Mohon tunggu...
Amirudin Mahmud
Amirudin Mahmud Mohon Tunggu... Guru - Pendidik dan pemerhati sosial-politik

Penulis Buku "Guru Tak Boleh Sejahtera" Bekerja di SDN Unggulan Srengseng I Indramayu Blog. http://amirudinmahmud.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kinerja Menurun, Kenapa Tunjangan Naik?

20 September 2015   05:50 Diperbarui: 20 September 2015   08:40 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Uang bulanan yang diterima para anggota Dewan Perwakilan Rakyat mulai Oktober 2015 mendatang dipastikan bertambah setelah usulan kenaikan tunjangan untuk anggota dewan disetujui pemerintah. Para anggota DPR akan menerima sejumlah tunjangan, di antaranya tunjangan kehormatan, komunikasi intensif, peningkatan fungsi pengawasan dan anggaran, serta bantuan langganan listrik dan telepon, seperti yang tercantum di Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2016. Besaran tunjangan kehormatan untuk anggota DPR, misalnya naik dari Rp3,7 juta menjadi Rp5,5 juta. Kemudian bantuan langganan listrik dan telepon naik dari Rp5,5 juta menjadi Rp7,7 juta. Kenaikan tunjangan anggota DPR ini tercantum dalam Surat Menteri Keuangan No S-520/MK.02/2015 tertanggal 9 Juli 2015.

Penolakan pun bermunculan, bahkan sebagian datang dari beberapa anggota dewan sendiri seperti Masinton Pasaribu dari PDI-P, juga politisi Partai Demokrat Syarif Hasan. Walau penolakan mereka dianggap oleh publik sebagai pencitraan semata. Karena mereka menolak saat usulan telah disetujui oleh Pemerintah dan ditandatangani oleh Menteri keuangan bukan saat diusulkan. Berbagai elemen masyarakat mengkritik kenaikan tersebut. Publik merasa belum sepantasnya tunjangan mereka dinaikkan karena rendahnya kinerja selama ini. Yenny Sucipto, sekretaris jenderal Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (Fitra) bahkan memandang kenaikan tunjangan anggota DPR tidak etis di tengah kondisi ekonomi Indonesia yang terpuruk.

Koordinator investigasi sekretaris nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (seknas Fitra) Apung Widadi mengatakan sebenarnya gaji anggota dewan sudah lebih dari cukup. Dari surat edaran Setjen DPR, setelah dipotong iuran wajib anggota Rp 478.000, dan pajak PPH Rp 1.729.608, total gaji pokok dan tunjangan bersih anggota DPR nilainya mencapai Rp 16.207.200. Yaitu terdiri dari gaji pokok Rp 4.200.000, tunjangan istri Rp 420.000, tunjangan anak Rp 168.000. Uang sidang paket Rp 2.000.000, tunjangan jabatan Rp 9.700.000, tunjangan beras Rp 198.000, dan tunjangan PPH Rp 1.729.608. Wakil rakyat juga menerima penerimaan lain-lain, seperti tunjangan kehormatan yang jumlahnya Rp 4.460.000 untuk ketua alat kelengkapan. Wakil ketua alat kelengkapan dewan mendapat Rp 4.300.000 sedangkan Rp 3.720.000 untuk anggota alat kelengkapan dewan. Ada juga tunjangan komunikasi sebesar Rp 14.140.000, untuk semua anggota DPR. Selain itu anggota DPR juga mendapat tunjangan peningkatan fungsi pengawasan dan anggaran Rp 3.500.000 untuk ketua alat kelengkapan, Rp 3.000.000 untuk wakil ketua alat kelengkapan, dan Rp 2.500.000 untuk anggota alat kelengkapan. Anggota DPR juga mendapat biaya penelitian dan pemantauan peningkatan fungsionalitas konstitusional dewan sebesar Rp 600.000 untuk ketua alat kelengkapan dewan. Wakil ketua alat kelengkapan dewan mendapat Rp 500.000. Anggota DPR juga mendapat dukungan biaya bagi anggota komisi yang merangkap anggota badan panitia anggaran sebesar Rp 2.000.000 untuk ketua alat kelengkapan, Rp. 1.500.000 untuk wakil ketua alat kelengkapan, dan Rp 1.000.000 untuk anggota alat kelengkapan. Belum cukup, pemerintah juga memberikan dukungan biaya listrik dan telepon Rp 5.500.000 untuk semua anggota DPR. Selain itu, juga ada biaya penyerapan aspirasi masyarakat sebesar Rp 8.500.000 untuk semua anggota DPR.( http://www.jpnn.com/)

Kinerja menurun

Berbagai tunjangan dengan angka-angka cukup besar itu sayangnya tak dibarengi dengan kinerja yang baik. Kinerja DPR RI periode 2014-2019 ini dinilai banyak kalangan tak lebih baik dari periode sebelumnya, bahkan  cenderung lebih buruk. Mereka hanya ribut dan gaduh terkait dengan kepentingan politk masing-masing. Sejak  pelantikan, mereka memperebutkan kursi pimpinan dan kelengkapan dewan lain. KMP dan KIH mempertontonkan keegoan, ambisi masing-masing. Energi terkuras habis berbulan-bulan dalam perkelahian ini. Saya ingat ucapan Presiden Abdurrahman Wahid yang menjuluki mereka (baca:anggota Dewan) anak TK.Ucapan yang dulu menggemparkan politik tanah air itu ternyata benar adanya. Kedewasaan rakyat pilihan ini tak terlihat sama sekali. DPR lebih senang mempertunjukan sandiwara koaliasi KIH dan KMP, ajang tarik menarik kepentingan politik   kelompok,  tawar menawar dan bagi-bagi kekuasaan dan pertunjukan lain yang tidak seharusnya terjadi.

Dalam hal legislasi, DPR juga terlihat miskin prestasi. Dari 39 Rancangan Undang-Undang yang masuk dalam prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2015, hanya tiga RUU yang telah selesai dibahas dalam keputusan Rapat Paripurna.  Sebuah prestasi yang sangat tidak sebanding  dan tidak seimbang dengan kecerdasan dan kepintaran yang mereka miliki serta  pendapatan yang mereka terima setiap bulannya. Kaitan dengan ini, Wakil ketua DPR, Agus Hermato sendiri mengakui bahwa dalam hal pembahasan Undang-undang anggota dewan jauh tertinggal dari target yang telah ditetapkan mereka sendiri

Belum lagi soal kehadiran. Kebiasaan membolos saat sidang sudah menjadi rahasia umum yang memalukan sekaligus memilukan. Sampai dalam acara sepenting peringatan ulang tahun DPR RI yang ke-70 saja hampir separuh lebih anggota tak hadir. Berdasarkan laporan CNN Indonesia, anggota dewan yang datang pada acara terssebut  tercatat hanya 288 orang dari total 560 orang anggota. Anggota dewan yang datang berasal dari PDIP 65 anggota, Golkar 50 anggota, Gerindra 35 anggota, Partai Demokrat 25 anggota,  PAN 22 anggota,  PKB 25 anggota, PKS 21 anggota, PPP 20 anggota,  Partai NasDem 15 anggota dan Hanura 10 anggota. Bukankah ini memprihatinkan? Di mana tanggung jawab mereka sebagai wakil rakyat? (http://www.cnnindonesia.com/)

Walhasil, tak adil dan tak masuk akal rasanya bila kinerja buruk anggota DPR diapresiasi dengan kenaikan tunjangan mereka. Apalagi kenaikan dilakukan saat kondisi ekonomi negara yang sedang krisis. Sungguh, tak etis. Apa mereka tak memilki rasa empati pada rakyat yang diwakilinya  yang sedang kesulitan dalam segala hal? Sekarang saatnya mereka berpikir ulang, merenungkan apa yang telah diusulkan setelah rakyat menjerit, meneriakkan ketidakadilan. Saya kira belum terlambat bila mereka merubah keputusan, membatalkan kenaikan tunjangan. Apa itu mungkin? Hanya waktu dan hati nurani anggota Dewan yang terhormat yang akan menjawabnya. Wa Allahu Alam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun