Sebagai seorang ulama, KH. Ma'ruf Amin senantiasa mengenakan sarung ketika berkegiatan dimana-mana. Ia pun bertekad tak akan menanggalkan pakaian yang menjadi ciri khasnya itu jika terpilih menjadi Wakil Presiden kelak.
Hampir di setiap kesempatan, Kiai Ma'ruf memang selalu bersarung. Kadang pakaian itu dikombinasikan dengan sabuk hitam, baju koko, atau kemeja putih. Kadang juga disesuaikan dengan jas, plus sebuah sorban yang melingkar di leher. Tak lupa, peci hitam atau peci putih selalu berada di kepala.
Penampilan Kiai Ma'ruf ini adalah tipikal busana seorang ulama di Indonesia, khususnya dari kalangan Nahdlatul Ulama (NU). Tak dipungkiri, Kiai Ma'ruf adalah seorang ulama sepuh NU. Ia adalah mantan Rais 'Aam PBNU, sebuah posisi puncak pada ormas Islam terbesar di Indonesia itu.
Ketika dirinya kini terpilih menjadi cawapres Joko Widodo, Kiai Ma'ruf tak berniat sedikit pun mengubah penampilannya tersebut. Bahkan gaya berbusananya itu akan tetap dibawanya ketika dia terpilih nanti menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia. Kiai Ma'ruf mengaku ingin menjadi Wapres pertama yang mengenakan sarung ketika di Istana.
Dalam berbagai forum internasional pun, Kiai Ma'ruf juga tak mengubah penampilannya. Selama itu masih diperbolehkan, dia akan tetap mengenak sarung dan peci.
Seperti saat beliau memberikan kuliah umum di S. Rajaratnam School of International Studies (RSIS) Nanyang Technological University (NTU) Singapura lalu pada pertengahan Oktober lalu.
Begitupun saat bertemu PM Singapura Lee Hsien Loong, di Istana Singapura. Juga sebelumnya saat bertemu dengan PM Malaysia Mahathir Mohamad pada 8 September.
Pilihan busana Kiai Ma'ruf dalam beberapa momen internasional itu bukan tanpa alasan, begitu juga saat 'masuk Istana' nanti. Mengingat busana adalah identitas kultural yang melekat dari diri seseorang.
Bagi warga NU sendiri, sarung dan peci adalah identitas penting. Dianggap sebagai simbol seorang santri dan ulama. Simbol ukhuwan Islamiyah.
Di sisi lain, sarung adalah jenis pakaian yang paling banyak digunakan oleh rakyat Indonesia. Kain yang dijahit melingkar ini digunakan rakyat dalam berbagai aktivitas, mulai beribadah, hingga aktivitas sehari-hari.
Sarung juga menjadi simbol persatuan semua golongan di masyarakat. Hal itu terlihat dari pengguna sarung yang tak memandang status sosial, dari pejabat hingga rakyat semuanya pasti memiliki sarung.