Pertandingan antara Arsenal kontra Chelsea di Emirates Stadium, London baru saja berakhir malam ini WIB (21/4) dengan skor 0-0. Pertandingan yang diharapkan seru ini sayangnya berjalan membosankan. Kali ini saya akan menganalisis pertandingan ini secara detil dan mendalam, berbeda dengan yang lainnya.
Pra-pertandingan
Kubu Arsenal dinaungi catatan buruk kalah 3 dari 5 pertandingan terakhir, Mikel Arteta cedera parah, dan Robin van Persie baru mencetak 1 dari 7 pertandingan terakhir. Tapi mereka optimis dapat mengalahkan Chelsea agar posisinya tidak didekati oleh Tottenham, yang melawan tim papan tengah Queens Park Rangers (QPR). Kubu Chelsea, sebaliknya, menuai hasil-hasil bagus dalam 5 pertandingan terakhir—hanya kalah sekali—sekaligus dilanda euforia mengamankan langkah ke Final Liga Champions Eropa. Mereka berharap dapat menahan Arsenal dengan pemain rotasinya.
Arsenal
Pelatih Arsene Wenger menurunkan skuad terbaiknya. Van Persie di ujung tombak, sedangkan menopangnya ada Walcott, Rosicky dan Alex Chamberlain. Ramsey menggantikan Arteta yang cedera, dipadu dengan Song. Lini belakang hanya berubah di sisi kiri, di mana Gibbs lebih dipilih daripada Andre Santos. Sang gaffer asal Perancis ini mengandalkan sayap yang dilakukan oleh talenta-talenta muda Inggris (Walcott, Chamberlain, Gibbs).
Chelsea
Pelatih Roberto Di Matteo benar-benar menurunkan “tim lapis kedua”nya. Hanya Cech, Terry dan Cahill yang menjadi starter melawan Barcelona (18/4) lalu. Trisula di belakang Torres adalah Sturridge-Kalou-Malouda, dengan opsi Sturridge dan Kalou bertukar posisi tengah-kanan.
Pertandingan
[caption id="" align="aligncenter" width="400" caption="Aaron Ramsey mencoba merebut bola dari Salomon Kalou (Sumber: chelseafc.com)"][/caption]
Permainan Arsenal biasa saja, ditambah kesalahan yang kerap dilakukan Ramsey, membuat mereka didikte oleh Chelsea. Yang mencolok adalah Essien yang kerap maju di barisan attacking midfielder—otomatis Romeu menjadi gelandang bertahan—sehingga membuat formasi 4-1-4-1. Pemain tim nasional Ghana ini menjadi pengatur serangan dan lebih mengoper ke trisula—andai Torres bermain jelek (dan memang begitu). Yang kurang dari kubu Chelsea adalah penyelesaian akhir yang sangat buruk. Bagaimanapun, serangan cepat khas Arsenal beberapa kali merepotkan John Terry dkk. khususnya dari sayap kiri, di mana pergerakan Gibbs dan Chamberlain layak dipuji. Juga ketika Cahill melepas Koscielny dan sundulannya mengenai tiang di suatu set-piece.
Babak kedua berjalan. Tidak ada yang spesial. Wenger mengganti trisula Walcott-Rosicky-Chamberlain dengan Gervinho (60’)-Diaby (64’)-Andre Santos (69’). Wenger mengubah formasinya menjadi 4-5-1, namun tidak ada signifikansi.
Chelsea juga melakukan pergantian pemain. Romeu, yang bermain jelek, diganti dengan John Obi Mikel (66’). Kalou diganti dengan Juan Mata (74’) dan Di Matteo mengubah pula formasi menjadi 4-5-1 (Malouda diketengahkan). Mata bermain baik, tapi Torres dan Sturridge buruk sekali, sehingga tidak ada gol yang terkonversi. Cole masuk (77’) mengganti Bertrand dan, seperti biasa, dicemooh.
Pasca-pertandingan
Pertandingan yang buruk. Arsenal bertahan di tempat ketiga dengan poin 65, sedangkan Chelsea tertahan di posisi ke-6 dengan poin 58, berbeda 1 poin dengan Newcastle yang masih menyimpan satu pertandingan (sampai tulisan ini dibuat). Persaingan merebut tiket Liga Champions Eropa tahun depan dipastikan makin seru.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H