Mohon tunggu...
Amnan Alfasya IM
Amnan Alfasya IM Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Ilmu Komunikasi UNISSULA

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Matinya Socrates, Ia Mati Berkali-Kali dari Lagi dan Lagi

10 Maret 2024   00:10 Diperbarui: 10 Maret 2024   00:25 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Matinya Socrates, ia mati berkali-kali dari lagi dan lagi.

Satu-satunya yang aku ketahui adalah, aku tidak tahu apa-apa. Itu ucapan Socrates yang fenomenal. Seorang tokoh yang menjadi simbol mempertahankan kebenaran yang diyakini, bahwa mati adalah satu konsekuensi.

Diceritakan Socrates sebagai orang yang mempertanyakan segala hal, kepada siapapun bahkan ia menantang argumentasi status quo kekuasaan dan etika formil yang menurutnya kolot. Saat ia bertanya segala hal, berpikir segala hal mempertanyakan dan penasaran tentang segala eksistensi dalam kehidupan, ia menjadi musuh seketika.

Menurut kekuasaan pada zaman Athena saat itu ia dianggap meracuni isi kepala kaum muda untuk durhaka terhadap nilai dan tradisi yang berlaku, bahkan ia mempertanyakan alasan logis mengapa manusia menyembah dewa-dewa Yunani pada saat itu, mendasar dan radikal.

Akhirnya terjadi polemik di Athena, hingga akhirnya Socrates disidang oleh pengadilan, kemudian ia diberikan dua pilihan yaitu pergi dari Athena sebagai orang terusir atau mati dengan kemauan sendiri. Dan mati adalah yang ia pilih.

Sebenarnya Socrates dengan sangat mudah memilih yang pertama untuk menyelamatkan diri dari maut, sebagai orang terusir. Namun Socrates memilih ia mati untuk mempertahankan nilai yang ia "anggap" benar.

Matinya Socrates adalah tragedi dalam sejarah umat manusia. Bahwa menjadi diri sendiri adalah ancaman, topeng kesebagaian adalah jalan keselamatan. Kemerdekaan berpikir harus dibunuh sebagaimana Firaun yang membabi-buta membunuh bayi laki-laki yang berpotensi menjadi Musa sang libertador. Dan sejarah perjalanan manusia ribuan tahun lamanya, memberi data dan fakta, Socrates telah terbunuh berkali-kali, dari lagi ke lagi, dari zaman ke zaman dari waktu ke waktu.

Apakah zaman yang katanya modern dan canggih ini, masih terus membunuh Socrates untuk kesekian kalinya? Bangsa dan Negara yang kuat dan maju membiarkan Socrates berpikir bebas dan merdeka dengan segala kontroversinya, negara yang stagnan seluruh kebijakan adalah upaya mempertahankan status quo dengan membunuh Socrates.

Kita berada di pihak yang mana? Jika tidak, ya tidak apa-apa juga. Hidup memang tak selalu harus seserius itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun