Berbicara mengenai dunia pendidikan tidak akan lepas dari peran seorang guru. Guru yang baik adalah guru yang mampu menciptakan pembelajaran yang aktif dan kolaboratif. Di era globalisasi saat ini, dunia pendidikan di Indonesia menghadapi berbagai tantangan dan peluang yang berkaitan dengan keragaman peserta didik. Keragaman ini mencakup perbedaan latar belakang sosial, budaya, ekonomi, dan kemampuan akademis pada peserta didik.
Setiap peserta didik memiliki keunikan yang dapat mempengaruhi cara mereka belajar. Oleh karena itu, sebagai pendidik penting untuk memahami bagaimana keragaman ini dapat menjadi tantangan sekaligus peluang dalam pemenuhan target kurikulum.
Salah satu tantangan terbesar dalam menghadapi keragaman peserta didik adalah kebutuhan untuk menciptakan lingkungan belajar yang inklusif. Menurut Dewantara dalam Wiryopranoto (2017:34), Pendidikan yang mengena kepada bangsa Timur adalah pendidikan yang humanis, kerakyatan, dan kebangsaan.
Hal itu berarti berarti bahwa setiap pendidik dapat menciptakan sistem pembelajaran yang humanis dan membangkitkan jiwa nasionalisme. Peserta didik memiliki potensi yang berbeda perlu diperhatikan dalam proses pembelajaran.
Oleh karena itu, pembelajaran berdiferensiasi sangat membantu menciptakan pembelajaran yang sesuai dengan keberagaman peserta didik. Purnawanto (2022) menyampaikan bahwa tujuan pembelajaran berdiferensiasi adalah untuk memaksimalkan potensi belajar setiap siswa dengan memberikan tantangan yang sesuai dan dukungan yang diperlukan dan untuk memenuhi kebutuhan belajar yang berbeda dari setiap siswa dalam kelas.
Dalam praktiknya, guru seringkali kesulitan untuk menyesuaikan metode pengajaran agar sesuai dengan kebutuhan semua peserta didik. Misalnya, peserta didik dengan latar belakang ekonomi yang berbeda mungkin memiliki akses yang tidak sama terhadap sumber belajar. Hal ini dapat menyebabkan kesenjangan dalam pencapaian akademis dan menghambat pemenuhan target kurikulum.
Selain itu, keragaman budaya dan bahasa juga menjadi faktor yang signifikan. Dalam konteks Indonesia yang kaya akan budaya, peserta didik dari daerah berbeda membawa tradisi dan bahasa mereka sendiri.
Nadhiroh & Ahmadi (2024) menyampaikan bahwa dalam pendidikan inklusif, nilai-nilai kearifan budaya menjadi pondasi penting dalam penerapan nilai-nilai ini tidak hanya menciptakan inklusivitas, tetapi juga mendukung kesetaraan dan pemahaman mendalam terhadap keragaman budaya peserta didik.
Ketika guru tidak mampu mengintegrasikan berbagai budaya ini ke dalam pembelajaran, peserta didik mungkin merasa terabaikan dan kehilangan motivasi untuk belajar. Namun, di balik tantangan tersebut, keragaman peserta didik juga menawarkan peluang yang besar. Misalnya, dengan keragaman, peserta didik dapat menjadi pendidik sebaya atau saling belajar melalui pengalaman antara satu sama lain.
Diskusi dan kolaborasi antar peserta didik dari latar belakang yang berbeda dapat memperkaya pengalaman belajar. Dengan mengedepankan kerjasama, peserta didik dapat mengembangkan keterampilan sosial yang penting untuk kehidupan mereka di masa depan.
Untuk memanfaatkan peluang yang ada, penting bagi pendidik untuk merancang kurikulum yang responsif terhadap keragaman. Kurikulum harus dapat disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik yang berbeda, termasuk pengenalan metode pembelajaran yang variatif.