Tak bisa dipungkiri, Pilgub DKI Jakarta adalah pilkada 2017 yang “terseksi”. Terseksi dalam pengertian banyak menarik perhatian publik. Tak hanya di Jakarta, khalayak ramai dalam kurun waktu cukup lama memperbincangkannya. Dari sekian banyak tema, saya ingin melihatnya dari sisi politik. Saya menyebutnya sebagai politik akrobatik.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, akrobat diartikan sebagai kemahiran dalam melakukan berbagai ketangkasan (seperti berjalan di atas tali, naik sepeda beroda satu, menerbangkan pesawat udara). Akrobatik dalam wikipedia.orgdimaknai sebagai penampilan luar biasa yang melibatkan keseimbangan, ketangkasan, dan koordinasi motorik. Hal ini dapat ditemukan pada banyak seni pertunjukan, acara olahraga, dan seni bela diri.
Kenapa politik akrobatik? Sebab saya melihat di Pilkada DKI Jakarta para politisi menampilkan sikap yang tak lazim. Mereka cepat berubah. Mereka menghalalkan segala cara. Merka saling melempar isu, fitnah. Mereka tak pernah lelah menyerang lawan. Di awal, hampir semua politisi menyerang petahana, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Sampai pada akhirnya membentuk tiga poros yang dikomanandoi tiga tokoh nasional yakni Megawati Soekarno Putri, Prabowo Subianto dan Susilo Bambang Yudhoyona (SBY).
Politik tak lain adalah cara menggapai kekuasaan. Dalam berpolitik segala hal dapat dimainkan, digunakan. Agama yang sakral sekalipun kerap dijadikan alat politik. Tapi, di Pigub DKI tidak sekadar itu. Saya melihatnya lebih jauh lagi. Politisi tak sekadar cepat berubah. Mereka menjilat ludahnya sendiri tanpa malu. Mereka berbalik arah, menikung di tengah jalan. Menyerang kanan-kiri. Kawan jadi lawan, juga sebaliknya. Poiitisi di Pilgub DKI laksana para akrobatik yang memainkan aksi di tengah kerumunan massa. Begitu cepat, lincah gerak mereka. Hampir sepanjang tahun 2016 panggung politik di Jakarta memanas, membara.
Akrobat politik
Coba perhatikan aksi akrobatik para politisi di Pilgub DKI Jakarta. Pertama,Ahok, PDIP dan Teman Ahok. Karir politik Ahok dimulai dari Belitung sebagai Bupati. Ahok sempat kalah dalam Pilgub Bangka Belitung. Gubernur Jakarta itu pernah aktif di Partai Indonesia Baru (PIB). Lompat ke Golkar, Ahok menjadi anggota DPR RI. Tahun 2012 bergabung dengan Gerindra dipasangkan dengan Jokowi memenangkan Pilgub DKI. Kemudian menjadi gubernur setelah Jokowi menjadi Presiden. Dan akhirnya, Ahok pun hengkang dari Gerindara karena berbeda pendapat dengan partai tersebut soal pemilukada.
Sebagai politisi non partai, Ahok pernah bermaksud maju dalam Pilkada Jakarta lewat jalur independen bersama komunitas relawan, Teman Ahok. Sukses menggalang 1 juta, Teman Ahok sempat menjauhkan Ahok dari PDIP. Ahok terpaksa berhadapan dengan hampir semua partai politik termasuk PDIP. Konforntasi Ahok bersama Teman Ahor dengan PDIP pun meruncing.
Akhirnya, Ahok pun mengubah haluan mengurungkan niat menggunakan jalur independen memilih partai. Teman Ahok mengalah, merelahkan. Bersama Nasdem, Hanura, Golkar dan PDIP, Ahok didaftarkan sebagai Cagub bersama Djarot Saepul Hidayat dari PDIP.
Lawan menjadi kawan. Edi Marsudi seteru Ahok di DPRD kini menjadi ketua tim sukses Ahok-Djarot. Ketua DPRD Jakarta yang pernah menuduh Ahok telah melakukan deparpolisasi tersebut sekarang harus memikul tanggungjawab mensukseskannya menjadi Gubernur kembali. Tak hanya Edi Marsudi, politisi PDIP lain seperti Masinton Pasaribu yang semula menyerang sang petahana kudu tunduk pada keputusan partai, mensukseskan Ahok menuju DKI-1. Demikian juga dengan Teman Ahok kini mereka bergandengan tangan dengan partai-partai yang sebelumnya dikritisi.
Kedua,Anis Baswedan, politik santun dan mafia. Anda pasti terkejut menyaksikan Anis Baswedan diusung oleh Gerindra dan PKS sebagai Calon Gubernur bersama Sandiago Uno. Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang dikenal santun itu sekarang berjuang menuju DKI-1 bersama mereka yang dulu menjadi lawan politiknya di Pilpres 2014.
Anda pasti ingat, sebagai juru bicara Jokowi-JK bagaimana keras Anis menyerang Probowo. Dalam sebuah kesempatan ia menegaskan kenapa pilihannya jatuh ke Jokowi? Sebab Jokowi tidak memiliki beban moral. Prabowo dianggap sebagai bagian dari masa lalu yang memiliki sejumlah beban moral. Lebih dari itu, Anis menuduh bahwa Prabowo didukung oleh para mafia karena Capres nomor urut satu itu bagian dari mereka. Sekarang Anis telah berdamai dengan tuduhannya sendiri. Tanpa malu, ia menjilat ludahnya sendiri.