Mohon tunggu...
Suparmin
Suparmin Mohon Tunggu... Guru - Seorang Pendidik Tingkat SMA di Kabupaten Gowa, Sulsel

Tebarkanlah kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hardiknas Itu, Malu...

3 Mei 2020   09:09 Diperbarui: 3 Mei 2020   09:17 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Kantor Bahasa Jambi

Hardiknas itu tangis. Tangis merenungkan frasa Ki Hadjar Dewantara, sejak sistem presidensial, yang hingga kini masih jauh panggang dari api. Tangis belum mampu menjadi teladan yang baik. Tangis tidak bisa mengayomi sesuai harapan.

Hardiknas itu rugi. Rugi ketika hanya bisa berucap selamat hari pendidikan sementara selalu meninggalkan jam mengajar di ruang-ruang kelas. Rugi ketika peserta didik dan pendidik lebih suka bermain gawai daripada membaca dan berkarya.

Hardiknas itu rindu. Rindu kepada peserta didik, rindu kepada ruang ruang kelas. Rindu pada aneka ragam karakter yang selalu dihadapi setiap hari. Rindu proses pembelajaran yang terus berproses.

Hardiknas itu takut. Takut membayangkan masa depan pendidikan kita tanpa perencanaan yang lebih baik dari semua pihak berwenang. Takut jika sebagian peserta didik merasa lebih hebat dari gurunya. Takut jika sebagian pendidik merasa sebagai manusia setengah dewa.

Hardiknas itu picik. Picik jika para pendidik dan pejabat pendidikan hanya asyik memikirkan diri sendiri.

Hardiknas itu egois. Egois ketika kita kita hanya mau bergerak sendiri, tanpa ingin berkolaborasi dengan sesama pendidik.

Hardiknas itu sedih. Sedih ketika menyaksikan peserta didik tawuran di jalan raya sambil menggunakan seragam sekolah. Sedih ketika menyaksikan peserta didik berkerumun di pinggir jalan raya pada jam-jam pelajaran. Sedih melihat tontonan peserta didik SD merokok sambil minum minuman keras. Sedih membaca berita adegan porno yang diperankan oleh usia SMP.

Hardiknas itu marah. Marah ketika pendidik PNS dan honorer saling menyalahkan dan mencemburui tentang tugas dan gaji masing-masing

Hardiknas itu sakit. Sakit ketika menyaksikan peserta didik menikam gurunya sendiri. Sakit ketika menyaksikan pendidik menampar dan memukul peserta didiknya. Sakit ketika menyaksikan orang tua peserta didik memukul lalu melaporkan pendidik ke pihak kepolisian. Sakit ketika menyaksikan beberapa peserta didik tewas dalam sebuah kegiatan pembentukan karakter. Sakit ketika menyaksikan nilai- nilai laporan hasil belajar berbanding terbalik dengan sikap dan perilaku dalam kehidupan bermasyarakat.

Hardiknas itu lari. Lari dari ketertinggalan dan mengejar kemajuan. Lari mengejar kemajuan dalam bidang teknologi. Mengejar kemajuan pembelajaran daring. Mengejar kemajuan menghasilkan model dan metode pembelajaran yang baik.

Hardiknas itu virus. Virus yang mengalahkan keganasan Covid-19 ketika membiarkan peserta didik menikmati libur panjang dalam kebosanan tanpa aktivitas pembelajaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun