Mohon tunggu...
Amirudin Mahmud
Amirudin Mahmud Mohon Tunggu... Guru - Pendidik dan pemerhati sosial-politik

Penulis Buku "Guru Tak Boleh Sejahtera" Bekerja di SDN Unggulan Srengseng I Indramayu Blog. http://amirudinmahmud.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menyikapi Polarisasi Jokowi-SBY

24 Maret 2016   06:17 Diperbarui: 24 Maret 2016   07:56 1207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Jokowi mininjau proyek hambalang yang mangkrak (kompas.com)"][/caption]Judul dan tulisan ini tidak bermaksud menjadikan kedua tokoh itu berhadapan, berkonfrontasi. Untuk itu, mengawali tulisan, sebaiknya kita memahami terlebih dahulu apa polarisasi itu. Polarisasi, menurut kbbi.web.id  ialah pembagian atas dua bagian (kelompok orang yang berkepentingan dan sebagainya) yang berlawanan. Saya melihat pemberitaan baik di media cetak maupun elektronik juga media sosial, masyarakat terbelah mengikuti perkembangan poltik terkait Jokowi-SBY.  Kalau saat Pilpres bisa dimaklumi.  Terbelahnya mereka karena calon presiden hanya dua.  Tapi kalau sekarang, nampaknya ada yang salah. Ada yang perlu kita koreksi bersama.

Sejak  Presiden Joko Widodo dilantik dan memimpin pemerintahan, mantan Presiden Soesilo Bambang Yudoyono (SBY) senantiasa mengikutinya. SBY kerap kali mengkritisi kebijakan yang diambil Jokowi. Beliau membandingkannya dengan masa saat memimpin negeri ini. SBY juga menampik berbagai hal yang dianggap publik sebagai warisan yang membebani pemerintahan baru. Kritik, sarannya disampaikan SBY di media sosial seperti twiter. Publik dengan mudah mengaksesnya. Cuitan SBY kadang ditanggapi pula oleh Jokowi. Jadilah isu politik. Masyarakat yang mengikuti menjadi terbelah. Mereka saling adu argumen menguatkan tokoh yang dipilihnya. Ironisnya, tidak sedikit yang telah keluar dari koridor diskusi. Mereka saling mengejek, menyudutkan, juga mengecam.

Paling mutakhir tentang  Tour de Java yang dilakoni SBY. Tour de Java dimulai sejak 8 Maret dari Bekasi, Jawa Barat. Perjalanan SBY dan rombongan  melintas sejumlah daerah dari Jawa Barat, Jawa Tengah, hingga Jawa Timur, serta ditutup dengan rapat konsolidasi dengan ketua DPD, pengurus DPP, dan puluhan anggota Fraksi Partai Demokrat DPR RI di  Surabaya.

Dalam Tour de Java, SBY kembali melancarkan  kritik terkait berbagai hal. SBY mengkritik soal pemborosan uang negara dalam pembangun infrastruktur ala Jokowi. Juga soal programnya saat memerintah yang dihapus. SBY sempat menegaskan kalau program yang dulu saya canangkan dilanjutkan walau berganti nama itu dimaklumi. Tapi kalau ada program yang baik untuk rakyat ditiadakan itu sangat disayangkan.

SBY dan partai Demokrat dibaca oleh publik sedang menjajagi suara rakyat. Partai yang di ujung pemerintahan SBY menghadapi berbagai masalah itu ingin memantau secara langsung aspirasi masyarakat. Aspirasi yang diterima di lapangan akan dikaji lebih jauh. Dan tentu segera mengambil langkah politik strategis.  Dalam Tour De Java tersebut, Isu pencalonan kembali, atau pencalonan Ani Yudhoyono di Pilpres 2019 pun mencuat.  Bahkan di media sosial, Ani Yudhoyono disiapkan sebagai capres Demokrat mendatang menjadi trendding topic. Sebagian elit partai berlambang mercy  itu pun mengamini.

Secara kebetulan, Presiden Jokowi melakukan blusukan ke Hambalang. Jokowi melihat langsung mega proyek yang terhenti karena banyak kasus korupsi.  Jokowi menegaskan akan memerintahkan jajaranya dalam pemerintahan untuk mengkaji ulang apakah bisa dilanjutkan atau tidak? Karena ini terkait uang negara yang tidak sedikit.

Blusukan ala Jokowi ini terjemahkan oleh para pengamat sebagai serangan balik Jokowi pada SBY. Pengamat politik dari Indobarometer, M Qodari, menilai, blusukan Presiden Joko Widodo ke area pembangunan pusat olahraga Hambalang yang mangkrak merupakan sindiran keras terhadap SBY. Blusukan itu bukan sekadar bicara warisan Pak SBY, melainkan juga pembangunannya yang dihentikan karena banyak kasus korupsi dari sana yang melibatkan tokoh-tokoh Partai Demokrat. (Sumber)

Koreksi bersama

Melihat polarisasi di atas, rasanya perlu pemahaman bersama pada hal-hal berikut. Anggap saja ini sebagai koreksi bersama kita semua. Pertama, masyarakat diminta tidak belebihan dalam mencinta dan membenci tokoh. Polarisasi masyarakat sebenarnya terjadi karena mereka berlebihan dalam mencintai atau membenci. Dalam media sosial, mencintai berlebihan disebut lover. Sebaliknya, hatter bagi yang membenci.  Sikap lovers dan hatters terhadap tokoh  semisal Jokowi- SBY yang membuat masyarakat kita terbelah. Sebab itu, ke depan kita semua dituntut untuk bersikap proporsional dalam menilai, mengagumi seorang tokoh.

Kedua, kritik itu idealnya menyertakan solusi. Terkait dengan ini ada cerita menarik. Ada seorang pelukis pemula ingin  menguji lukisannya. Ia meletakan  salah satu lukisannya di pinggir jalan.  Kemudian ia menuliskan pesan, saya adalah pelukis baru. Mungkin ada beberapa kesalahan pada lukisan saya. Silakan beri tanda silang di tempat saya membuat kesalahan.  Sore harinya, saat ia kembali ke jalan itu, dia mendapati lukisannya sudah dipenuhi tanda silang.

Lain waktu, sang pelukis melakukan hal yang sama kembali memajang tulisan  jalan yang ramai. Kali ini denga pesan berbeda. Ia menulis,  saya adalah pelukis baru. Mungkin ada beberapa kesalahan pada lukisan saya. Saya menyediakan kuas dan cat warna. Kalau Anda menemukan sesuatu yang kurang sempurna, silakan perbaiki agar menjadi lebih baik. Sorenya, saat ia  terkejut karena melihat lukisannya tidak berubah. Tidak ada seorangpun yang menyentuhnya. Tidak satupun yang melakukan perbaikan pada lukisannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun