[caption caption="Doc. Amir El Huda"][/caption]Kota Jember bisa dibilang sebagai kota yang tingkat ekonominya tinggi di kawasan tapal kuda. Tidak mengherankan jika Jember menjadi salah satu destinasi para pencari kerja. Ditambah lagi keberadaan beberapa universitas besar menjadikan Jember sebagai pelet bagi kehadiran para calon mahasiswa. Gelombang mahasiswa yang datang membanjiri kawasan kota menjadi berkah tersendiri bagi warga setempat. Berbagai usaha bermunculan, mulai dari kuliner, tempat tinggal, pakaian, dll. Mengenai tempat tinggal, tidak jauh beda dengan daerah lainnya, kos-kosan dan kontrakan menjadi solusi pertama bagi para pemulung ilmu bernama mahasiswa itu, apalagi para mahasiswa rantau.
Beragam jenis dan model kos-kosan serta rumah kontrakan, dari yang bertarif puluhan ribu per bulan, hingga ratusan ribu, dari yang sistem keamanannya rentan hingga penjagaan satpam keamanan 24 jam. Dari yang bebas hingga yang berperaturan ketat. Menarik untuk dikupas, kos-kosan ataupun rumah kontrakan dengan peraturan bebas lebih didiami, untuk disinggahi dan ditinggali.
Umumnya kos-kosan di Jember menerapkan peraturan mengenai jam malam, batasan area berkunjung para tamu, batas akhir pembayaran uang bulanan, ataupun tambahan biaya untuk peralatan elektronik yang dibawa. Jam malam untuk kos perempuan berbeda dengan jam malam untuk kos laki-laki. Kos perempuan biasanya menggunakan batasan akhir pulang malam pada pukul 21.00, sedangkan untuk laki-laki lebih dilonggarkan melebihi waktu itu. Batasan area berkunjungpun lebih tegas di kosan perempuan ketimbang di kosan laki-laki. Hal ini bisa dimaklumi, tanggungjawab pemilik kos perempuan terhadap anggota kosnya sangatlah berat, apalagi dengan gaya hidup ala sinetron yang banyak dianut kawula muda saat ini.
Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya. lain kos-kosan laki-laki dan perempuan, lain pula peraturannya. Kos-kosan laki-laki lebih longgar dari segi peraturan dibandingkan kos-kosan perempuan. Kelonggaran ini bukan hanya terletak di pemberlakuan jam malam, jam berapa terakhir untuk pulang ke kosan. Melainkan juga kelonggaran area berkunjung para tamu, khususnya yang tamu lawan jenis alias perempuan, tidak sedikit penghuni kos yang sering memasukkan perempuan kekamarnya. Kalau pintu kamar dibuka, semua aktivitas mahluk berbeda jenis kelamin yang berada di dalam masih bisa diketahui, namun bila pintu sudah ditutup bahkan dikunci, tak tahulah kita apa yang terjadi. Fenomena sekarang ini sudah betul-betul edan, perempuan lebih agresif ketimbang laki-laki, bunga-bunga dalam pot pada berlari-lari mendekati kumbang di sarang, akibatnya banyak sandal atau sepatu perempuan yang sering parkir depan pintu kamar kosan laki-laki. Atau jangan-jangan para lelaki sekarang yang rajin memakai sandal perempuan dan menjadikannya hobi?!
Lalu bagaimana dengan sikap pemilik kosan?
Di sini ada dua kemungkinan. Kemungkinan pertama pemilik kos tidak mengetahui fenomena ini, dan kemungkinan ini bisa terjadi dengan peluang 5% saja, apalagi pemilik kos yang tinggal satu atap dengan para kawula muda ini. Kemungkinan kedua, tampaknya para pemilik kos sangat paham karakter laki-laki muda yang suka nurutin sendiri kemauannya, mereka tak mau kehilangan pasar (gara-gara peraturan kos tidak pro pada mereka), tak mau kehilangan pelanggan dan sengaja membiarkan hal ini terjadi, dalih mereka yang pernah saya dengar, “Ahhh, saya juga dulu pernah muda, seperti kalian”.
Apakah hal ini berarti tidak terjadi di kosan perempuan?
Sama saja!! Banyak kosan perempuan yang bebasnya keterlaluan, memasukkan lelaki kedalam kamar dengan santai tanpa perasaan was-was atau terancam. Saya tidak berani berprasangka buruk mengenai apa saja yang mereka lakukan di dalam dengan logika subyektif, namun menurut ketentuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang dosen ajarkan pada saya, ketika dua orang berlaianan jenis berada dalam suatu ruangan tertutup maka dapat diduga telah melakukan perbuatan zina.
Lebih parahnya lagi, banyak kos-kosan perempuan ataupun laki-laki yang ternyata tidak didampingi oleh pemilik kosnya. Beragam alasan dari pemilik kos, ada di antara mereka yang tinggal di luar kota dan ada pula yang tinggal di dalam kota akan tetapi rumahnya terpisah jauh dari lokasi kosan berada. Kalau sudah seperti ini habislah nasib para perjaka dan perawan. Mereka terjebak dalam hubungan mengenakkan yang sangat terlarang; Hubungan yang tidak sebatas lagi kawan, pacaran, tapi seperti hubungan perkawinan dan bahkan ada yang menganut gonta-ganti pasangan dan semuanya itu dilakukan di kos-kosan, karena bagi mereka kos-kosan adalah tempat yang aman dan nyaman.
Ikatan bulat rantai setan model ini harus segera diputus. Sirkulasi seperti ini tak berujung, berputar, dan berlangsung terus menerus. Harus ada tindakan tegas dan kerjasama yang kuat antara pemilik kos-kosan, pejabat RT/RW, bagian keamanan, pihak kebolisan, pemerintah daerah, dan DPRD untuk memberantas semua ini. Peraturan yang dituangkan menjadi Peraturan Daerah untuk regulasi kos-kosan sangat diperlukan supaya tidak ada lagi pemilik kos yang lalai dalam tugas penjagaan anak-anak muda yang masih butuh nasehat serta arahan. Ketegasan kepolisianpun diperlukan; perlu sering-sering mengirimkan strum razia yang sedikit mengagetkan para muda-mudi yang sedang lalai ini dan menindaklanjutinya dengan rehabilitasi. Untuk ke depannya saya ingin menuliskan tentang penyebaran narkotika di kos-kosan, lagi-lagi di daerah Jember.
Harapan ditambatkan pada Srikandi Cantik idola wong Jember, Ibu Faida. Bupati yang baru. Semoga saja tangan lembut beliau bisa mengatasi problema macam ini. Kami percaya padamu buuu. *Smile emoticon sambil mengedipkan mata sebelah kiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H