[caption id="" align="aligncenter" width="307" caption="(Sumber: sportsfivter.com)"][/caption]
Pertandingan Chelsea kontra Barcelona (18/4) lalu di Stamford Bridge, London, menyisakan catatan dan analisis menarik. Bukan bagaimana Barcelona akhirnya takluk di ajang UEFA Champions League, tapi hal-hal detil mulai dari pemilihan pemain hingga pergerakan yang Anda pasti tidak duga sebelumnya. Saya akan menganalisis pertandingan ini berbeda dengan yang lainnya.
Pra-pertandingan
Seperti yang diantisipasi media, pertandingan ini akan berlangsung menarik. Chelsea, yang baru kalah sekali di 15 pertandingan, melawan Barcelona, yang hampir mencetak 100 gol musim ini. Pemilihan starter patut menjadi perbincangan.
Chelsea—pihak London ini memilih formasi 4-5-1—jauh dari formasi “paten” mereka, 4-2-3-1. yang berbeda, mereka bermain dengan 3 holding midfielder: Lampard, Obi Mikel, dan Meireles. Di sayap, dipasang 2 pemain yang tidak lazim berada di sana: Mata (kanan) dan Ramires (kiri). 5 gelandang ini sejajar/flat. Drogba diplot sebagai ujung tombak dengan jarak yang cukup jauh dengan gelandang. Pastinya Chelsea mengandalkan serangan balik.
Barcelona—raksasa Catalan melakukan beberapa perubahan, seperti Puyol yang berduet dengan Mascherano di jantung pertahanan, Adriano di kiri, dan Iniesta dan Fabregas dimainkan bersamaan. 3 gelandang kreatif ini menguasai dengan attacking slot lini tengah dari Fabregas, dengan statistik menunjukkan mereka membuat ball possession sampai 72% dan operan sukses sebanyak 754.
[caption id="" align="aligncenter" width="358" caption="Posisi pemain Chelsea vs. Barcelona (18/4) (Sumber: zonalmarking.net)"][/caption]
Pertandingan
Jangan membayangkan Chelsea tampil terbuka seperti pertemuan mereka 3 tahun lalu (Barcelona menang agregat 2-1). The Blues total bertahan, sementara Barcelona terus menyerang. Tak kurang, 19 peluang mereka ciptakan (Sanchez membentur mistar, Fabregas disapu A. Cole, Pedro mengenai tiang) namun tiada satupun gol yang dapat diciptakan. Chelsea, total, membuat 5 peluang saja, 1 ke gawang (dan itu berbuah gol). Apa yang terjadi?
Kunci Chelsea mengunci kemenangan bukan mengunci Messi (walaupun Messi selalu dijaga 5 pemain setiap memegang bola), tapi menutup bagian tengah lapangan. Iniesta & Xavi, buktinya, tidak mampu berkutik dijaga Lampard dan Meireles—yang selalu bertukar posisi. Yang unik adalah peran Obi Mikel dalam pertandingan ini, yaitu anchor man yang sering naik dari posisi aslinya. Tujuannya untuk menekan Messi dan Xavi sebelum mencapai kotak penalti tim tuan rumah.
Permainan sayap mau tak mau harus diperagakan Barca, tetapi selalu gagal karena mereka tidak memainkan pemain sayap murni; Sanchez jelas seorang poacher, Iniesta gelandang (menurunkan Pedro di babak kedua jelas terlambat). Kelemahan Barca ternyata adalah ruang lingkup skema serangan mereka sempit, sehingga ketika mereka dipaksa bermain melebar, mereka tidak bisa.
Hal lain yang dengan baik diperagakan Chelsea adalah ketenangan mereka saat mendapatkan bola. Alih-alih long clearance, mereka menguasai bola dengan umpan-umpan pendek sehingga Barcelona tidak memegang bola untuk sementara waktu, menghancurkan ritme permainan Los Azulgranas.
Gol
Bukan berarti Barcelona tidak pernah bermain melebar dengan sayap. Attacking outlet di sisi lapangan mereka mengandalkan Dani Alves. Nah, inilah kelemahan mereka. Masih ingat gol tunggal Chelsea di malam itu?
Keunggulan Chelsea yang ditakuti Pep Guardiola, pelatih Barcelona, adalah serangan balik cepat nun mematikan. Dan itu terjadi. Gol Droga di menit 45+2’ terjadi dari skema apik Lampard yang pintar mengumpan ke sisi kiri ke Ramires yang kosong—Alves sedang berada di belakang Ramires—sehingga pemakai nomor punggung 7 di Chelsea ini melenggang tanpa hambatan dan meneroboskan umpan ke Droga—yang posisinya sungguh bagus sehingga hanya butuh satu sentuhan menjebol gawang Victor Valdes—yang 45 menit sebelumnya tidak menepis satu bola pun. What a good counter-attacking strategy.
Gol tunggal Didier Drogba melawan Barcelona (18/4) (Sumber: goal.com)
Pasca-gol
Babak pertama, Chelsea menyerang lewat sisi kiri mereka karena mengetahui sisi tersebut sering ditinggalkan Dani Alves, namun di babak kedua hal itu tidak terjadi karena peluang mencetak gol mereka nol; ya, mereka bertahan total selama 45 menit selanjutnya. Sisanya menerima serangan bertubi-tubi kubu tim tamu, Barcelona. Memasukkan pemain bertipe menyayap pun ditempuh Pep (Pedro dan Isaac Cuenca) tapi menemui jalan buntu. Penjagaan terhadap Messi tidak mengendur, walau beberapa kali Messi tembus.
Chelsea tidak mengetatkan penjagaan Messi, tapi kepada second-opinion goal getter mereka. Lihatlah betapa heroiknya A. Cole—bek kiri terbaik di dunia—menjaga Sanchez yang berbahaya jika Chelsea bermain biasa saja. Atau Fabregas yang tidak bisa leluasa meliuk dari tengah.
Pasca-pertandingan
Tidak terjadi keributan seperti pertemuan terakhir mereka, walaupun Busquets, seperti biasa, berdrama dan Drogba mengulur waktu, pada akhirnya kedua tim menerima hasil tersebut. Messi dan Terry pun bertukar kaus.
Well, leg kedua dipastikan berjalan seru dan ketat. Kedua pelatih bahkan menjamin hal itu. Siapapun pemenangnya, mereka pantas mendapatkan hal itu dan melaju ke final.
(sumber: zonalmarking.net; goal.com/id; bola.okezone.com; uefa.com)
M Ammar Mahardika
20 April 2012
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H