Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) meminta pemerintah memblokir layanan mesin pencari Google dan YouTube. ICMI beralasan, kedua layanan tersebut menjadi lahan penyebaran konten pornografi dan kekerasan. Lebih jauh, organisasi cendekiawan yang pernah jaya di akhir era orde baru itu menyebutkan bahwa rata-rata pelaku kekerasan seksual memakai Google dan YouTube sebagai alat pencari inspirasi. Inspirasi yang dimaksud berupa konten porno dan rangsangan seksual.
Permintaan pemblokiran Google dan YouTube oleh ICMI ini diperkuat oleh kondisi belakangan ini. Hampir semua pelaku pornografi dan kejahatan seksual mengaku mendapatkan rangsangan dan inspirasi dari tayangan porno yang bersumber dari mesin pencari Google dan YouTube yang mudah diakses, baik melalui komputer maupun telepon genggam. Google dan YouTube dianggap sebagai penyebab tindak kekerasan dan aksi pornografi di tanah air.
Sekretaris Jendral ICMI, Jafar Hafsa menegaskan, Google dan YouTube secara bebas telah menebarkan konten-konten pornografi dan kekerasan tanpa kontrol sedikit pun. Google dan Youtube telah memberikan dampak negatif bagi Indonesia, jika mereka tidak dapat mengontrol situs-situs yang mereka unggah untuk masyarakat.
Jafar menjelaskan lebih lanjut, beberapa waktu lalu Google dan Youtube berhasil memblokir, menghapus, dan menekan berita dan video radikalisme, mengapa pada saat ini Google dan Youtube enggan untuk menghapus konten-konten mereka yang berbau pornografi dan kekerasan. Jika Youtube dan Google menolak untuk mengontrol situs merek maka situs mereka layak untuk di blokir. Jutaan konten pornografi dan kekerasan ada di situs tersebut (Sumber).
Terkait dengan usulan tersebut, Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Kominfo Ismail Cawidu menegaskan bahwa Indonesia merupakan negara Demokrasi yang menjamin kebebasan mendapatkan informasi. Karena itu pemblokiran situs, seperti diminta ICMI, tidak dapat dilakukan. Sebagai negara Demokrasi, Indonesia tidak mungkin memblokir situsnya. UUD 1945 Pasal 28 F kan menjamin kebebasan orang untuk mencari informasi. (Sumber)
Permintaan ICMI di atas mengejutkan banyak pihak. Sebab, usulan atau saran tersebut terkesan sangat emosional. Padahal, ICMI adalah organisasi tempat para cerdik cendikia berserikat. Dalam ICMI banyak pemikir, ilmuwan, juga agamawan. Organisasi yang di akhir era Orde Baru menjadi mesin pemikiran bagi pemerintah itu tak sepantasnya mengemukakan pemikiran seperti itu. Pemikiran tentang pemblokiran Youtube dan Google sangat tidak cerdas. Terkesan kekanak-kanakan.
Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia disingkat ICMI adalah sebuah organisasi cendekiawan muslim di Indonesia yang dibentuk pada tanggal 7 Desember 1990 di sebuah pertemuan kaum cendekiawan muslim di Kota Malang tanggal 6-8 Desember 1990.
ICMI didirikan dengan harapan menjadi salah satu institusi yang memperkuat interaksi Islam sebagai kekuatan politik dengan birokrasi dan pembuat keputusan. Dari proses interaksi ini, diharapkan keluar kebijaksanaan-kebijaksanaan yang berguna bagi pembangunan kesejahteraan umat dan peningkatan kualitas manusia serta pengembangan bidang spiritual. (Sumber)
Misi penting ICMI seperti yang ditegaskan oleh Gumoto Saparie, fungsionaris ICM Jateng adalah menghimpun partisipasi umat Islam dan meningkatkan partisipasi tersebut. Kurangnya partisipasi umat Islam sebenarnya lebih banyak disebabkan karena kualitas sumber daya manusia katimbang hambatan doktriner yang bersumber pada pandangan teologis. Karena itu, tujuan himpunan ICMI difokuskan pada kualitas manusia yang disimbolkan dengan huruf “K”. Dengan kata lain, tujuan ICMI adalah pencapaian 5K atau lima kualitas manusia, kualitas iman, kualitas pikir, kualitas kerja, kualitas karya, dan kualitas hidup. (Sumber)
ICMI pada awal kelahiranya bak meteor yang langsung melejit di langit politk Indonesia. ICMI yang dimotori oleh tokoh nasional sekelas B.J Habibi, M. Dawam Raharja, Malik Fajar, Emil Salim dan lainnya kini nyaris hilang. Peranya yang aktif dan menonjol di era 90 an seperti lenyap ditelan oleh zaman. ICMI nyaris tak terdengar, terlihat lagi peran dan sumbangsi pemikirannya bagi bangsa ini.
Dalam keadaan seperti itu, sekarang ICMI mengusulkan pemikiran yang aneh dan emosional. Ada apa dengan ICMI sebenarnya? Apa ini bagian dari strategi sebagai upaya mengibarkan kembali bendera ICMI di pentas nasional? Atau semisal orang tidur yang sedang mengigau? Bukankah ICMI dalam tidur panjang?