Radiologi Intervensi adalah bidang medis yang menggunakan alat pencitraan  seperti X-ray, CT scan, MRI, dan ultrasonografi. Teknologi ini dapat mengobati berbagai penyakit yang minimal invasif untuk mengurangi risiko dan waktu pemulihan yang lebih cepat. Mungkin Masyarakat luas masih asing dengan istilah Radiologi Intervensi ini, kebanyakan Masyarakat hanya mengenal Radiologi sebagai teknologi rontgen untuk melihat bagian dalam tubuh manusia. Namun, seiring berkembangnya zaman, tentunya teknologi- teknologi yang ada di dunia ini juga berkembang, khususnya dalam bidang medis, karena berbagai penyakit baru juga muncul, oleh karena itu teknologi kesehatan juga semakin maju. Jadi Radiologi Intervensi ini tidak hanya untuk melihat bagian dalam tubuh tetapi juga dapat mengobati berbagai penyakit tanpa perlu membuka tubuh pasien secara besar, yang pada gilirannya mengurangi waktu pemulihan, risiko infeksi, dan nyeri pasca-operasi.
Perkembangan Teknologi Pencitraan merupakan salah satu faktor utama yang mendukung kemajuan Radiologi Intervensi. Teknologi seperti computed tomography (CT)-guided interventions, magnetic resonance imaging (MRI), dan ultrasound-guided procedures memiliki kemampuan untuk memvisualisasikan area tubuh dan gambaran rinci dari organ yang lebih kecil dengan lebih akurat, hal ini sangat penting dalam diagnosis penyakit kompleks seperti tumor ganas, kelainan pembuluh darah, atau kelainan hati dan ginjal. Dengan penggunaan teknologi canggih ini, ahli radiologi intervensi dapat melakukan prosedur seperti biopsi, pengangkatan tumor, dan embolisasi dengan akurasi tinggi.
Radiologi intervensi telah berkembang pesat dalam menangani berbagai jenis penyakit kompleks seperti kanker, penyakit pembuluh darah, gangguan saluran empedu dan hati, penyakit ginjal, dan penyakit jantung. Teknik yang dilakukan yaitu ada ablation (misalnya radiofrequency ablation atau cryoablation) digunakan untuk menghancurkan tumor tanpa perlu operasi terbuka. Ada angioplasty dan stenting digunakan untuk membuka pembuluh darah yang tersumbat atau menyempit akibat aterosklerosis atau thrombosis. Dalam penyakit hati, seperti hepatitis kronis atau sirosis, radiologi intervensi digunakan untuk melakukan prosedur seperti transjugular intrahepatic portosystemic shunt (TIPS), yang membantu menurunkan tekanan pada pembuluh darah hati yang membengkak. Ada juga prosedur seperti percutaneous nephrolithotomy (PCNL) dapat dilakukan untuk mengeluarkan batu ginjal melalui sayatan kecil dengan bantuan panduan pencitraan.
 Prosedur yang dilakukan dalam Radiologi juga sangat beragam, yang pertama angiografi, merupakan prosedur berupa rontgen arteri dan vena untuk menemukan penyumbatan atau penyempitan pembuluh darah. Dan angioplasty, memasukkan kateter berujung balon kecil ke dalam pembuluh darah. Kemudian dia mengembang balon untuk membuka area penyumbatan di dalam pembuluh darah. Sealnjutnya embolisasi yaitu memasukkan zat melalui kateter ke dalam pembuluh darah untuk menghentikan aliran darah melalui pembuluh darah tersebut. Kemudian penempatan sebuah stent di dalam pembuluh darah di lokasi penyumbatan. Ada juga biopsi jarum, penempatan penyaring IVC (Inferior Vena Cava) untuk menangkap gumpalan darah yang mungkin masuk ke paru-paru, serta pemasangan kateter ke dalam vena besar untuk memberikan obat kemoterapi, nutrisi, atau hemodialisis.
      Radiologi intervensi menawarkan sejumlah keuntungan dibandingkan dengan prosedur bedah konvensional, terutama dalam penanganan penyakit kompleks. Prosedur yang dilakukan dalam Radiologi Intervensi ini minim invasif, tidak perlu dengan melakukan sayatan besar untuk melakukan pengobatan, hanya menggunakan sayatan kecil. Prosedur radiologi intervensi sering kurang menyakitkan daripada operasi biasa. Pemberian anestesi atau sedasi dalam jumlah kecil biasanya diperlukan untuk anak-anak. Hal ini juga mengurangi risiko infeksi dan mempercepat proses pemulihan pasien, sehingga pasien dapat kembali ke aktivitas normal dalam waktu yang lebih singkat dibandingkan dengan pembedahan terbuka. Penggunaan teknik pencitraan memberikan panduan langsung selama prosedur, memungkinkan dokter untuk menargetkan area yang sakit atau bermasalah dengan presisi yang lebih tinggi. Selain itu, karena rawat inap akan lebih singkat dan komplikasi lebih sedikit, biaya yang dikeluarkan untuk prosedur radiologi intervensi sering kali lebih rendah dibandingkan dengan prosedur bedah konvensional.
      Radiologi Intervensi ini terlihat sangat modern dan simple, terlepas dari itu prosedur ini juga memiliki banyak tantangan. Salah satu tantangan terbesar adalah kebutuhan akan pelatihan spesialis yang sangat terampil untuk para tenaga kesehatan khususnya para radiografer maupun para dokter. Prosedur ini sering kali memerlukan pemahaman mendalam tentang anatomi dan pencitraan medis, serta keterampilan teknis yang tinggi. Selain itu, tidak semua pasien cocok untuk menjalani prosedur ini, terutama mereka yang memiliki masalah kesehatan yang dapat membatasi keberhasilan teknik minimal invasif, seperti ibu hamil, karena dapat meningkatkan risiko kerusakan sel tubuh pada janin. Oleh karena itu, penting untuk melakukan penilaian menyeluruh terhadap kondisi pasien sebelum memutuskan untuk melanjutkan prosedur radiologi intervensi. Namun, dengan kemajuan teknologi dan pengetahuan medis yang terus berkembang, masa depan radiologi intervensi tampaknya sangat menjanjikan. Terobosan dalam robotic surgery, artificial intelligence, dan teknik pencitraan yang lebih canggih akan semakin meningkatkan kemampuan radiologi intervensi dalam mengatasi penyakit kompleks.
     Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H