Setiap kali saya melakukan perjalan, kemanapun tempatnya, pasti selalu ada hal baru yang ingin saya temukan. Mulai dari kenangan, foto, cerita, ataupun sosok baru yang saya kenal. Karena bagi saya pribadi jalan-jalan bukan hanya aktivitas hedon semata yang selalu identik dengan kegiatan hura-hura dan menghambur-hamburkan uang. Contohnya saja perjalanan saya ke Pantai Kondang Merak beberapa pekan yang lalu. Pergi ke pantai ujung selatan Kabupaten Malang untuk menemui sosok hebat yang saya kagumi, Pak Edi biasa masyarakat memanggilnya.
Tepatnya beberapa hari sebelum memutuskan perjalanan ke Pantai Kondang Merak, saya melakukan riset kecil-kecilan. Hal apa saja yang bisa saya temukan di sana. Puji syukur, ternyata ada sosok inspiratif yang dapat saya gali ilmunya. Dari berbagai informasi yang saya dapat dari google, Pak Edi adalah seorang pensiunan yang mendedikasikan hidupnya untuk masyarakat di daerah pesisir Kondang Merak.
Profesi beliau sebelumnya adalah juru masak di hotel terkenal di luar negeri. “Saya dulu pernah mbak membuatkan makanan untuk Pak Harto,” kenang beliau. Namun segala kejayaan pangkat dan jabatan yang pernah beliau raih, tak lantas membuatnya lupa akan makna hidup. “Saya hidup itu pernah merasakan yang namanya keliling dunia, pernah merasakan kaya, pernah merasakan biasa-biasa aja, dan pernah merasakan miskin,” dari pengalaman hidup itulah yang akhirnya membuatnya bertekad untuk menghabiskan waktu pensiunnya di Kondang Merak. Mendedikasikan hidup untuk memberi dan bermanfaat bagi orang lain.
“Kepiting mbak, di laut sana kepiting itu banyak. Tapi sayangnya harga jualnya rendah. Saya dulu chef spesialis masakan Eropa dan Chinesefood. Hampir semua makan Chinesefood pake kepiting. Coba mbak cari informasi berapa harga crab meat di luar,” dan cerita Pak Edi memang betul adanya harga 2 pound Crab Meat beku di pasaran bisa mencapai 100 USD.
Berbagi dalam sunyi juga dibuktikan Pak Edi saat saya tanya, “Pak apakah menu-menu masakan yang dijual di warung itu adalah hasil didikan Bapak juga?”. Dengan sungkan beliau menjawab, “Itu dulu mbak nggak penting itu, sekarang yang penting mereka bisa menikmati hasilnya.” Dan memang betul, jenis makanan yang disajikan di warung-warung di Perkampungan Nelayan sekarang lebih bervariasi. Ada jenis masakan satu tuna asam manis, kerang asam manis, rica-rica, dan masih banyak lagi. Ilmu tentang masak memasak yang dimilikinya pun tak sungkan-sungkan untuk beliau tularkan.
“Di sini dulu tahun 2000 masih sepi sekali mbak. Udah seperti tempat lahirnya jin, saking sepinya. Nggak mudah mbak ngajak masyarakat buat belajar. Tapi tetap saya lakukan dan sekarang mereka merasakan dampak positifnya,” kenang Pak Edi. Banyak sekali ilmu yang saya dapatkan dari pembicaraan hangat dengan beliau selama kurang lebih dua jam.
Dari beliau saya belajar bagaimana menjadi orang yang tulus memberi dan tidak pantang menyerah dalam berkegiatan sosial. Tak lupa beliau juga mengingatkan saya untuk lebih jauh berkelana mengenal permasalahan yang ada di masyarakat, jangan hanya menjadi sarjana pencari pekerjaan. Namun menjadi orang yang mamou membuat pekerjaan dan berguna bagi orang lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H