[caption caption="Masjid Jami'Pondok Modern Gontor sebelum dibangun kubah yang baru. Pict. Gontor"][/caption]Nama Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG) kini tidak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia. Kiprah dan dedikasi para santri untuk membangun negeri sangat pantas diacungi jempol apreisasi. Nama Gontor yang merupakan nama salah satu desa di kabupaten Ponorogo konon merupakan singkatan dari kalimat “Nggon/Panggon Kotor” atau tempat kotor lantaran tingkah laku masyarakat desa Gontor masa lalu; perjudian, pelacuran, percurian merupakan hal biasa. Namun Gontor yang dulu bukanlah Gontor yang sekarang. Kalau dulu Gontor jadi kiblat dan arah tujuan kemaksiatan, kini Gontor menjadi kiblat bagi pesantren-pesantren dengan basic kemodernan.
Al Ma’hadu laa yanaamu abadan “Pondok tidak pernah tertidur”. Intensitas kehidupan santri Gontor sangat tinggi, aktivitas dimulai sejak bangun tidur hingga tidur lagi. Sirkulasi kegiatan santri sudah terstruktur secara masif, rapi dan apik. Sejak bangun tidur santri sudah tahu kegiatan apa saja yang akan mereka lakukan ataupun kewajiban apa saja yang harus dikerjakan di hari itu sampai bertemu lagi dengan kasur tipis di depan kotak kecil untuk tidur lagi di malam hari. Bahkan para santri sudah diajari me-manage dan mem-planning hidup mereka untuk sehari, seminggu, sebulan, setahun bahkan untuk beberapa tahun kedepan.
[caption caption="Melompati sepeda motor, olah raga dengan senang hati. Doc. Wahyu S"]
“Disiplin” merupakan hal sakral yang dihormati dan dijunjung tinggi di pesantren ini; disiplin dalam berfikir, disiplin dalam berkata-kata, dan disiplin dalam berbuat dan berkarya. Kedisiplinan santri yang disertai kesadaran akan tanggungjawab dalam menjalankan rutinitas kehidupan pondok dapat menjadi barometer/tolak ukur dan cermin kecil akan menjadi apa seorang santri setelah alumni nanti.
“Sebesar keinsafanmu, sebesar itulah keberhasilanmu” adalah mutiara Gontor yang tepat untuk menggambarkan bahwa kesadaran diri merupakan kunci pokok dalam menggapai keberhasilan dalam hidup ini; sadar akan kewajiban dan tanggung jawabnya masing-masing. Kyai Zar pernah berpesan, para santri setelah tamat belajar di KMI, Lulus KMI, bukan berarti selesai belajar, sebaliknya baru mulai akan belajar, setelah dibekali ilmu-ilmu dasar untuk dikembangkan.
[caption caption="Tas Sandal adalah senjata yang wajib dibawa untuk menyimpan sandal ketika ditanggalkan. Doc. Wahyu Septrianto"]
Tidak mudah untuk mewujudkan santri ideal yang sesuai dengan motto Gontor; santri yang berbudi tinggi, berbadan sehat, berpengetahuan luas dan berfikiran bebas. Tidak mudah bukan berarti “tidak mungkin”. Dengan pengalamannya berpuluh-puluh tahun mengandung dan melahirkan santri, Gontor cukup handal, terpercaya dan mumpuni dalam memformulasi kesibukan yang tepat dilakukan oleh para santri sejak bangun tidur hingga tidur lagi. Santri dibangunkan sejak pukul 03.30 untuk menemui Tuhan yang selalu turun ke langit bumi di 1/3 malam terakhir, solat subuh berjamaah, dan melanjurkan tadarrus qur’annya.
Setelah itu ilqooul mufrodat (pemberian kosa kata bahasa Arab/Inggris), aktivitas pagi (olahraga, cuci pakaian, belajar, dll), mandi serta sarapan pagi, dan masuk kelas pukul 07.00. Selepas kelas pagi (pukul 12.15) solat dhuhur berjamaah di asrama, pengulangan kosa kata yang sudah diberikan di pagi hari, makan siang dan masuk lagi di kelas sore pada pukul 13.15 hingga pukul 14.45. Disusul setelah itu solat asar berjamaah di asrama, aktivitas sore (olahraga, cuci pakaian, dan lain sebagainya), dan persiapan berjamaah magrib di masjid di masji (pukul 16.45). Pukul 18.00 kembali ke asrama untuk membaca quran bersama yang dilanjutkan dengan mahkamah al lughoh wal amni (pengadilan/sidang bagi pelanggar peraturan beserta sanksinya), makan malam, dan solat Isya' bersama di asrama. Pukul 20.00 masuk ke belajar malam di kelas, jam 22.00 berdoa bersama di asrama untuk tidur panjang sekitar 5 (lima) jam 30 menit.
Seluruh aktifitas padat ini merupakan strategi agar santri terbiasa bergerak dengan dinamis, mempunyai etos kerja dan produktifitas tinggi. Hasan Bashri seorang tokoh Tabi’i pernah berkata “wahai bani adam, sesungguhnya kalian semua hanyalah “kumpulan hari-hari”, maka jika hari telah berlalu berarti telah berlalu sebagian darimu”
[caption caption="Pakaian Rapi, Buku ditenteng ke kantor, seperti orang kantoran dan tetap elegan dengan piring di tangan"]