Di era sekarang, menjadi guru tidaklah mudah. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahatuan dan teknologi, pandangan masyarakat terhadap guru telah bergeser, berubah. Penghormatan, ketaatan dan kepercayaan terhadap guru menjadi memudar. Sebab, sekarang guru bukan segalanya lagi seperti tempo dulu. Banyak peran guru telah tergantikan oleh yang lain. Sebagai sumber informasi misalnya, guru digantikan oleh media baik cetak maupun elektronik. Sebagai sumber ilmu, guru tergantikan oleh mesin pencarian seperti goegle atau lainnya.
Kemajuan zaman mengantarkan manusia memahami dan menyadari hak-hak dasarnya sebagai makhluk tuhan terbaik serta termulia di bumi. Hak asasi manusia (HAM) menjadi sesuatu yang sangat istimewa dan diistimewakan dalam kehidupan manusia modern. HAM, bahkan oleh sebagian kalangan dianggap seperti agama.Â
Menurut  wikipedia.org HAM adalah adalah prinsip-prinsip moral atau norma-norma, yang menggambarkan standar tertentu dari perilaku manusia, dan dilindungi secara teratur sebagai hak-hak hukum dalam hukum kota dan internasional. Mereka umumnya dipahami sebagai hal yang mutlak sebagai hak-hak dasar "yang seseorang secara inheren berhak karena dia adalah manusia" , dan yang "melekat pada semua manusia" terlepas dari bangsa, lokasi, bahasa, agama, asal-usul etnis atau status lainnya. Ini berlaku di mana-mana dan pada setiap kali dalam arti yang universal, dan ini egaliter dalam arti yang sama bagi setiap orang.[Â
HAM membutuhkan empati dan aturan hukum[dan memaksakan kewajiban pada orang untuk menghormati hak asasi manusia dari orang lain. Mereka tidak harus diambil kecuali sebagai hasil dari proses hukum berdasarkan keadaan tertentu; misalnya, hak asasi manusia mungkin termasuk kebebasan dari penjara melanggar hukum, penyiksaan, dan eksekusi.
Tak terelakan, penegakan HAM juga memasuki dunia pendidikan. Guru sebagai aktor utama dalam pendidikan diminta berhati-hati dalam melaksanakan tugas mulianya yakni mendidik, membimbing dan melatih peserta didik. Mereka tidak boleh melanggar HAM dalam melaksanakan tugas dan fungsinya mencerdaskan anak bangsa. Guru dilarang menggunakan kekerasan dalam kegiatan belajar mengajar. Kekerasan tidak hanya yang bersifat fisikis seperti memukul, kekerasan psikis pun tidak boleh dilakukan oleh guru.Hukuman bukan lagi menjadi alat pendidikan.
Kalau dulu, yang namanya guru bebas melakukan apa saja dalam mendidik anak didik. Guru bisa mencubit, memukul (pukulan ringan tentunya) atau jenis hukuman lainnya. Hukuman (saat itu) merupakan alat mendidik. Saya masih ingat, bagaimana saya dilempar penghapus oleh guru karena bermain saat pembelajaran. Dipukul kayu ketika terlambat datang. Dijewer saat tak hapal pelajaran. Ditendang saat berkelahi dengan teman. Berdiri di depan kelas dengan satu kaki jika tak menggunakan seragam sekolah. Di jemur di halaman sekolah, dan masih banyak lagi jenis hukuman dari guru yang diasumsikan sebagai alat pendidikan.
Belakangan, seperti diberitakan harian Radar Cirebon (20/10), seorang guru berinisial N melaporkan orang tua siswa ke pihak kepolisian. Pasalnya guru sebuah madrasah ibtidaiyah (MI) di kecamatan Kapetakan Kabupaten Cirebon tersebut mengaku mendapat perlakuan kekerasan dari wali peserta didik. Orang tua siswa seketika datang ke sekolah, menampar guru berusia 36 tahun tersebut. Tak cukup, dia pun sempat menodongkan senjata api kepada guru kelas lima itu. Kasusnya sekarang berada di tangan Polsek Kapetakan. Menurut Kapolsek AKP Sayidi SH, pihaknya perlu melakukan penyelidikan mendalam guna mengungkap kejadian yang sebenarnya.
Pelajaran untuk semua
Terlepas dari kasus di atas, menurut hemat saya guru dan orang tua siswa wajib melakukan reflleksi diri. Mereka (kedua bela pihak) sepantasnya memahami peran, fungsi, dan kewajiban masing-masing. Ada beberapa hal yang kudu dipahami bersama oleh guru juga orang tua peserta didik.Â
Pertama,guru sepatutnya menyadari bahwa zaman terus berubah. Apa yang dulu dianggap baik, sekarang bisa jadi dinilai buruk. Apa yang dulu pantas dilakukan, kini bisa jadi tak boleh dilaksanakan. Teori pendidikan tempo dulu meyakini bahwa hukum adalah salah satu alat pendidikan. Sekarang, tentu tidak lagi. Sebab itu, seperti disinggung sebelumnya kekerasan apapun bentuknya dilarang dilakukan di dalam kelas. Kekerasan terhadap anak tidak boleh dilakukan tidak saja ketika di sekolah, di rumah pun orang tua tak boleh melakukannya.
 Kedua,mendidik itu kudu dilakukan secara manusiawi. Mendidik secara manusiawi artinya memperlakukan peserta didik selayaknya manusia.  Gurunya manusia mengajar dan mendidik dengan hati. Mengajar dan mendidik dengan ikhlas mempercepat hubungan harmonis dan nyaman dengan siswa. Satu sama lain saling menghargai dan menyayangi. Keikhlasan hati dan kasih sayang akan menghindarkan guru dari kekerasan dalam mengajar dan mendidik baik kekerasan fisik maupun pisikis. Tidak ada bentakan, marah-marah apalagi pukulan.Â