Kemudian rumah juga membutuhkan perpustakaan. Paling tidak ruang membaca. Kewajiban orang tua untuk menyisihkan uang belanja guna membeli buku bacaan untuk keluarga. Buku di Indonesia memang tidak murah. Mungkin lebih tepat menyebutnya sangat mahal. Di sini kelihaian orang tua dalam mengelola keuangan keluarga menjadi penting. Tapi saya yakin jika ada kemauan dan tekad jalan keluar pasti selalu ada. Sangat disayangkan bagi mereka yang secara ekonomi lebih namun tak ada tekad untuk itu. Mereka lebih memilih membelanjakan uangnya untuk yang lain dibanding untuk buku bacaan.
Sediahkan fasilitas membaca sesuai kemampuan. Jika menghadirkan ruangan khusus tak mampu buatlah sudut baca dalam rumah. Pajang buku yang dimilki. Fasilitas memang penting, tapi yang terpenting adalah membakar semangat anak-anak dan anggota keluarga yang lain dalam membaca buku. Fasilitas lengkap pun akan tak bermanfaat banyak jika spirit budaya literasinya lemah.
Bacakan cerita, dongeng atau apa saja untuk si kecil yang belum dapat membaca. Membacakan sesuatu untuk anak sangat bermanfaat. Kurangi kegiatan menonton. Menonton TV yang berlebihan misalnya tak baik untuk perkembangan budaya literasi anak-anak. Penelitian terbaru mengungkap anak usia balita yang terekspose dengan banyak bacaan di rumah memperlihatkan pola aktivasi otak yang berbeda dengan anak yang jarang dibacakan buku cerita. Ini artinya, membacakan buku cerita kepada anak kecil dapat membantu menyiapkan otak mereka untuk belajar membaca. American American Academy of Pediatrics merekomendasikan agar orang tua yang memiliki anak di bawah usia tiga tahun mendongengi bayinya sebagai bentuk stimulasi belajar tahap awal. (http://www.republika.co.id/)
Kemudian ajaklah anggota keluarga ke tokoh buku. Dekatkan mereka dengan buku. Tanamkan kegemaran membeli buku. Sebelum berangkat, ajaklah mereka mendiskusikan tema-tema bacaan yang dibutuhkan. Hadirkan tema-tema yang menarik. Di sini penguasaan orang tua terhadap permasalahan yang lagi populer atau buku baru dibutuhkan. Sehingga ketika sudah sampai di tokoh buku, mereka lebih bersemangat mencari buku yang diinginkan.
Bisa juga mengajak mereka ke perpustakaan terdekat. Ke perpustakaan sekolah, atau perpustakaan daerah misalnya. Tujuannya tak lain untuk mendekatkan anak-anak ke sumber bacaan sekaligus menanamkan kecintaan mengunjungi perpustakaan.
Lebih jauh, anak pada batas tertentu dilatih menuliskan hasil bacaan. Belajar menulis kudu dibiasakan sedini mungkin. Orang tua kemudian menyediahkan media untuk memasangnya. Buat mading di sudut rumah. Menampilkan karya anak sangat baik bagi motivasi mereka guna terus berkarya dan berkarya. Â Maka dari rumah diaharpkan akan lahir generasi penulis.
 Singkatnya, budaya literasi harus kita bangun. Membangunya dimulai dari rumah kita masing-masing. Bukankah rumah adalah sekolah pertama dan utama? Tak ada alasan bagi kita, bangsa Indonsia  untuk tidak bergerak, tidak berbuat sesuatu ketika budaya literasi tertinggal jauh dengan bangsa lain.Wa Allahu Alam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H