Anak saya (kelas 6 SD) bertanya tentang jawaban atas pertanyaan: "Kapan BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) terbentuk?" Saat ujian ia menjawab 1 Maret 1945, namun guru menilainya salah dan yang benar 28 Mei 1945. Padahal saat pelajaran sang guru menginformasikan tanggal 1 Maret 1945. Sayangnya anak saya tidak protes atau bertanya pada gurunya terkait hal tersebut.
Terus terang saya sudah lupa materi sejarah tentang tanggal-tanggal terkait BPUPKI. Saya pun berniat mencari informasi terkait agar bisa menjelaskan kepada anak. Namun di pikiran saya terlintas, “Mengapa tidak sekalian saja mengajarkan anak bagaimana cara mencari informasi yang baik dan benar dalam rangka klarifikasi dan konfirmasi terhadap suatu persoalan atau isu yang ingin diketahui secara pasti?” Akhirnya saya menyuruh anak yang mencari informasi yang dibutuhkan, tentu saja dengan bimbingan saya di sampingnya.
Pertama, saya mengajak anak mengecek di buku digital atau buku sekolah elektronik materi pelajaran Kewarganegaraan. Buku tersebut diunduh dari situs bse.kemendikbud.go.id. Ada tiga buka yang diunduh kemudian dibaca materi terkait BPUPKI. Kami menemukan tiga jawaban yang berbeda untuk pertanyaan “Kapan terbentukknya BPUPKI. Masing-masing buku tertulis tanggal terbentuknya BPUPKI adalah 1 Maret 1945, 29 April 1945 dan 28 Mei 1945.
Hal ini tidak memuaskan kami. Langkah selanjutnya saya menyuruh anak untuk mencari jawaban melalui google dengan kata kunci “BPUPKI”. Setelah menelusuri berbagai informasi yang disajikan beberapa website, baik website resmi maupun tak resmi, maka ditemukan informasi yang cukup lengkap terkait BPUPKI. Adapun tanggal-tanggal yang terkait terbentuknya BPUPKI yaitu: diumumkan oleh pemerintah Jepang tanggal 1 Maret 1945, diresmikan oleh pemerintah Jepang tanggal 29 April 1945, dilantik oleh pemerintah Jepang tanggal 28 Mei 1945, mulai bersidang tanggal 29 Mei 1945.
Setelah mendapatkan informasi yang dirasa cukup, saya pun memberikan penjelasan kepada anak. Bila pertanyaannya: "Kapan BPUPKI terbentuk?" Maka ketiga jawaban bisa saja dianggap benar, kecuali pertanyaannya spesifik kapan diumumkan, diresmikan atau dilantik.
Saya memberi pengertian kepada anak bahwa dengan demikian jawabannya saat ujian yang menjawab 1 Maret 1945 bisa dibenarkan. Apalagi bila informasi tersebut berasal dari guru yang mengajarkannya di kelas. Adapun kemudian sang guru mengubah jawabannya menjadi 28 Mei 1945 yang berakibat jawaban sang anak menjadi salah, maka harus berani meminta klarifikasi kepada guru tersebut. Ini bukan semata hanya demi nilai, namun yang paling penting adalah untuk mendapatkan informasi atau ilmu yang benar dan tepat. Siapa tahu sang guru lupa atau khilaf. Bila benar demikian, maka sang guru berkewajiban untuk meralatnya kekeliruan yang terjadi.
Terkait nilai anak yang jadi berkurang karena ada jawaban yang dianggap salah, bila memang telah berusaha dan tetap tidak bisa berubah, maka sang anak harus berbesar hati menerimanya. Hal ini agar dijadikan pengalaman untuk lebih baik lagi ke depannya. Yang paling penting, sang anak menjadi tahu bagaimana cara yang baik dan benar dalam bersikap terhadap suatu informasi yang diterimanya khususnya bila terdapat keraguan atau kontroversi terhadap informasi tersebut.
Demikianlah usaha saya dalam memberikan pengalaman kepada anak bagaimana mencari dan mengklarifikasi informasi yang ingin diketahuinya. Dengan cara tersebut saya harap sang anak menjadi mengerti bahwa informasi yang didapatkan belum tentu harus diterima begitu saja, apalagi bila terdapat keraguan terhadap informasi tersebut. Mencari informasi harus berasal dari sumber yang kredibel seperti buku-buku pelajaran dan situs-situs yang bisa dipercaya. Hal ini juga sekaligus melatih anak menggunakan teknologi informasi khususnya internet secara positif dan bermanfaat khususnya dalam menunjang ilmu pengetahuan dan informasi yang didapatkan dari guru-guru dan buku pelajaran di sekolahnya.
Selain itu, masing-masing informasi harus bisa diadu keabsahannya. Apakah saling bertentangan ataukah mendukung. Apakah banyak informasi yang sejenis ataukah hanya informasi tunggal yang tidak bisa diklarifikasi/dikonfirmasi. Dari berbagai informasi yang didapatkan, barulah bisa diambil kesimpulan yang dapat dinilai paling benar atau setidaknya mendekati kebenaran.
Mungkin apa yang saya lakukan ini adalah bagian dari menumbuhkan kecerdasan literasi anak. Agar anak menjadi melek atau sadar literasi, yaitu mampu memikirkan informasi yang diterimanya, dengan melakukan validasi dan mengecek dari berbagai sumber kredibel atau terpercaya, sehingga dapat mengambil kesimpulan apakah informasi tersebut benar atau tidak dan bisa dipercaya atau tidak. Apabila telah terbiasa, maka diharapkan dalam tahap selanjutnya sang anak akan mampu melihat adanya semacam framming terhadap informasi yang banyak beredar sehingga tidak ikut-ikutan mempercayai hingga menyebarkan informasi bohong, negatif, fitnah bahkan membahayakan.