Lihat ke Halaman Asli

B SALSABILAH

Mahasiswa

Melihat Struktur Kepemimpinan dalam Tradisi Mendem Ari-Ari dan Brokohan Diadat Jawa

Diperbarui: 29 Oktober 2022   22:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Penulis: Salsabilah

Dosen Pembimbing : Dr. Arif Raahman, M.Pd.

Hi sobat literasi pertama-tama kita akan membahas tentang brokohan bayi. Buat kamu yang berasal dari keturunan jawa asli kamu pasti sudah tidak asing lagi dengan acara tradisi yang satu ini. Pada dasarnya brokohan bayi merupakan tradisi asli dari orang jawa. Brokohan dilakukan ketika seorang bayi dari keturunan jawa lahir kedunia. Brokohan bayi dibuat dengan sengaja sebagai tujuan untuk menyambut sang jabang bayi tepat dihari kelahirannya, selain itu tradisi ini juga merupakan sebagai ungkapan rasa syukur oleh pihak keluarga besar atas keselamatan proses persalinan dan kesehatan jabang bayinya. Setelah diamati ternyata acara ini sudah ada sejak zaman Hindu dan Budha masuk keIndonesia namun dengan konsep dan cara yang sedikit berbeda. Kemudian setelah masuknya islam keIndonesia tepatnya kepulau Jawa, tradisi tersebut diubah konsepnya dan diberi nama oleh para wali menjadi "Brokohan" yang berasal dari bahasa arap dan memiliki arti sebagai berkah.

Acara brokohan pada bayi biasanya dipimpin oleh Dukun bayi ataupun sesepuh yang mampu membawakan doa atau dalam bahasa Jawa disebut sebagai ujub-ujub. Acara tersebut disaksikan oleh keluarga besar dari pihak ayah maupun ibu sang bayi dan juga beberapa tetangga terdekatnya. Perlengkapan yang harus disediakan saat melakukan prosesi acara ini terdiri dari:

  •  Jenang Sengkolo (jenang merah/abang dan jenang putih), yang mana dibuat sebagai ungkapan nyata sebuah doa, penyerahan diri kepada Sang Hyang Moho Dewo atau Tuhan. Yang dijadikan sebagai simbol bahwa setiap manusia berasal dari sari pati bumi melalui darah merah ibu dan darah putih dari ayah.
  • Ingkung (ayam kampung utuhyang dipanggang), disimbolkan sebagai sang bayi yang baru lahir.
  • Telur ayam kampung mentah (biasanya disediakan sebanyak neptu sang bayi) dan diartikan sebagai lambang sepasarannya sang bayi.
  • Dhawet Gula  Jawa (minuman cendol yang pada umumnya disajikan didalam periuk/kendi kecil) dan digunakan sebagai lambang kelancaraan usaha hidup dan kemanisan hidup sang bayi tersebut.
  • Bancakan (nasi putih yang dibuat menjadi tumpeng dengan dilengkapi lauk pauk dan sayur) yang dilambangkan sebagai harapan agar sang bayi suatu saat nanti bisa membagi kebahagiannya kepada semua orang-orang yang ia temui.

  • Jajanan pasar yaitu terdiri dari berbagai jenis jajanan yang berasal dari pasar dan dilambangkan seperti harapan kekayaan untuk sang bayi. upacara adat jawa kelahiran bayi

Setelah beberapa perlengkapan tersebut disediakan, maka sang pemimpin doa atau pemimpin ujub-ujub membuka acara tersebut dengan menyebutkan tujuan, harapan, dan doa yang akan dipanjatkan. Kemudian setelah selesai berdoa perlengkapan yang disajikan tersebut dibagi-bagikan keseluruh orang yang menyaksikan acaranya dan dilanjutkan dengan makan-makan bersama.

Kegiatan brokohan akan selalu berkaitan dengan kegiatan mendem ari-ari (mengubur plasenta bayi). Mendem atau mengubur ari-ari ini lebih baik dilakukan secepatnya, jangan sampai menunggu setelah sehari bayi lahir. Biasanya kegiatan ini juga dipimpin oleh dukun bayi ataupun sesepuh yang dihormati dan mampu serta mempunyai pengalaman dalam mengurus hal tersebut. Pertama-tama yang dilakukan oleh dukun bayi tersebut adalah menyiapkan ubarampe (perlengkapan) seperti kendi kecil yang akan digunakan sebagai tempat plasenta bayi, kain putih ataupun kain mori, bunga setaman, benang, jarum, pensil, kertas, duit logam, selembaran turutan mengaji, dan lain sebagainya. Pada dasarnya ubarampe tersebut bisa saja berbeda-beda tergantung berdasarkan tempat dan kondisi daerahnya.

Setelah ubarampe tersebut sudah lengkap, maka selanjutnya dukun bayi tersebut akan menyusunnya menjadi satu kedalam kendi kecuali bunga setaman dan dilanjutkan dengan menutup bagian atas kendinya. Kemudian dukun tersebut meminta sang ayah dari bayi untuk menggendong menyamping dengan batas pinggang memakai kain jarik ataupun kain panjang lainnya (ditemban) dan dibawa kearah tempat penguburan yang sudah disediakan dengan dipayungi. Yang mana sebelumnya sang ayah dari bayi tersebut diminta untuk menggali lubang yang digunakan untuk mengubur kendi, yang berisi plasenta tersebut. Lubang yang digali dianjurkan sedalam lengan atau kurang lebih 40 cm, dengan tujuan supaya tidak memunculkan bau dan tidak dibongkar oleh  binatang. Dalam kehidupan orang Jawa ari-ari tetap menjadi satu bagian yang tak terpisahkan. Plasenta atau ari-ari ini merupakan saudara atau adik dari sedulur papat limo pancer dari setiap orang.

Perlu diketahui bahwa yang berhak menguburkan ari-ari ini adalah ayah kandung ataupun kakek dan saudara laki-laki terdekat dengan sang bayi. Ketika sudah seperti itu namun tidak ada juga, maka saudara perempuan terdekat sang bayi juga berhak untuk menguburkannya. Namun alangkah baiknya,jika ritual ini dilakukan oleh sang ayah dari bayi. Sebelum mengubur plasenta disarankan untuk membaca sholawat sebanyak tiga kali dan membaca surah alfatihah sebanyak tiga kali juga. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline