Joko Widodo dan Jusuf Kalla atau Jokowi-JK telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai pemenang pemilihan presiden (Pilpres) Republik Indonesia tahun 2014. Kemenangan tersebut bisa dikatakan sebagai kemenangan relatif mutlak dikarenakan selisih suara yang cukup jauh, yaitu mencapai lebih dari 8.400.000 (delapan juta empat ratus ribu) suara. Meskipun tidak bisa dipungkiri bisa saja terjadi kecurangan yang dilakukan oknum-oknum tertentu untuk memenangkan baik kubu No.1 maupun No.2, namun selisih suara yang sangat banyak tersebut sangat kecil kemungkinannya akibat adanya kecurangan.
Mungkin, kenyataan tersebutlah yang melatarbelakangi Mahfud MD yang merupakan Ketua Tim Kampanye atau Tim Pemenangan Prabowo-Hatta mengeluarkan pernyataan agar menerima keputusan KPU dan tidak perlu menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mahfud MD selama ini dikenal sebagai tokoh yang berintegritas dan tidak kompromi terhadap kecurangan, serta berpengalaman menangani banyak perkara sengketa pemilihan saat menjadi Hakim Konstitusi maupun Ketua MK. Oleh karena itu, pendapat Mahfud MD tentulah dengan pertimbangan yang cermat dan seksama, bukan pendapat sembarangan apalagi pendapat kacangan seperti mereka-mereka yang tidak mau legowo menerima kekalahan.
Meskipun demikian, kubu Prabowo-Hatta tetap bersikeras melakukan gugatan pilpres ke MK. Cukup banyak tuduhan yang dilontarkan terkait pelaksanaan pilpres 2014 yang intinya, mereka menuduh telah terjadi banyak terjadi kecurangan yang dilakukan secara masif dan sistematis. Oleh karena itu kubu Prabowo-Hatta menuntut agar Pilpres 2014 harus diulang.
Tuduhan kecurangan terhadap pelaksanaan pilpres 2014, mau tidak mau otomatis mengarah kepada dua pihak, yaitu kubu Jokowi-JK dan penyelenggara pilpres 2014. Tuduhan pada kubu Jokowi-JK mungkin tidak terlalu meresahkan kubu Jokowi-JK, karena tentulah mereka telah mempersiapkan segala sesuatunya baik tim hukum maupun bukti-bukti yang dimiliki. Begitu pula tuduhan kepada penyelenggara pemilu di tingkat atas seperti KPU dan BAWASLU. KPU bahkan telah menunjuk pengacara senior dan ternama di negeri ini, yaitu Adnan Buyung Nasution sebagai kuasa hukumnya. Namun bagaimana dengan mereka para petugas dan panitia di lapangan di tiap-tiap TPS di Indonesia? Siapakah yang akan membela mereka dari tuduhan tersebut?
Tuduhan adanya kecurangan yang terjadi saat pilpres tentu saja mau tidak mau juga mengarah kepada mereka para petugas dan panitia dari tingkat paling bawah, yaitu TPS. Para petugas dan panitia TPS tersebutlah yang melaksanakan langsung pilpres di akar rumput, melaksanakan penghitungan, merekap, menandatangai formulir-formulir dan mengirimkannya ke KPU secara berjenjang.
Tuduhan kecurangan tentu saja memiliki konsekuensi hukum terutama pidana. Bila kubu Prabowo-Hatta bisa membuktikan bahwa memang terjadi kecurangan, bukan mustahil petugas dan panitia TPS akan menerima sanksi ataupun hukuman sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Hukuman dapat berupa pidana penjara dan denda. Selain itu, dengan adanya tuduhan kecurangan, para petugas dan panitia TPS juga mendapatkan sorotan dari masyarakat sekitarnya. Sangat mungkin ada masyarakat yang mencurigai mereka berbuat curang walaupun belum terbukti. Hal ini tentu saja merugikan nama baik dan reputasi para petugas dan panitia TPS termasuk keluarganya. Para petugas dan panitia TPS berikut keluarganya menjadi salah satu pihak yang paling resah terkait tuduhan kecurangan pilpres 2014.
Terkait konsekuensi yang kemungkinan akan menimpa para petugas dan panitia TPS pilpres 2014, Â bukan mustahil para petugas dan panitia TPS juga akan berusaha membela diri. Apalagi bila tuduhan tersebut tidak terbukti di persidangan MK. Para petugas dan panitia TPS bisa saja menuntut balik karena merasa telah difitnah dan dicemarkan nama baiknya, terkait adanya tuduhan melakukan kecurangan tersebut.
Selain hal-hal yang telah diuraikan di atas, adanya tuntutan kubu Prabowo-Hatta ke MK sebenarnya bisa menguntungkan rakyat Indonesia. Rakyat bisa mendapatkan informasi yang sebenarnya mengenai apa yang terjadi pada pilpres 2014. Masing-masing pihak tentu telah menyiapkan data-data dan bukti-bukti yang dimiliki untuk diadu di pengadilan. Dengan proses persidangan yang transparan dan para Hakim MK yang akan menjalankan tugasnya secara profesional dan berintegritas. Rakyat Indonesia sebentar lagi akan mengetahui siapa sebenarnya pihak-pihak yang telah berbohong dan menempuh segala cara untuk mencapai tujuannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H