Mohon tunggu...
Amorsa
Amorsa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Kata-kata menjadi teman cerita

Perempuan yang ingin berkelana berburu cerita

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Penjual Tisu

6 Maret 2021   22:23 Diperbarui: 6 Maret 2021   22:57 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Suara merdu dari Surau.
Pertanda dia harus melangkah; beribu langkah, mencari nafkah.
Menapaki jalan beraspal, melewati rusun kumuh.

Jalanan masih lengang.
Dia jajakan tisu di dekat tempat penyeberangan.
Saat lampu merah hadir, dia tawarkan tisu-tisu.
Hanya dua ribu rupiah.

Mentari mulai menampakkan dirinya,
cahayanya jatuh dikeningnya; terlihat berkilau tetes keringat.
Kulit keriputnya, semakin terlihat.
Tetapi, senyumnya sungguh merekah,
tak pernah patah.

Mentari mulai ingin bersembunyi, karena waktu akan berganti.
Perlahan, semburat jingga mulai terlihat,
menemani jalan pulangnya.

Langkahnya mulai gontai,
karena lelah sudah mendera.
Dia rogoh saku celana, hanya sepuluh ribu rupiah yang ada.

Senyumnya tetap merekah.
"Cukup untuk makan esok hari," katanya.
Sembari mengeluarkan sehelai tisu,  menyeka wajah letihnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun