Mohon tunggu...
Amir Tohari
Amir Tohari Mohon Tunggu... -

Terus berupaya menjadikan hidup lebih bermakna bagi sesama ....

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kita Masih Butuh Penataran P4

1 Juni 2013   13:03 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:41 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Setiap tanggal 1 Juni, kita memperingati hari lahirnya Pancasila. Penetapan Pancasila sebagai dasar negara, tentunya melalui proses yang panjang dan perdebatan yang sengit dari para pendiri republik ini. Kesepakatan untuk menjadikan Pancasila, bukanlah sesuatu pemaksaan kehendak dari satu kelompok pada kelompok lainnya. Melainkan sebuah kesadaran bersama dalam membentuk sebuah negara yang merdeka dan berdaulat.

Ir Soekarno, dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945 mengungkapkan “....Kita mendirikan negara Indonesia, yang kita semua harus mendukungnya. Semua buat semua! Bukan Kristen buat Indonesia, bukan golongan Islam buat Indonesia, bukan Hadikoesoemo buat Indonesia, bukan Van Eck buat Indonesia, bukan Nitisemito yang kaya buat Indonesia, tetapi Indoesia buat Indoesia. Semua buat semua! Jikalau saya peras yang lima menjadi tiga, dan yang tiga menjadi satu, maka dapatlah saya satu perkataan Indonesia yang tulen, yaitu perkataan “gotong-royong”. Alangkah hebatnya! Negara Gotong-Royong!...."

Dari waktu ke waktu, perjalanan Pancasila sebagai dasar negara terus mengalami dinamika yang sangat menarik. Dari yang sempat dianggap sesuatu yang sakral, hingga muncul wacana-wacana dari kelompok masyarakat yang mulai berani mempertanyakan tentang Pancasila tersebut.

Terlepas dari suka atau tidak, pada era orde baru gerakan pengamalan Pancasila melalui jalur pendidikan formal sangatlah kuat. Bahkan dalam setiap tahapan di pendidikan umum, selalu ada yang namanya penataran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila). Menurut saya, P4 adalah sebuah tujuan yang sangat mulia dalam hal menjadikan Pancasila sebagai dasar negara secara benar.

Meski penataran P4 terus digalakkan dan digerakkan, namun dalam hal pengamalan memang belum sesuai dengan harapan. Namun patut diacungkan jempol, program P4 tersebut sangatlah baik untuk menjadikan Pancasila sebagai falsafah hidup berbangsa dan bernegara dan tidak hanya slogan belaka. Kalaupun ada penyimpangan, sebenarnya bukan program P4 nya yang salah, melainkan secara person orangnya yang tidak bisa menghayati dan kemudian mengamalkannya.

Seiring dengan roda reformasi di negeri ini, P4 sebagai bagian dari pengenalan Pancasila melalui pendidikan formal musnah bersamaan dengan tumbangnya rezim orde baru. Menurut saya, Pancasila bukanlah program dari sebuah rezim namun sebuah cita-cita luhur dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dimana didalamnya terkandung soal Ketuhanan Yanga Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradap serta Persatuan Indonesia. Sehingga, sebagai bagian dari upaya menanamkan idiologi sejak dini di pendidikan formal, program P4 masih layak. Sekali lagi ini hanya satu dari sekian jalan untuk membumikan Pancasila bagi anak bangsa.

Dalam memperingati hari lahir Pancasila, 1 Juni 2013 ini sudah saatnya semua komponen bangsa ini untuk bisa merenungi apa dan bagaimana Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini. Apakah dasar negara tersebut masih sebatas slogan belaka. Padahal di sisi lain, gerakan yang secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi mengungkit lagi soal penetapan dasar negara, masih menjadi ancaman.

Yang jadi pemikirian kita, tentunya soal bagaimana membumikan dan menanamkan idiologi tersebut kepada segenap masyarakat Indonesia, dari rakyat hingga pemimpin negeri ini. Dengan harapan, bahwa ke depan, kebijakan maupun produk perundang-undangan masih dalam kerangka Pancasila meski berada di era globalisasi. Harus diakui, rakyat sekarang ini masih mempunya kearifan, kesalehan sosial, tata nilai Pancasila. Persoalannya, bagaimana kita memassifkan kekuatan rakyat dengan Pancasila sbg alat kritis rakyat dalam mengoreksi pemimpinnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun