Mohon tunggu...
Ammi Faisol
Ammi Faisol Mohon Tunggu... Mahasiswa - stai al anwar

mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penerapan Sila Kedua dalam Penyelesaian Konflik Antara Suku Madura dan Dayak

6 November 2024   00:31 Diperbarui: 6 November 2024   00:40 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

  •  
  • Nama: Faisol
  • STAI AL-ANWAR SARANG REMBANG

  • Pendahuluan 

Indonesia adalah negara dengan keragaman etnis, agama, dan budaya yang luas. Keberagaman ini menjadi bagian penting dari identitas bangsa, namun juga sering kali menjadi sumber ketegangan sosial. Dua peristiwa tragis yang mencerminkan ketegangan antar kelompok etnis di Indonesia adalah Tragedi Sampit (2001) dan kerusuhan di Madura. Kedua peristiwa ini, yang melibatkan konflik antara kelompok etnis yang berbeda, menjadi cermin dari tantangan dalam mewujudkan keadilan sosial di Indonesia. Untuk menganalisisnya, kita dapat merujuk pada Pancasila sebagai dasar negara dan teori keadilan sebagai pedoman untuk memahami bagaimana ketidakadilan sosial bisa berkontribusi terhadap konflik tersebut.

  • Pancasila sebagai Landasan Keadilan Sosial

Pancasila, dengan sila kedua yang berbunyi "Kemanusiaan yang adil dan beradab" dan sila kelima yang berbunyi "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia," menegaskan pentingnya menciptakan masyarakat yang adil dan sejahtera bagi semua warga negara, tanpa memandang suku, agama, atau ras. Namun, kenyataannya, ketidakadilan sosial sering kali muncul di Indonesia, baik dalam hal akses terhadap sumber daya, kesempatan ekonomi, maupun perlakuan sosial yang tidak setara terhadap kelompok tertentu.

  • Tragedi Sampit: Konflik Etnis Dayak dan Madura

Tragedi Sampit yang terjadi pada tahun 2001 adalah contoh nyata dari ketegangan etnis di Indonesia. Bentrokan antara kelompok Dayak dan Madura di Kalimantan Tengah memunculkan kekerasan yang mengakibatkan ratusan orang tewas dan ribuan orang lainnya terlantar. Konflik ini dipicu oleh perbedaan sosial, ekonomi, dan ketegangan historis antar kedua kelompok tersebut. Etnis Madura yang lebih baru datang ke Kalimantan sering kali dipandang sebagai "pendatang" oleh masyarakat Dayak, yang merasa lebih berhak atas tanah dan sumber daya lokal.

Dalam konteks teori keadilan dari John Rawls, Tragedi Sampit dapat dianalisis melalui prinsip keadilan sebagai distribusi yang adil. Rawls menyarankan agar ketidaksetaraan sosial hanya diterima jika itu dapat menguntungkan mereka yang paling tidak beruntung dalam masyarakat. Ketimpangan antara kelompok Dayak dan Madura, baik dalam hal akses ekonomi maupun peluang sosial, memperburuk ketegangan yang akhirnya meledak menjadi kekerasan. Negara harus hadir untuk memastikan pemerataan sumber daya dan peluang bagi semua kelompok sosial.

  • Kerusuhan Madura: Ketegangan Agama dan Sosial

Kerusuhan di Madura juga menunjukkan bagaimana ketidakadilan sosial dapat memicu konflik. Di Madura, meskipun sebagian besar penduduknya beragama Islam, ketegangan sering kali terjadi antara kelompok mayoritas dan minoritas yang terpinggirkan secara ekonomi dan sosial. Suku Madura yang sebagian besar tinggal di daerah yang relatif tertinggal secara ekonomi, sering kali merasa diabaikan dalam proses pembangunan dan distribusi kesejahteraan. Ketidakadilan dalam distribusi sumber daya dan kesempatan ini memperburuk ketegangan yang ada.

Teori keadilan sosial menekankan bahwa negara harus menjamin kesempatan yang setara bagi semua warga negara untuk mengakses pendidikan, pekerjaan, dan hak-hak dasar lainnya. Konflik di Madura juga mencerminkan kegagalan negara dalam memastikan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang tercermin dalam perasaan ketidaksetaraan dan kemarahan yang meledak dalam bentuk kekerasan.

  • Penyelesaian Konflik dengan Prinsip Pancasila dan Teori Keadilan

Untuk mencegah terjadinya konflik serupa di masa depan, negara harus berfokus pada implementasi nilai-nilai Pancasila, terutama sila kedua dan kelima yang menekankan pentingnya keadilan sosial dan kemanusiaan yang adil. Pendidikan yang menanamkan nilai-nilai toleransi dan saling menghormati antara kelompok etnis dan agama menjadi langkah penting. Selain itu, negara harus hadir untuk memastikan pemerataan pembangunan dan distribusi sumber daya yang adil.

Melalui pendekatan teori keadilan sosial, penyelesaian konflik harus memperhatikan prinsip keadilan yang melibatkan redistribusi sumber daya dan pemberdayaan kelompok yang terpinggirkan. Negara juga harus memastikan bahwa semua warga negara, tanpa terkecuali, mendapatkan kesempatan yang setara untuk berkembang dan menikmati kesejahteraan.

  • Kesimpulan

Tragedi Sampit dan kerusuhan Madura adalah contoh nyata bahwa ketidakadilan sosial dapat merusak persatuan dan keharmonisan dalam masyarakat. Dalam konteks ini, Pancasila, sebagai dasar negara, harus menjadi pedoman dalam menciptakan keadilan sosial dan kemanusiaan yang adil bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan menerapkan teori keadilan sosial yang menekankan pemerataan kesempatan dan distribusi sumber daya, Indonesia dapat mencegah terjadinya konflik serupa di masa depan dan menciptakan masyarakat yang lebih adil dan damai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun