Kemarin, 2 Mei 2020, kembali kita memperingati hari Pendidikan Nasional. Peringatan dilaksanakan tidak seperti biasanya. Bahkan jauh dari biasanya.Â
Jika biasanya dilaksanakan di lapangan upacara dengan pidato seragam dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, kali ini hari yang bertepatan dengan tanggal kelahiran Menteri Pengajaran pertama Republik Indonesia hanya diperingati di rumah masing-masing.Â
Daerah saya, Sulawesi Selatan, memperingatinya dengan melakukan konferensi secara daring. Para peserta diharapkan berpakaian batik, sambil mendengarkan sambutan dan penyampaian materi dari dinas pendidikan.Â
Seremoni peringatan  yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya. Di laman media sosial masing-masing, khususnya pendidik, tidak kita temukan satu pun foto memperingati pendidikan dengan kebiasaan berpakaian adat atau berbagai macam kegiatan seru lainnya. Paling tidak yang ada hanya unggahan peringatan tahun sebelumnya.Â
Betul-betul peringatan yang berbeda. Kali ini saya memaknai hari pendidikan nasional dengan beberapa kata negatif bermakna positif. Tulisan ini terinspirasi dari kiriman pesan pendidikan melalui grup Whatapp salah seorang sahabat pendidik tingkat SMA di Kabupaten Soppeng, H. Rifai. Yuk, menyimak.
Hardiknas itu...
Hardiknas itu malu. Malu jika tidak mampu berbuat yang terbaik dalam bidang pendidikan untuk bangsa ini. Malu jika terus menjiplak perangkat pembelajaran. Malu jika terus mendongkrak nilai peserta didik. Malu jika hanya menyuruh peserta didik mencatat. Malu jika peserta didik hanya mampu menghafal materi dan tidak memiliki kemampuan menganalisis.
Hardiknas itu benci. Benci kepada pihak-pihak yang terus saling mengumpat dan saling menyalahkan dalam mengelola pendidikan di negeri kita. Benci jika semua merasa pintar dalam tataran teori lalu kolaps pada praktik nyata.
Hardiknas itu muram. Muram ketika menyaksikan hal hal negatif yang terjadi dalam dunia pendidikan, lalu tidak bisa mengambil langkah untuk memperbaikinya. Muran menyaksikan laporan-laporan peserta didik dan orang tua yang stres belajar dari rumah.
Hardiknas itu luka. Luka menyaksikan kesenjangan pendidikan dari Sabang hingga Merauke. Dari Aceh hingga Papua. Luka menyaksikan pembelajaran daring hanya bisa terlaksana di daerah tertentu saja.