Mohon tunggu...
Bagas De
Bagas De Mohon Tunggu... -

Buruh sosial. Tinggal dan bekerja di Slovakia-Eropa Tengah. Aslinya, Anak Kampung, dari Nehi-Enoraen, ntt. Laman blog pribadi: www.confessionoflife21.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Dukungan Politik Golkar Sebagai a Blessing in Disguise bagi Ahok (?)

18 Juni 2016   20:00 Diperbarui: 18 Juni 2016   22:07 657
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: creeksidepizza.com

Golkar secara resmi menyatakan dukungannya untuk Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam Pilkada 2017. Dengan keputusan itu, Golkar melengkapi Teman Ahok (TA), Nasdem dan Hanura sebagai jangkar atau kekuatan pendukung Ahok.

Empat kekuatan pendukung Ahok memiliki cita-cita politik yang sama. Cita-cita politik mereka adalah Ahok bisa di-maju-kan dalam kompetisi Pilkada DKI Jakarta 2017, dan kalau bisa Ahok terpilih kembali sebagai gubernur DKI Jakarta.

Empat jangkar pendukung Ahok memiliki kekuatan dan daya tawar masing-masing di jelang Pilkada 2017. TA dengan 976. 000 KTP, periode 15 Juni 2016. Sedang, jumlah gabungan kursi dari Nasdem (5 kursi), Hanura (10 kursi) dan Golkar (9 kursi) di DPRD DKI Jakarta adalah 24 kursi.

Dengan TA, Ahok bisa maju dalam Pilkada lewat jalur perseorangan. Atau, dengan koalisi Nasdem, Hanura dan Golkar, Ahok juga bisa maju dalam Pilkada lewat jalur partai politik (parpol). Ini adalah pilihan politik paling variatif-alternatif yang dimiliki seorang bakal calon gubernur (balcagub) dalam kompetisi Pilkada DKI Jakarta. Mengapa?

Sebab, kempat pilar pendukung Ahok memiliki daya dan kekuatan yang sama untuk memajukan Ahok sebagai calon gubernur, entah jalur perseorangan ataupun jalur parpol, dan keempatnya bersama-sama ada pada kubu Ahok.

Berpijak pada peta kekuatan dan dukungan yang dimiliki oleh empat jangkar pendukung Ahok, pun kesamaan cita-cita politik yang mereka miliki, kita punya cukup alasan untuk mengatakan bahwa empat poros kekuatan itu semacam a blessing in disguisebagi Ahok dalam kompetisi Pilkada DKI Jakarta 2017.

Mengapa empat jangkar kekuatan pendukung Ahok dilihat sebagai a blessing in disguise bagi Ahok?

Pertama, pressing atau keterjepitan politik yang diciptakan Ahok dan atau lawan politik Ahok.

Sebagai gubernur dan politisi non-parpol, Ahok "diserang" habis-habisan oleh para kolega dan lawan politiknya di Provinsi DKI Jakarta. Sekalipun demikian, ia tidak pernah mati gaya di tengah kepungan dan manuver politik partner dan kompetitor politiknya. Ia tetap berdiri tegak dan memegang kendali arah pembangunan Provinsi DKI Jakarta.

Untuk alasan di atas, kemudian lahirlah propaganda berikut. Oleh kelompok ABA (Asal Bukan Ahok), Ahok dinilai gagal mengemban tugasnya sebagai gubernur DKI Jakarta.

Penilaian kegagalan Ahok dipijakkan pada: (1) Ahok terlampau kasar dan tidak santun dalam setiap tutur katanya sebagai seorang pemimpin. (2) Ahok tidak ingin berdamai dan mengakomodasi kepentingan para anggota dewan terhormat, DPRD DKI Jakarta. (3) Ahok tidak ingin diinisiasi ke dalam salah satu parpol manapun sebelum dan jelang Pilkada DKI Jakarta 2017.

Di hadapan propaganda kegagalanya, Ahok malah berkehendak maju lagi dalam kompetisi Pilkada DKI Jakarta 2017, dan lewat jalur independen pula. Suatu pilihan yang cukup berani, kalau tidak mau dibilang aneh.

Bisa jadi, untuk nyalinya yang besar di hadapan digdaya barisan anggota DPRD DKI Jakarta, plus kesuksesannya menata Provinsi DKI Jakarta, kehendak politik Ahok yang berani bin aneh mendapat tanggapan positif dari kelompok TA. Dan dalam perjalanan waktu, partai Nasdem dan Hanura turut bergabung dalam barisan pendukung Ahok.

Konsolidasi dan militansi dukungan dari TA, Nasdem dan Hanura terhadap Ahok terkonfirmasi secara riil lewat pengumpulan KTP yang sudah mencapai angka 976.000. Dengan ini, syarat jalur perseorangan terpenuhi dan Ahok bisa maju dalam Pilkada DKI Jakarta 2017.

Tanggapan positif dan kerja keras dari TA, Nasdem dan Hanura atas kehendak politik Ahok di tengah keterjepitan politik yang Ahok dan atau lawan politik Ahok ciptakan boleh kita sebut sebagai a blessing in disguise bagi Ahok.

Kedua,"konspirasi politik" yang terkemas rapi dalam pengesahan revisi UU Pilkada No. 8 Tahun 2015.

Ada dua item yang cukup menghebohkan dalam revisi UU Pilkada No. 8 Tahun 2015. Sebut saja, soal verifikasi faktual KTP dukungan dari calon perseorangan dan pembatasan terhadap pemilih pemula dalam Pilkada.

Bagi separuh publik, kedua item itu merupakan bagian dari-sebut saja-konspirasi politik yang coba dimainkan oleh lawan-lawan politik Ahok. Tujuan dari konspirasi politik ini adalah (1) Ahok bisa gagal dalam bursa pencalonan gubernur dan atau (2) Ahok bisa diinisiasi ke dalam salah satu parpol tertentu jelang Pilkada 2017.

Di tengah badai konspirasi politik tersebut, partai Golkar justru hadir dan secara resmi menyatakan dukungan politik bagi Ahok.

Dukungan politik Golkar atas Ahok, hemat saya, dapat dibaca sebagai kesuksesan Golkar (1) "mengamankan" Ahok dari bahaya kegagalan pencalonan akibat rumitnya verifikasi faktual sekaligus meng-counter politik last minute penetapan calon gubernur yang sedang diperagakan PDI-P, dan (2) mempersempit peluang parpol lain, PDI-P misalnya, untuk "mencaplok" Ahok jelang pendaftaran balcagub DKI Jakarta jalur parpol.

Terlepas dari kepentingan politik apa yang hendak dicapai Golkar lewat momentum Pilkada DKI Jakarta 2017, hemat saya, dukungan politik Golkar atas Ahok saat ini sebagai a blessing in disguise bagi Ahok.

                                                                   ***

Sebagai catatan penutup, verifikasi faktual untuk jalur perseorangan, setahu saya, mendahalui pendaftaran balcagub jalur parpol. Jika verifikasi faktual gagal, maka Golkar bersama Nasdem dan Hanura di atas kertas sangat siap mangakomodasi pencalonan Ahok sebagai gubernur lewat jalur parpol. Ini adalah suatu keuntugan politik bagi Ahok, termasuk TA, di tengah keterjepitan dan konspirasi politik yang membelitnya.

Apa yang sedang diperagakan Golkar, bersama Nasdem dan Hanura, plus kompetitor politik Ahok, dalam gelanggang Pilkada DKI Jakarta mempertegas statemen: intrik dan kepentingan politik adalah hal yang lumrah dalam demokrasi politik.

Kalau demikian, apakah kehadiran dan dukungan politik Golkar adalah a blessing in disguise bagi Ahok? Anda bebas menilainya. Sedang alur konstelasi politik jelang Pilkada DKI Jakarta 2017 terus mengalir, dan kita kerap keliru menebak endingnya. Itu saja dulu deh. Wasalam. (bagas de')

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun