Mohon tunggu...
Amirsyah Oke
Amirsyah Oke Mohon Tunggu... Administrasi - Hobi Nulis

Pemerhati Keuangan negara. Artikel saya adalah pemikiran & pendapat pribadi.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menebak Penyebab Parpol (KMP) Ngotot Pilkada Tidak Langsung

27 September 2014   18:26 Diperbarui: 17 Juni 2015   23:16 832
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

RUU Pilkada melalui DPRD telah disetujui mayoritas anggota DPR dari Koalisi Merah Putih (KMP), dibantu dengan walk outnya Partai Demokrat. Tentu masih ada proses selanjutnya agar UU tersebut benar-benar bisa dilaksanakan. Apakah Presiden SBY akan menyetujui UU tersebut dengan menandatanganinya? Bila SBY tidak setuju dengan Pilkada melalui DPRD, secara logika tentulah masuk akal bila tidak mau menandatangani UU tersebut. Bila pun ternyata Presiden menandatangani UU tersebut, maka proses berikutnya adalah adanya Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk membatalkan UU tersebut.

Sambil menunggu proses-proses selanjutnya yang tentu saja akan diiringi keriuhan pro dan kontra, penulis mencoba menebak-nebak kira-kira apa gerangan yang menyebabkan banyak parpol dan anggota DPR ngotot agar Pilkada tidak dilakukan secara langsung alias dipilih melalui DPRD.

Masih Kecewa Kalah Dalam Pilpres

Banyak yang menilai, upaya untuk melaksanakan Pilkada melalui DPRD karena masih kecewa dan tidak terima kalah dalam Pilpres yang baru lalu. Setelah melalui berbagai cara dan upaya tidak juga berhasil, akhirnya ditempuhlah cara untuk mendeligitimasi kekuasaan Presiden terpilih. Salah satunya adalah dengan menguasai seluruh Kepala Daerah di Indonesia. Hampir bisa dipastikan, bila Kepala Daerah dipillih oleh DPRD, maka semua Kepala Daerah akan menjadi milik koalisi yang mendukung UU tersebut. Tinggal diatur saja sesuai kesepakatan, dari parpol mana yang menjadi kepala daerah di suatu tempat/daerah. Apabila semua Kepala Daerah berasal dari parpol yang tidak mendukung Presiden terpilih, maka Kepala Daerah dapat disetir agar tidak mendukung kebijakan dan program-program Presiden terpilih yang memang sejak awal tidak mereka sukai.

Kepala Daerah Hasil Pilihan Langsung Tidak Bisa di Kontrol

Meskipun parpol-parpol pendukung Pilkada melalui DPRD telah melahirkan Kepala Daerah yang berkualitas dan berhasil memajukan daerahnya melalui Pilkada langsung, namun hal tersebut tidak dijadikan pertimbangan. Hal ini kemungkinan besar karena parpol-parpol tersebut merasa Kepala Daerah yang mereka usung dan dukung dalam Pilkada langsung, tidak mengakomodasi keinginannya. Singkatnya, Kepala Daerah yang baik, bagus dan berkualitas tersebut tidak dapat dikontrol oleh parpol pengusung/pendukungnya apalagi dikontrol oleh DPRD. Dengan demikian parpol merasa rugi karena tidak akan mendapatkan keuntungan yang diharapkan dengan menangnya Kepala Daerah yang diusung/didukungnya. Contoh-contoh Kepala Daerah dan Wakilnya hasil Pemilihan Langsung yang tidak bisa dikontrol oleh parpol apalagi DPRD adalah Ridwan Kamil, Ahok, Noordin Abdullah dan Robert Bobihoe.

Ridwan Kamil misalnya, tegas berseberangan dengan PKS yang merupakan parpol utama pengusungnya dalam Pilkada Langsung Walikota Bandung. Tidak seperti PKS yang ngotot agar Kepala Daerah dipilih oleh DPRD, Ridwan Kamil mendukung Pilkada langsung. Ridwan Kamil bersama para wali kota yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) akan mengajukan permintaan peninjauan ulang ke Mahkamah Konstitusi. "Apkesi sedang berkoordinasi dengan Apkasi (Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia) akan mengajukan judicial review ke MK," (kompas.com).

Ridwan Kamil adalah salah satu contoh Kepala Daerah yang merdeka dari kepentingan Parpol meskipun dari Parpol yang mengusungnya (PKS). Ia tidak sungkan berbeda dengan PKS. Hal ini bisa jadi karena Ridwan Kamil berprinsip bahwa faktor utama yang membuat Ia terpilih menjadi Kepala Daerah adalah rakyat. Parpol hanyalah kendaraan untuk mewujudkan impiannya dalam melayani rakyat. Bila Parpol tidak sejalan dengan impiannya, maka tidak akan sungkan untuk berbeda bahkan berseberangan atau berhadap-hadapan. Sepertinya hal ini juga dilakukan oleh Ahok yang berani berseberangan dengan Partai Gerindra yang mengusungnya dalam Pilkada langsung di DKI Jakarta.

---

Mari kita tunggu episode selanjutnya dari permasalahan ini. Tentu akan makin menarik apalagi bila ada peristiwa-peristiwa mirip sinetron yang memainkan berbagai adegan-adegan sandiwara berikutnya. Selamat mengikuti. Salam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun