Mungkin bagi sebagian masyarakat yang hidup di Kota Besar, sudah jarang terjadi pernikahan dibawah usia dua puluh tahun. Banyak alasan masyarakat kota untuk tidak melangsungkan pernikahan dibawah umur, mulai dari ekonomi yang belum mapan, kondisi psikologi yang belum stabil, ataupun modal pendidikan yang belum siap. Akan tetapi, beberapa kondisi tersebut berbanding terbalik dengan apa yang terjadi di daerah Pusung Malang, salah satu Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Daerah yang terletak di bawah kaki Gunung Bromo, dibutuhkan waktu tempuh dua jam perjalanan dari Kota Pasuruan. Sebuah desa dengan kondisi alam masih asri, namun menyimpan fenomena masyarakat yang cukup miris. Banyaknya anak-anak Pusung Malang yang menikah dibawah usia 16 tahun
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Pasuruan menyatakan bahwa angka pernikahan dini di Kabupaten Pasuruan masih tinggi, informasi dikutip dari Berita Jatim. Fakta tersebut memang benar adanya, banyak anak lulus SD langsung menikah. Maka tak heran apabila mengunjungi desa tersebut, Anda akan menemui anak-anak yang masih muda belia namun sudah menimang bayi. Fenomena yang cukup miris mengingat bukan saja kondisi psikis si anak belum siap, tapi keadaan fisik yang belum tumbuh optimal.
Mayoritas penduduk di daerah Pusung Malang berprofesi sebagai petani ladang, peternak sapi, pemerah susu sapi, ataupun perantau ke luar pulau Jawa. Banyak diantara masyarakat yang merantau, mengadu nasib di daerah orang, pergi selama beberapa bulan, lalu bekerja sebagai buruh perusahaan di Kalimantan. Dan biasanya para orang tua merantau mengajak anak-anaknya yang masih usia sekolah. Sehingga banyak anak-anak yang ikut orang tuanya merantau, mengalami keterlambatan kemampuan membaca akibat harus ikut orang tuanya bekerja.
Demi menekan angka pernikahan dibawah umur yang dari tahun ke tahun mengalami kenaikan. Kepada daerah Pusung Malang membuat sebuah peraturan, tidak boleh menikah sebelum lulus SMP. Tujuannya, agar anak-anak daerah dapat mengenyam bangku sekolah minimal hingga SMP. Sehingga wawasan belajarpun juga bertambah. Sebuah keputusan yang bijaksana. Selain itu, di daerah Pusung Malang mulai tahun 2015, sudah berdiri bangunan SMP. Seperti gayung bersambut, peraturan Pak Kepala Daerahpun diimbangi dengan penyediaan fasilitas sekolah. Anak-anak Pusung Malang setidaknya tidak harus pergi keluar daerah agar dapat mengenyam bangku sekolah yang lebih tinggi.
Berinteraksi dengan adek-adek SD N Pusung Malang 2 memberikan saya banyak informasi tentang kondisi pendidikan di daerah Kabupaten Pasuruan. Letak sekolah cukup jauh dan ditempuh hanya dengan berjalan kaki, diperparah lagi kondisi akses jalan yang masih rusak. Menjadi rutinitas sehari-hari siswa SD N Pusung Malang 2 menempuh jarak sekitar tiga km perjalan dari rumah ke sekolah. Oleh karena itu kebanyakan SD di daerah Pusung Malang dimulai pelajarannya bukan jam tujuh pagi melainkan jam delapan pagi. Kebijakan tersebut terpaksa diterapkan agar anak-anak di daerah Pusung Malang tetap bersekolah.
Berjuang atas nama perbaikan kualitas pendidikan di Indonesia mungkin saat ini masih menjadi sesuatu hal yang klise. Tapi percayalah bahwa proses membangun karakter manusia yang berkualitas memang tidaklah mudah. Banyak aktor yang harus terlibat, bukan pemerintah. Dimulai dari lingkungan yang paling dekat, keluarga, sekolah, peran pemerintah daerah, peran pemerintah pusat, dan peran kita sebagai sesama manusia. Besar harapan agar angka pernikahan dini di Indonesia menurun dari tahun ke tahun. Demi perbaikan kualitas calon orang tua dari calon anak-anak generasi penerus ibu pertiwi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H