Industri kuliner "zaman now" punya satu dalil yang amat penting. Dalil inovasi namanya, inovasi dan pengembangan variasi makanan adalah hal yang harus dilakukan untuk bertahan. Biasanya mengembangkan makanan makanan klasik dan tradisional, seperti singkong keju, pisang nugget, surabi coklat kacang, kue balok green tea, bakso mangkuk batok kelapa, dan sekarang bakpia kukus.
Bakpia adalah panganan khas, autentik, dan unik. Bakpia ternyata gak cuma Bakpia Pathuk saja, ada Bakpia "Pia" Semarang dan Bakpia Pangli Surabaya.
Bakpia adalah bukti nyata perkawinan budaya makanan antara makanan Cina dan Jawa. Dari kata "bakpia" saja kita bisa mengetahui, kata "ba" itu sendiri berarti daging babi. Seperti kata bakso, bapau, dan bacang, aslinya makanan makanan ini terbuat dari daging babi, tetapi sekarang sudah diadaptasi dengan kondisi masyarakat Nusantara maka diganti dengan daging atau nabati yang bisa dikonsumsi masyarakat Nusantara. Sedangkan pia berarti kue. Di Cina sendiri, bakpia adalah kue berisi daging babi, berukuran besar, yang ditimbang terlebih dahulu sebelum dibeli (A.P Sari, 2014).
Setelah migrasi besar dari Cina abad ke 18, terjadilah akulturasi budaya Cina dan lokal di Nusantara. Makanan adalah wujud paling nyata dari akulturasi tersebut dan dekat dengan kita setiap hari. Bakpia yang semula menggunakan daging babi, diadaptasi menggunakan kacang hijau dan kacang merah. Kwik Sun Kwok adalah seorang pengusaha Tionghoa pelopor pembuatan bakpia di Jawa pada tahun 1940 an, racikannya ini sangat digemari masyarakat Jawa. Racikannya kemudian dikembangkan di Kampung Pathuk, Yogyakarta, sehingga dikenal sebagai Bakpia Pathuk. Betapa kaya dan melimpahnya semua ini jika dieksplorasi!
Nilai sejarah dari bakpia sangat unik. Nilai sejarah dan budaya ini merupakan sebuah kekayaan dan bukti kelangsungan toleransi di Nusantara. Bakpia merupakan wujud nyata akulturasi budaya yang sudah ratusan tahun berlangsung, tetapi apakah nilai nilai ini perlu diingat?
Menurut saya, setiap produk memiliki pangsa pasarnya masing masing, ada konsumen yang menyukai produk autentik, ada pula konsumen yang menyukai produk baru dengan beragam pengembangannya. Pada mulanya, bakpia yang kita gemari tercipta dari inovasi. Dari ukuran besar yang berisi daging babi, menjadi ukuran kecil dengan isian kacang hijau. Inovasi dibutuhkan, tetapi nilai nilai sejarah - budaya yang terkandung pun harus dieksplorasi.
Tantangan baru untuk penggiat industri kuliner kreatif, bagaimana dengan kuliner tradisional yang autentik? Dengan semua kekayaan nilai budaya dan sejarahnya? Eksplorasi atau buang jauh jauh?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H