Etnosentrisme adalah hal yang sebenarnya melekat pada pembahasan ini. Bukan bermaksud rasis, penyesuaian postur tubuh mereka memang cocok dengan olahraganya dan hal tersebut membuat mereka merasa unggul. Mereka merupakan kiblat basket, baseball, American Football, hockey, cricket, dan mereka ingin unggul (menjadi nomor satu) dan hal tersebut dapat dikatakan sukses.
Namun tidak dengan sepakbola, mereka tahu bahwa mereka kurang baik pada persepakbolaannya, mereka cenderung 'meninggalkannya'. Akan tetapi, mereka tidak benar-benar 'meninggalkannya', dengan semboyan they are full of themselves, mereka menciptakannya dengan kultur mereka sendiri.
Pada tahun 90an, MLS memiliki ciri khas tersendiri, yaitu pada tendangan penalti, dimana mereka harus terlebih dahulu melakukan dribbling dari hampir setengah lapangan untuk kemudian melakukan tembakan. Pun di era saat ini, perayaan gol dengan semburan api atau asap mungkin hanya terjadi di MLS. Hal tersebut bisa dilihat pada perayaan gol Atlanta United atau Seattle Sounders. Mungkin juga hanya di MLS, penonton membawa gergaji untuk memotong batang kayu besar dalam perayaan gol, hal tersebut bisa dilihat pada Portland Timbers (Timbers Army). Atau supporter Montreal Impact yang membunikan bel berukuran raksasa dalam perayaan golnya.
Meskipun begitu, satu hal yang tidak terlupakan adalah kemenangan Timnas Perempuan Amerika Serikat (USWNT) pada laga final piala dunia 2020 melawan Belanda. Dengan begitu, dunia sepakbola Amerika Serikat, khususnya timnas perempuannya, tidak lagi dipandang sebelah mata, atas dasar kemenangan USWNT tersebut.
Kemudian secara umum, penulis memprediksikan bahwa MLS akan bersinar kembali pada tahun 2025 dan tahun-tahun berikutnya. Berbasis karena diselenggarakannya perhelatan akbar Piala Dunia 2026 di sana.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H