Mohon tunggu...
Bagas De
Bagas De Mohon Tunggu... -

Buruh sosial. Tinggal dan bekerja di Slovakia-Eropa Tengah. Aslinya, Anak Kampung, dari Nehi-Enoraen, ntt. Laman blog pribadi: www.confessionoflife21.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Restorasi Politikus Berjiwa Kosong ala Jokowi

26 Juli 2017   14:18 Diperbarui: 26 Juli 2017   21:34 1082
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: The Hartford Courant/Bob Englehart/2015

Apakah anda lelah dengan atraksi politikus di pentas politik Indonesia? Bagi para penikmat film jenis action, kegaduhan para politikus di panggung politik adalah sesuatu yang menarik, dan mungkin selalu dinanti dengan sumringah.

Dulu, publik mengira bahwa muasal kegaduhan politik tanah air ada pada telapak tangan mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.

Demonstrasi berjilid dari para pembela agama di jalanan Ibu Kota, termasuk gaduhnya orasi provokatif dari oknum 'pahlawan' kaum marginal dan kelompok oposisi pemerintah seolah ditempatkan sepenuhnya pada pundak laku sosial-politik Ahok.

Karena itu, hampir di setiap tikungan jalan dan literasi media-media audio visual, publik dengan mudah menjumpai koloni massa agamis-politis - yang berjibun mengutuki dan mengolok-oloki laku sosial-politik Ahok, termasuk kebijakan pemerintah di bawah kendali presiden Joko Widodo (Jokowi).

Oleh jumlah massa yang berlaksa dan militansi yang berkobar-membara, koloni massa agamis-politis dijelmakan/menjelma menjadi - sebut saja - instrumen penawar kebijakan politik yang handal dan ia seakan-akan punya power untuk 'mendikte' jalannya roda hidup negara yang sedang dinahkodai pemerintahan Jokowi.

Narasi tentang pesta pilkada DKI Jakarta 2017 menyadarkan publik dan bangsa ini tentang kuatnya konsolidasi - sebut saja - 'demo-crazy power' yang dimiliki koloni massa agamis di bawah komando Front Pembela Islam (FPI), pimpinan Rizieq Shihab (RShihab) dkk., dan koloni massa politis di bawah komondo Kubu Hambalang, pimpinan Prabowo Subianto (Prabowo), dan Kubu Cikeas, pimpinan Susilo Bambang Yudhoyono.

Pertanyaannya adalah apakah kekuatan koloni massa agamis-politis ini masih cukup ber-bisa pasca pilkada DKI Jakarta 2017 dan menepinya Kubu Cikeas ke ruang semedi?

Dari sudut pandang tertentu, basis massa dari lawan-lawan politik Jokowi saat ini, pasca pilpres 2014 hingga saat ini, digantungkan pada kekuatan koloni massa agamis pimpinan RShihab dan sejenisnya. 

Pilihan Kubu Hambalang untuk berpihak atau merangkul koloni massa agamis, tidak peduli garis keras atau garis bengkok, merupakan pilihan yang wajar dan cukup logis secara politik. Sebab, di seberang sana, grafik massa politis 'non-agamis' yang ditangkup Kubu Hambalang - sebelum pilpres 2014 atau pun pada masa awal kepemimpinan pemerintahan Jokowi - tampaknya sedang bergerak minggat.

(1) Rekam laku anomali politis dan verbalis para punggawa utama Kubu Hambalang, misalnya, Fadli Zon, Fahri Hamzah, Ahmad Dani, Amien Rais, Mohammad Taufik dll., dan (2) aktus 'demo-crazy power' berjilid disertai laku provokasi dan intimidasi dari koloni massa agamis pimpinan RShihab dkk. di jelang dan saat pilkada DKI Jakarta 2017, termasuk (3) positifnya hasil dan progres kerja dari kabinet Jokowi saat ini, hemat saya, sedikit banyak memberi pengaruh pada kasus minggatnya massa pendukung 'non-agamis' dari Kubu Hambalang.

Karena itu, pilihan Kubu Hambalang untuk berdiri bersama atau merangkul koloni massa agamis-radikalis, termasuk kelompok kelompok Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang dibubarkan pemerintah, merupakan pilihan yang baik demi mempertebal benteng pertahanan, tepatnya suara massa pendukung di jelang pesta politik 2019. Sebab, di dalam sebuah kompetisi politik, seturut cerita Abaraham Lincoln (1809-1865), 'The ballot is stronger than the bullet' (Surat suara lebih kuat dari peluru).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun