Lihat ke Halaman Asli

Maninjau

Diperbarui: 18 Juni 2015   05:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

(Kristin dan Rudolof)

Di jalan berliku embun turun. Kelok demi kelok

memutarkan pandang, danau terhampar, riak

membalik kenangan. Khutbah panjang Hamka

kembali terdengar:

“Maninjau padilah masak,

batang kapeh batimba jalan

Hati risau dibao galak, bak paneh

manganduang hujan,”

Tanah agraris, padi menguningkan harapan

kapuk di kiri-kanan kukuhkan impian, tangis

tersuruk, merpati tak lagi punya janji..

Di kelok 44, terkadang danau di kiri dan terkadang

hadir di kanan: mata-mata biru, kulit-kulit kapilo

menuntaskan pandang ke arah senja

Di tanah ketinggian, Rumah Gadang ketirisan

Abdul Malik dan Fatimah berdiang di dapur

kalimat mengalir hilir-mudik: Sitti yang sembilan

bulan bertengkar dengan Nurdin tentang anak

di kandungan. Akhirnya bersepakat kalau Buyung

jadi Rudolof, bila si Upik dipanggil Kristin

Inilah musim itu, humste berseliweran, musik-musik

karaoke, malam hilangkan gambus: Abdul Malik

berpayung daun pisang, Fatimah bertelekung

mencari azan bergema, kukuhkan iman di dada!




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline