Mohon tunggu...
Amirudin Mahmud
Amirudin Mahmud Mohon Tunggu... Guru - Pendidik dan pemerhati sosial-politik

Penulis Buku "Guru Tak Boleh Sejahtera" Bekerja di SDN Unggulan Srengseng I Indramayu Blog. http://amirudinmahmud.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Guru Itu Harus Sakti

7 April 2016   20:17 Diperbarui: 7 April 2016   20:26 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Guru dalam kelas. (kompas.com)"][/caption]

Pendidikan merupakan salah satu faktor menentukan kemajuan sebuah bangsa. Sayangnya, pendidikan di Indonesia masih belum merata dan membutuhkan peningkatan kualitas. Menurut Namim AB Solihin (2015), seorang motivator dan trainer pendidikan, setidaknya ada empat permasalahan pendidikan yang masih dihadapi di Indonesia. Keempatnya adalah kurikulum, guru, budaya literasi di kalangan pendidikan yang masih lemah, dan buku teks pelajaran yang digunakan masih lower order thinking skill (LOTS).

Salah satu yang disorot oleh banyak pihak termasuk Namim AB Solihin adalah guru. Guru dianggap sebagai ujung tombak dalam dunia  pendidikan. Guru memilki peran penting dalam pendidikan. Diantara peran guru adalah mencerdaskan, memberi ketrampilan, dan menjadikan siswa manusia berkhlak dan berkarakter.  Ini jelas bukan peran sepele. Ini tanggung jawab besar bagi seorang berprofesi sebagai guru. Sebagai sebuah tanggungjawab, guru wajib mengemban dan memikulnya dengan baik. Tanggungjawab adalah amanat. Amanat kudu ditunaikan. Amanat  akan dimintai pertanggungjawaban.

Pemerintah telah mengupayakan berbagai program untuk meningkatan kualitas dan profesionalitas guru. Diantara program itu adalah tunjangan sertifikasi guru (TPG). Sertifikasi guru adalah proses peningkatan mutu dan uji kompetensi tenaga pendidik dalam mekanisme teknis yang telah diatur oleh pemerintah melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan setempat, yang bekerjasama dengan instansi pendidikan tinggi yang kompeten, yang diakhiri dengan pemberian sertifikat pendidik kepada guru yang telah dinyatakan memenuhi standar profesional.

Seperti disebutkan dalam UU Nomor No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, TPG bertujuan menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, meningkatkan proses dan mutu hasil pendidikan, meningkatkan martabat guru meningkatkan profesionalitas guru.

Nyatanya, TPG tidak banyak membawa perubahan. Guru tetap disorot tajam. Guru dianggap tidak berubah pasca pemberian TPG. Guru lebih sejahtera iya, tapi tetap tak berkualitas. TPG hanya mengubah kehidupan dan kesejahteraan para guru. Hafid Abbas (2015), guru besar Fakultas  Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta, menilai sertifikasi guru melalui portofolio dan pelatihan 90 jam tak lebih dari formalitas belaka. Guru tidak dilatih, melainkan hanya diberi sertifikat secara cuma-cuma. Hafid mengusulkan revisi sertifikasi guru karena TPG yang diberikan tidak memberi dampak perbaikan atas mutu pendidikan nasional. 

Guru sakti

Untuk melaksanakan amanat mulia di atas, menurut hemat saya, menjadi guru itu harus SAKTI. SAKTI itu maksudnya sehat, agamis, kompeten, terampil dan inovatif. Kelima kata kunci itu tidak sekadar  selalu diingat tapi harus ada pada guru.  Guru diminta menjaga, mengembangkan kelima hal itu. 

Guru sakti akan mampu mengantarkan peserta didik pada tujuan pendidikan. Yaitu menjadi  manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Berikut kelima kata kunci itu. Pertama, guru harus sehat. Kesehatan sangat penting bagi guru. Kewajiban mengajar 24 jam perminggu menuntut hal itu. Dalam mendidik dan mengajar guru butuh stamina prima. Guru tak boleh loyoh. Karenanya, guru mesti menjaga kesehatan dengan berolahraga, mengatur pola makan. Guru pula kudu bebas narkoba. Narkoba adalah sumber petaka. Narkoba tak hanya merusak kesehatan. Lebih jauh, narkobah merusak hidup seseorang.

Sehat tidak hanya jasmani, ruhani guru pun dituntut hal sama. Saat masuk kelas, pikiran guru harus fokus. Tidak boleh terbelah. Persoalan di luar tugas harus ditinggal di luar ruang kelas. Problematika hidup tidak boleh dicampur aduk dalam proses belajar mengajar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun