Di dalam Joyfull Learning, kebahagiaan bukan sekadar tertawa dan bermain; ini tentang kepuasan yang dirasakan ketika mereka benar-benar memahami sesuatu. Itulah mengapa dari dulu hingga sekarang saya tidak begitu suka ice breaking yang banyak menyita waktu dan jauh dari kaitan dengan pembelajaran. Ingat, bukan tidak sepakat, ya. Ice breaking cukup sederhana saja jika memang tidak ada kaitannya dengan pembelajaran. Beda jika ice breaking itu sekaligus apersepsi atau langkah awal perjalanan lebih jauh terhadap pembelajaran. Kawan guru, Mari kita lebih fokus, saat murid merasa bahwa mereka menguasai pelajaran, bahwa mereka mampu mengatasi tantangan yang diberikan, ada rasa bangga dan bahagia yang muncul. Guru yang menerapkan Joyfull Learning tahu bagaimana menciptakan momen-momen kecil yang membuat murid tersenyum ketika berhasil menemukan jawaban atau saat memahami konsep baru. Ini bukan bahwa memberikan pengalaman belajar yang selalu mudah dan membuat nyaman, ya.  Guru menghadirkan tantangan, tetapi sekaligus memfasilitasi peserta didik untuk memahamai alur tantangan tersebut sehingga mereka merasakan petualangan yang menyenangkan dalam setiap proses belajarnya.
Tiga bagian tersebut sebagai pilar pendekatan Deep Learning. Mereka adalah gambaran tentang bagaimana pendidikan bisa menjadi proses yang kaya dan bermakna. Pembelajaran yang tidak sekadar menghasilkan murid cerdas secara kognitif, tetapi juga bijak secara emosional, kreatif dalam berpikir, dan bahagia dalam belajar. Artinya, apapun kurikulumnya, Deep Learning tetap sangat layak diterapkan, termasuk jika sekarang kita masih menggunakan Kurikulum Merdeka. Kurikulum Merdeka tidak sekadar kerangka, melainkan wadah yang memungkinkan Deep Learning hidup, bernafas, dan menginspirasi setiap murid untuk menjadi versi terbaik dari diri mereka.
Saatnya kita, sebagai guru, saya lebih suka menyebut pendidik, memahami Deep Learning. Jauh lebih penting lagi, tidak sekadar paham, tetapi berupaya menerapkan dalam ruang kelas kita. Langkah kecil jauh lebih berdampak, daripada sibuk berharap mengganti kurikulum, lalu terseok seok belajar lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H