Mohon tunggu...
Amirudin Mahmud
Amirudin Mahmud Mohon Tunggu... Guru - Pendidik dan pemerhati sosial-politik

Penulis Buku "Guru Tak Boleh Sejahtera" Bekerja di SDN Unggulan Srengseng I Indramayu Blog. http://amirudinmahmud.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

SBY Seperti Mendapat Panggung

25 Oktober 2016   09:50 Diperbarui: 25 Oktober 2016   10:11 505
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Dokumentasi Kompas TV

Pembicaraan kasus HAM, terbunuhnya Munir yang sedang kembali dibicarakan semakin menarik. Paling aktual cuitan mantan presiden SBY terkait masalah tersebut. Selama ini publik mempertayakan  hilangnya dokumen laporan Tim Pencari Fakta (TPF) kasus Munir. Setelah Komisi Informasi Publik (KIP) mengabulkan gugatan para aktivis yang memerintahkan pemerintah membuka informasi laporan TPF ke publik, sekretariat negara mengaku tak memiliki dokumen tersebut. Ini memang sangat aneh, ganjil. Arah pembicaraan mengarah ke SBY. Sebab seperti disampaikan berbagai pihak yang menyaksikan, dokumen tersebut langsung diterima SBY. Belakangan Presiden menunjuk Jaksa agung mencari dokumen dimaksud. Dan Jaksa Agung pun berjanji akan menemui SBY.

Kemarin  (23/10), seperti biasanya, mantan Presiden keenam itu menyampaikan unek-uniknya di media sosial. Dalam akun Twitter pribadinya, @SBYudhoyono, SBY bicara mengenai ramainya pemberitaan media dan perbincangan publik terkait hasil temuan TPF Munir dalam dua pekan terakhir."Saya amati perbincangan publik ada yang berada dalam konteks, namun ada pula yang bergeser ke sana ke mari dan bernuansa politik," kicau SBY.

Kami buka kembali semua dokumen, catatan, dan ingatan kami apa yang dilakukan pemerintah dalam penegakan hukum kasus Munir.Yang ingin kami konstruksikan bukan hanya tindak lanjut temuan TPF Munir, tetapi apa saja yg telah dilakukan pemerintah sejak November 2004.

Kemudian SBY sedikit kilas balik bercerita. Ketika aktivis HAM Munir meninggal, saya masih berstatus sebagai capres. tiga minggu setelah jadi Presiden, Ibu Suciwati (istri almarhum) temui saya," kata SBY. Kurang dari seminggu setelah pertemuan itu (TPF Munir belum dibentuk) kita berangkatkan Tim Penyidik Polri ke Belanda.

Sebenarnya yang diinginkan publik sederhana, apa dukumen itu ada di tangan Bapak? Pak SBY sebenarnya cukup menjawab pertanyaan ini. Jika ada, beliau segera serahkan ke pemerintah. Jika tidak ada, Pak SBY bis menjelaskan apa yang diketahui. Barangkali penjelasan beliau dapat membantu Kejaksaan agung dalam menemukan dokumen penting negara itu.

Tapi bukan SBY jika simpel seperti itu. SBY lebih suka berbelit. Nampaknya, SBY seperti mendapatkan panggung guna tampil ke publik. SBY berencana akan menjelaskan apa saja yang telah dilakukan pemerintah di eranya terkait kasus Munir.

Sebagai orang awam, saya melihat hal itu tidak perlu. Apa yang sudah berlalu biarlah sejarah yang mencatat. Lagi pula, masyarakat sudah dapat menilai, membaca dan mempelajari.  Kenapa?

Pertama,akan memperlebar persoalan. Belum lagi, kepentingan politik praktis yang menyertainya. Padahal persoalannya sangat simpel. Dokumen yang membuat geger negeri ini ada di Bapak atau tidak?

Kedua,jika melebar akan mengaburkan masalah sesungguhnya. Publik sekarang sedang menanti apa hasil temuan TPF itu? Selanjutnya biarlah pemerintah yang sekarang yang menindaklanjuti temuan itu. Atau kalau memang sudah ditindaklanjuti, berilah kesempatan Pemerintah Jokowi-JK meneruskannya. Yang pasti keadilan belum berdiri tegak. Hukum baru menyentuh eksekutor belum sampai pada otak pembunuhan itu.

Singkatnya, sudahlah jangan berbelit-belit. Kalau Pak SBY memegang, menyimpan, atau mengetahui dokeumen itu sebaiknya secepatnya menyampaikan ke Kejaksaan Agung. Kalau Pak SBY mau bernyanyi misalnya,,lain waktu saja. Di panggung lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun