Mohon tunggu...
M Ammar Mahardika
M Ammar Mahardika Mohon Tunggu... Insinyur - Service Engineer PT ALTRAK 1978

Lahir di Jakarta 16 Agustus 1996, suka menulis. Akhir-akhir ini membuat prosa seperti puisi atau cerpen. Salam kenal! :)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Jalan SMA Terpadu Krida Nusantara Menjadi SMA Panutan Indonesia, Melawan Stigma Ketertutupan

17 November 2018   16:59 Diperbarui: 17 November 2018   17:05 2734
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Perbedaan mencolok antara sekolah asrama dengan sekolah konvensional non-asrama adalah penanaman karakter yang sangat dalam. Sejauh yang saya jumpai, di Indonesia baru ada dua jenis sekolah asrama: sekolah asrama berbasis agama (pesantren, kolese dan semacamnya) dengan yang basisnya militer (Krida Nusantara, Taruna Nusantara, Dwiwarna, dll.). Walaupun yang ditanamkan jauh berbeda, tujuan sekolah-sekolah ini serupa: menyiapkan siswanya agar selain otaknya tercerahkan, juga batinnya tercerahkan.

                Sebagai alumni SMA Terpadu Krida Nusantara (KN) angkatan XVI, salah satu pionir sekolah asrama di Indonesia yang berbasis militer (demikian pihak sekolah menyebutnya), penanaman karakter ini sangat terasa. Bahkan, rasanya aspek ini "menelan" aspek-aspek pendidikan lainnya; seperti aspek akademis dan non-akademis. Saya pisah demikian karena penanaman dan penerapan karakter ini hampir dilakukan selama 24 jam, baik di dalam maupun di luar kelas. Di SMA saya tercinta ini, nilai-nilai yang terasa adalah nilai bela negara, kepercayaan terhadap Sang Pencipta, dan komando satu rasa---atau di sini menyebutnya "korsa". Dengan penuh hormat terhadap senior-senior saya yang caranya sungguh berbeda dengan angkatan saya, saya hanya ingin berkomentar tentang apa yang dialami oleh angkatan saya. Cara menyampaikan karakter di KN ini secara garis besar dibagi dua: dengan verbal dan fisik. Bukan, bukan; jangan dianggap fisik itu harus kontak keras seperti pemukulan bertubi-tubi. Pendekatan fisik ini lebih dengan peningkatan kebugaran jasmani. Sehingga, keluarannya siswa-siswi KN lebih segar dan bugar dibanding siswa-siswi SMA konvensional; badan lebih tegap, otot lebih besar, atau postur lebih baik.

                Sudah empat tahun lamanya saya tidak menyentuh SMA yang terletak di kaki bukit Manglayang yang menjaga perbatasan Bandung-Garut ini. Namun, nilai-nilai yang ditanamkan masih menempel di pundak saya. Bagaimana hidup mandiri (walaupun banyak anak pejabat di sekolah saya, yang notabene akses kesehariannya bisa dibantu oleh banyak orang), bagaimana merasakan masa sulit dan senang bersama, atau bagaimana bisa memilah kapan bersikap patuh atau "melawan" (saya belum menemukan diksi yang tepat untuk "resist"). Ibaratnya, hidup di KN merupakan minatur dunia kecil---menyiapkan siswa-siswinya menghadapi dunia di luarnya yang keras dan cukup kejam.

                Masalahnya---mungkin ini yang dialami pula oleh sekolah-sekolah asrama lain, dan mungkin pula sistemnya sekarang sudah berubah jauh---apakah kami juga dipapar dunia luar dengan cukup ketika tiga tahun kami digembleng? Kurang. Itulah jawaban yang bisa saya sampaikan ketika bersekolah di KN. Bukti-bukti yang bisa saya sampaikan lewat pengalaman saya bersama angkatan saya bersekolah di sana adalah ketika kami berkompetisi dengan SMA-SMA lain kami selalu memble. Sebut aja turnamen basket, futsal, atau Olimpiade Sains/Sosial. Prestasi kami di luar sangatlah minim (kecuali marching band yang bisa merajai Bandung dan menyentuh tingkat nasional). Saya kira salah satu faktornya karena kami kurang diberi sparing time (jam terbang) berkompetisi dengan mereka sehingga benchmarking dan mental bertanding kami kurang mumpuni. Bisa jadi kami unggul di fisik, tapi ketika bertanding mentallah yang berbicara.

                Hal ini menurut saya berimbas terhadap satu nilai yang kurang tersampaikan dengan baik selama di KN: rasa rendah diri dan ingin belajar lebih. Karena kami tahu langit kami berbatas, sehingga kami merasa lebih baik daripada orang-orang di sekolah kami yang kemampuannya lebih rendah. Kami terlalu cepat puas. Meskipun beberapa alumni kami sukses di akademi dan beberapa siswa yang mengalami pertukaran pelajar ke luar negeri (student exchange maupun Krida Art Group, kelompok seni yang tampil di festival kesenian bergengsi) tidak semuanya terpapar mental seperti itu. Hal ini yang mungkin dapat diperhatikan oleh pihak sekolah ke depannya .

Banyak cara mengatasi ketertutupan yang selama ini menjadi stigma masyarakat terhadap sekolah-sekolah asrama---yang sebenarnya tidak benar. Salah satunya dengan membuka mata dan diri menghadapi dinamika sosial dan teknologi. Beri siswa-siswi lebih banyak waktu untuk mengobrol dengan SMA-SMA lain. Tekankan lagi pentingnya riset di bidang teknologi dan sosial. (dan puji Tuhan KN bisa mengikuti dinamika ini dengan setiap tahunnya memudahkan akses untuk berkompetisi dengan SMA-SMA lain).

                Sekali lagi, tulisan ini bukan untuk mendiskreditkan pihak manapun yang telah berkontribusi di sekolah yang didirikan oleh bapak Try Soetrisno, mantan Wakil Presiden Republik Indonesia, ini. Kekurangan-kekurangan yang saya sampaikan pun hanya sebagian kecil dari kecermelangan sistem yang diterapkan KN sehingga sampai sekarang masih dinobatkan sebagai salah satu sekolah asrama terbaik di Indonesia. Namun, alangkah baiknya bila kekurangan tersebut kita tanggulangi bersama sehingga KN---dan sekolah-sekolah asrama lainnya---bisa bersaing dengan SMA-SMA konvensional dan menjadi panutan bagi seluruh SMA di Indonesia, tanpa menghilangkan ciri khasnya yaitu penanaman karakter yang sangat komprehensif. *

MAM

17 November 2018

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun