JAKARTAÂ - Jelang pemilihan presiden dan pemilihan legislatif menjadi cambuk bagi KPU agar terus berbenah dan menyempurkan sistem pemilihan umum yang kredibilitas dan terpercaya.
Bahkan, jika memungkinkan KPU harus gencar melakukan tahapan sosialisasi yang massif ke publik agar tingkat Golput semakin berkurang, besarnya angka golput di Indonesia sekaligus menjadi penilain tersendiri terkait indeks demokrasi di negara kita.Â
Ditambah lagi dengan adanya penyajian data oleh sejumlah lembaga survey yang begitu banyak perbedaan memperuncing banyak masalah di publik.
Sehingga perdebatan demokrasi pada pemilihan umum pileg maupun pilpres hanya persoal angka dan data bukan substansi gagasan dan ide dari calon.
Pesan menohok keluar dari anggota Dewan Pekumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini, dia mengatakan jika belajar dari pileg dan pilpres wajar apabila ada kekhawatiran terhadap lembaga survei.
"Kerentanan konflik akan lebih besar karena menyangkut pemilih ditingkat lokal. Oleh karena itu penting bagi KPU mengambil pelajaran dari apa yang terjadi pada pilpres lalu, terutama memastikan lembaga survei itu kredibel," kata Titi di Jakarta, Jumat (15 Desember 2023).
Sehingga, lanjut Titi pengaturan soal lembaga survei di pilkada belum jauh berbeda dengan pelaksanaan pilpres lalu.Â
"Ini yang harus bisa dijawab oleh KPU, apakah untuk mengukur kredibilitas itu ada metode dengan bekerjasama dengan asosiasi profesi atau bagaimana," katanya.
Menurutnya, solusi mendesak untuk di buat oleh KPU adalah pendidikan pemilih. Hal ini  agar pemilih tidak serta merta terbawa opini lembaga-lembaga yang tidak kredibel.
"KPU perlu mengumumkan kepada masyarakat soal lembaga-lembaga yang terdaftar dan kemudian ketika ditemui pelanggaran bagaimana masyarakat  itu merespon atas hasil temuan lembaga survei," paparnya.