Keluarga merupakan landasan penting bagi setiap orang, apalagi bagi orang tua, jika mempunyai anak sudah menjadi tanggung jawab mereka untuk memberikan fasilitas, salah satunya adalah pendidikan, pendidikan  tinggi  juga membutuhkan biaya yang cukup besar sehingga orang tua harus berbuat ekstra. . bekerja untuk dapat melanjutkan pendidikan anak-anaknya. anak laki-lakinya Seiring berjalannya waktu pasti akan muncul hambatan-hambatan atau hambatan-hambatan yang  tidak direncanakan sebelumnya, dan bisa saja hal-hal tersebut berdampak atau berdampak besar pada kehidupan kita, seperti  wabah Covid-19 yang  terjadi di luar kemauan kita, orang biasa.
Bogor -Wabah ini mengakibatkan banyak orang kehilangan pekerjaan, berkurangnya pendapatan, meluasnya pengangguran dan permasalahan lainnya. Hal ini juga berlaku bagi orang tua mahasiswa yang berada dalam rumah tangga dimana mahasiswa kesulitan memenuhi komitmen di kampus seperti UKT dan biaya lainnya.  Jadi mahasiswa khususnya orang tua perlu politik kampus, apakah  birokrasi lebih memudahkan mahasiswa atau  sebaliknya.
Sama halnya dengan Universitas Riau, uang santunan UKT dikembalikan sebesar 50%, yang jelas memudahkan kegiatan kemahasiswaan, mengingat kegiatan belajar mengajar tidak seluruhnya dilakukan di lingkungan kampus. Pemerintah juga telah menerbitkan kebijakan pemberian beasiswa kepada masyarakat miskin, apakah beasiswa tersebut diberikan secara adil sehingga  benar-benar sampai kepada masyarakat yang membutuhkan beasiswa  atau siapa saja yang mempunyai kemampuan finansial yang cukup bisa mendapatkannya, maka itu adalah penipuan. yang dapat menimbulkan kecemburuan sosial.
Kemudian  pihak kampus memberikan kebijakan seperti mahasiswa yang  terdaftar sebagai mahasiswa aktif dapat mengajukan diskon dan ada pengecualian untuk semester ganjil juga. Semua ini tentu saja memudahkan siswa, namun apakah semua siswa mendapatkan semuanya secara adil atau setara? Oleh karena itu, saya akan menyajikan beberapa argumen di sini untuk menjawab pertanyaan ini. Dari sudut pandang penulis sendiri, pertama-tama pemerintah harus memberikan beasiswa dengan nominal yang lebih tinggi kepada siswa yang terkena dampak pandemi, terutama siswa dari kelompok miskin, karena mereka masih berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, termasuk biaya sekolah.
Kedua, kebijakan UKT yang meringankan atau meringankan biaya, pandemi ini berdampak pada banyak mahasiswa, namun mereka tidak termasuk dalam kategori tidak mampu.
Ketiga, didukung keberlangsungan pembelajaran seperti pembagian kuota online gratis kepada siswa kurang mampu, untuk memperlancar dan memfasilitasi pembelajaran dan pengajaran jarak jauh.
Keempat, pemerintah dapat memberikan beasiswa yang lebih beragam sehingga pelajar mempunyai kesempatan lebih besar untuk menerima beasiswa dan menerimanya secara lebih merata.
Kelima, pemerintah harus meningkatkan transparansi dan akuntabilitas  pemberian subsidi, yang penting untuk mengurangi penyalahgunaan subsidi.
Informasi yang saya peroleh dari survei yang dilakukan Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) Wilayah V Jogjakarta, setidaknya 97,8% mahasiswa di wilayah tersebut  keberatan dengan besaran UKT yang dibayarkan. Survei  juga mengungkapkan bahwa 50,05% responden harus bekerja untuk membayar UKT,  24,11% responden terlilit hutang, dan 12,82% responden harus menjual harta benda untuk  melanjutkan studi. Ada beberapa faktor mengapa semakin banyak mahasiswa yang harus mengeluarkan biaya untuk kesulitan UKT:
a) menurunnya pendapatan keluarga, banyak masyarakat yang kehilangan pekerjaan akibat pandemi, sehingga  kehilangan pekerjaan juga dapat berdampak pada orang tua sehingga sulit untuk membayar belanjaan.Â
b) Karena kenaikan biaya kuliah, beberapa universitas pascapandemi menaikkan biaya kuliah, sehingga menyulitkan dan enggan bagi banyak mahasiswa untuk membayar.