lebih baik. Seperti contoh dalam satu keluarga terdapat 2 anak perempuan yakni A dan B. A mempunyai pikiran sendiri dan lebih jelas tentang apa yang akan dilakukan dan tidak akan dilakukan. Sedangkan B, dia tidak bisa mengekspresikan dirinya secara benar sehingga dapat menyebabkan masalah dalam hubungan keluarga.

2) Triangulation (Triangulasi) 

Kondisi emosi dua anggota keluarga dapat dipengaruhi oleh reaksi anggota lain (pihak ketiga anggota keluarga) dalam menanggapi permasalahan. Kondisi ini dapat memiliki hasil yang negatif atau positif tergantung pada bagaimana anggotanya mengelola kecemasan dan reaktivitas. Bowen mengasumsikan bahwa jika salah satu anggota segitiga tetap tenang dan dalam kontak emosional dengan dua lainnya, sistem tersebut secara otomatis menjadi tenang dan sebaliknya. Seperti contoh 2 saudara kandung yang sedang bertengkar. Maka orang tua sebagai orang ketiga seharusnya menjadi penengah diantara pertengkaran mereka. Namun akan memperparah situasi jika orang tua tidak dapat netral atau tidak dapat mengontrol emosinya dengan baik saat menyelesaikan masalah tersebut. 

3) Nuclear Family Emotional Process ( Sistem Emosional Keluarga Inti)

Setiap keluarga inti memiliki beragam strategi untuk mengurangi ketegangan dan menjaga stabilitas emosi. Tingkat keseragaman rasa cemas dan potensi ketidakstabilan pada setiap anggota keluarga akan semakin tinggi jika konflik yang mendominasi keluarga semakin kuat. Seperti contoh adik dan kakak bertengkar maka salah satu dari keduanya semisal kakak harus mengelola emosinya dan mencari cara agar ketegangan mereda dan konflik dapat teratasi. 

4) Family Projection Process (Proses Proyeksi Keluarga) 

Emosi atau sifat akan mewarisi dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui proses turun-temurun. Orangtua akan mengalihkan emosi kepada anak mereka, yang kemudian akan eskipun pada pandangan awal pemutusan emosi mungkin tampak sebagai solusi untuk mengatasi masalah, sebenarnya bisa menyebabmeneruskannya kepada keturunan selanjutnya. Proses proyeksi terjadi dalam hubungan triangulasi antara ayah, ibu, dan anak.

5) Emotional Cutoff 

Pemutusan emosi adalah tindakan mengambil jarak dari keluarga untuk menghentikan ikatan emosional. Mkan timbulnya masalah baru. Seperti contoh ketika anak-anak mendapat terlalu banyak tekanan dalam keluarga, maka mungkin anak tersebut akan menjauh dengan melarikan diri dengan cara yang bermacam-macam. Anak mencari hubungan lain sebagai pengganti hubungan yang terputus. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline