Lihat ke Halaman Asli

Syarifah Padlun

UIN Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda

Mengurai Misteri Banjir Abadi di Kota Samarinda: Faktor dan Solusi

Diperbarui: 18 April 2024   01:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG


 Banjir yang didefinisikan sebagai luapan air dalam jumlah besar ke daratan yang kering1 merupakan permasalahan serius yang hingga saat ini belum bisa dihentikan di kota Samarinda. 

Banjir sudah menjadi langganan yang seakan-akan kedatangannya terkadang bahkan dapat diprediksi, seperti contoh setelah hujan deras, maka masyarakat akan secara otomatis memilih jalan-jalan yang aman dari banjir dikarenakan mengetahui akan adanya banjir. Bahkan terkadang, banjir dapat melumpuhkan banyak aktifitas di kota Samarinda. 

Sangat disayangkan karena hal ini bukanlah sesuatu yang biasa dan dinormalisasikan. Banjir memiliki banyak dampak negatif yang signifikan terhadap masyarakat dan lingkungan. 

Banjir dapat berdampak pada kerugian ekonomi seperti kerusakan properti dan gangguan pada usaha, menyebabkan kerusakan infrastruktur, berdampak pada Kesehatan dan penyebaran penyakit, lingkungan, pencemaraan air, erosi tanah, serta berdampak terhadap pendidikan yaitu terganggunya proses belajar dan mengajar. Banyak sekali dampak dan permasalahan yang timbul disebabkan oleh banjir. Berikut beberapa permasalahan yang diketahui dapat menjadi penyebab pada permasalahan banjir di kota samarinda ;

1. Menurut Peraturan Walikota Samarinda Nomor 6 tahun 2014, Kota Samarinda menjadi daerah yang rawan bencana banjir dikarenakan semakin pesatnya perkembangan Pembangunan yang menyebabkan berkurangnya ruang terbuka hijau sebagai daerah resapan serta kantung-kantung daerah rawan bencana semakin meningkat2. Ruang Terbuka Hijau seperti hutan hanya seluas 3,74% dari luas wilayah Kota Samarinda sedangkan, lahan terbangun mencapai 39,92% dari luas wilayah Kota Samarinda

2. Permasalahan banjir juga bisa terjadi akibat berlebihnya limpasan permukaan dan tidak tertampungnya limpasan tersebut dalam badan Sungai sehingga air meluap.
3. Faktor alam, seperti tingginya curah hujan, erosi tanah sehingga menyisakan batuan hingga tidak adanya resapan, topografi wilayah, pasang surut air Sungai Mahakam, dan lain-lain.
4. Faktor manusia, meningkatnya jumlah pertumbuhan penduduk diikuti kebutuhan lahan usaha dan infrastruktur kemudian disertai meningkatnya produksi sampah. Sehingga apabila tidak dikelola dengan baik akan berdampak pada penyumbatan saluran drainase dan penyumbatan aliran Sungai4.
5. Kurangnya kepedulian Masyarakat terhadap lingkungan dan ketidak ikut sertaan dalam menjaga lingkungan.
6. Sekitar 31% wilayah Kota Samarinda telah menjadi konsesi tambang. Sehingga pada saat hujan turun, air langsung mengalir ke pusat kota karena banyak tambang di kabupaten yang berbatasan dengan samarinda yang menyebabkan Samarinda kehilangan daya tamping lingkungan dan tidak dapat lagi menghadapi banjir.5
7. Tidak adanya penanganan jangka panjang pemerintah mengenai banjir
8. Penimbunan kawasan dataran rawa, dataran banjir dan Pembangunan kawasan
pemukiman, niaga dan perkantoran serta infrastruktur umum di kawasan tersebut.
9. Bendungan dan saluran air yang mengalami pendangkalan. Penutupan tanah dengan
semen, paving atau aspal, hingga tidak menyerap air.
10. Penghilangan vegetasi khususnya di daerah dimana daya serap air sangat kurang.

 Saluran drainase yang tidak memadai di Kota samarinda merupakan masalah terpenting yang harus utama di selesaikan. Curah hujan yang tinggi walaupun hanya beberapa saat juga dapat mengakibatkan banjir, dan yang utama terlihat di sisi-sisi jalan adalah saluran drainase yang lambat dalam mengalirkan air sehingga terjadi banjir naik ke jalan. Ditambah, kurangnya daerah resapan membuat peran saluran drainase kian penting. Wali kota Samarinda, Andi Harun berfokus pada permasalahan banjir dan melakukan pembangunan drainase untuk badan-badan jalan. Terbukti, simpang lembus yang apabila banjir kurang lebih 2 jam, sekarang hanya 30 menit saja.6 Adapun yang menjadi fokus penanganan drainase di Kota Samarinda antara lain :
• Simpang sempaja (PM. Noor, Wahid Hasyim, dan Sungai Sempaja
• Simpang Lembuswana
• Jalan Pasundan
• Jalan Pahlawan
• Jalan Dr. Sutomo
Adapun pekerjaan rata-rata proyek drainase telah mencapai 60% dari target yang
direncanakan pada tahun 2023.7

  Dari permasalahan serta dampak banjir yang telah diuraikan diatas, tentu alternatif kebijkan sangat diperlukan. Berikut uraian alternatif kebijakan yang dapat dilakukan dalam upaya mengurangi banjir di Kota Samarinda :

1. Peningkatan Infrastruktur Drainase
• Meningkatkan Infrastruktur drainase serta memperluas sistem drainase
kota Samarinda yang melibatkan perbaikan saluran, Pembangunan
saluran ekonomi, dan pembersihan secara rutin.
• Mengoptimalkan desain saluran yang dapat menampung volume air
hujan yang lebih besar dan mengalirkannya dengan efisien.
• Memperhatikan koordinasi antara saluran drainase serta Sungai-sungai
disekitarnya.
a. Berdasarkan aspek keuangan, proyek peningkatan drainase memerlukan
alokasi anggaran yang memadai untuk memperbaiki dan memperluas sistem drainase. Sumber pendanaan dapat berasal dari APBD, APBN, atau Kerjasama dengan sektor swasta. Penting untuk memastikan dana digunakan secara efisien dan transparan

. Berdasarkan aspek politis, hal ini berkaitan dengan kebijakan. Perlu adanya dukungan dan kebijakan dari pemerintah daerah dan pemerintah nasional untuk memprioritaskan infrastruktur drainase.
c. Dampak sosial peningkatan drainase akan mengurangi dampak banjir, meningkatkan Kesehatan, dan kenyamanan Masyarakat. Dampak ekonomi, infrastruktur drainase yang baik akan mendukung pertumbuhan ekonomi dan investasi. Dampak Lingkungan, proyek infrastruktur perlu memperhatikan dampak lingkungan seperti degradasi Sungai dan habitat alam.
d. Aspek kerugian, Daerah/kawasan sekitar proyek drainase akan sedikit mengganggu masyarakat karena penutupan jalan sementara.

2. Pengelolaan lahan dan penggunaan tanah yang bijaksana
• Perlu pemberlakuan peraturan yang ketat terkait penggunaan lahan,
terutama di daerah-daerah yang rawan terjadi banjir. Pembangunan
lahan di daerah resapan air perlu diperhatikan.
• Perlu perhatian dan menerapkan zonasi lahan untuk mengurangi risiko
banjir, menghindari Pembangunan di daerah aliran Sungai dan daerah
rawan banjir.
a. Berdasarkan aspek keuangan, proyek ini tentu memerlukan investasi dalam
infrastruktur seperti drainase, irigasi, dan jalan. Selain itu, biaya
pemeliharaan dan operasional infrastruktur juga harus diperhatikan.
b. Berdasarkan aspek politis, hal ini berkaitan dengan kebijakan. Perlu adanya dukungan dan kebijakan dari pemerintah serta partisipasi Masyarakat. Selain itu, penggunaan lahan dapat mengakibatkan konflik kepentingan. Penggunaan lahan seringkali melibatkan berbagai kepentingan, termasuk
politik. Disini, penyeimbangan kepentingan harus diperhatikan.
c. Aspek dampak dan kerugian, penggunaan lahan yang tidak tepat dapat meningkatkan risiko banjir dan longsor serta merusak ekosistem dan menggangu keseimbangan alam. Sehingga, pemerintah harus lebih
bijaksana terkait kebijakan yang dibuat.
d. Untuk mewujudkan efektifitas, penentuan penggunaan lahan harus didasarkan pada analisis yang kompherensif dan mempertimbangkan keberlanjutan serta pemantauan berkala.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline