Ilustrasi - perjalanan dinas (kaltim.tribunnews.com)
Publik/media khususnya di Jakarta beberapa hari ini menyoroti Ketua DPRD DKI yang diberitakan meminta uang makan Rp2jt sehari dari sebelumnya Rp470rb. Setelah membaca berbagai berita di media online, saya menangkap yang dimaksud dengan uang makan tersebut adalah “uang harian perjalanan dinas”. Sebagai bagian dari birokrasi pemerintah, saya cukup familiar dan paham dengan hal-hal yang terkait dengan perjalanan dinas. Saya pun jadi tertarik untuk mengulas beberapa informasi terkait perjalanan dinas yang dilaksanakan oleh birokrasi pemerintah.
Uang harian perjalanan dinas adalah salah satu komponen biaya atau pengeluaran dalam pelaksanaan perjalanan dinas. Uang harian perjalanan dinas sendiri mencakup beberapa item pengeluaran yaitu: uang makan, biaya transport lokal dan uang saku. Uang harian perjalanan dinas yang saya terima biasanya Rp400 ribu rupiah. Ini adalah biaya maksimal berdasarkan standar biaya.
Pejabat berwenang dapat memberikan uang makan kurang dari standar biaya yang ditetapkan dengan berbagai pertimbangan, misalnya efisiensi atau kecukupan dana yang tersedia. Standar biaya dapat berubah setiap tahunnya sesuai perkembangan biaya yang terjadi. Bagi saya pribadi dan juga menurut pendapat cukup banyak teman-teman di birokrasi, uang harian sebesar Rp400 ribu rupiah per hari adalah sangat cukup bahkan sangat mungkin berlebih dalam melaksanakan perjalanan dinas.
Dalam prakteknya, bisa jadi uang harian tersebut hanya sebagian atau sedikit atau bahkan sama sekali tidak terpakai, khususnya bila perjalanan dinas dalam rangka mengunjungi pihak yang memiliki hubungan kedinasan apalagi hubungan bisnis terkait proyek-proyek tertentu. Mengapa bisa demikian? Sepertinya hal ini karena berbagai faktor, seperti budaya menjamu tamu, kombinasi dengan ewuh pakewuh serta mental tidak enak dengan atasan atau kantor yang posisi atau tingkat kepentingannya lebih tinggi, hingga ada udang dibalik batu.
Akhirnya sebagian atau bahkan semua keperluan yang datang dalam perjalanan dinas ditanggung oleh pihak yang didatangi (tuan rumah). Untuk keperluan makan, transport bahkan jalan-jalan/wisata/rekreasi dan membeli oleh2-oleh, ada kemungkinan dan bisa jadi dibayari atau ditanggung oleh pihak lain/yang didatangi. Pihak lain tersebut bisa saja instansi yang dikunjungi terutama bila sifatnya subordinasi/vertikal, atau memegang peran penting terkait suatu urusan, atau pihak-pihak lain yang berkepentingan misalnya pengusaha.
Dalam dunia birokrasi sudah terbiasa adanya penerapan budaya sopan santun yang salah kaprah, kebablasan dan tidak pada tempatnya dalam menyambut tamu yang terkait kedinasan. Akibatnya, tamu kedinasan yang sebenarnya sudah full support dengan biaya perjalanan dinas, masih saja dijamu dan dilayani dengan menggunakan uang dinas kantor/pihak yang dikunjungi. Sudah diberikan biaya taksi masih dijemput atau minta dijemput menggunakan kendaraan pihak yang dikunjungi. Keperluan makan sehari-hari biasanya ditraktir pihak yang didatangi. Demikian juga untuk keperluan jalan-jalan dan oleh-oleh, dibayari tuan rumah. Hal ini dilakukan baik karena terpaksa/tidak enak/demi hubungan baik, atau dilakukan dengan senang hati karena pihak tuan rumah bisa ikut-ikutan menikmatinya :D Akibatnya hal ini menyebabkan terjadinya duplikasi pengeluaran negara setiap kali dilaksanakan perjalanan dinas oleh birokrasi pemerintah.
Selain itu, sebagaimana disebutkan diawal artikel ini, komponen biaya perjalanan dinas bukan hanya uang harian. Masih ada beberapa komponen lainnya yaitu biaya transpor (tiket PP), biaya penginapan (hotel), uang representasi (untuk pejabat tertentu), dan sewa kendaraan dalam Kota. Semua komponen biaya tersebut dapat memberikan uang yang relatif banyak bagi yang melaksanakan perjalanan dinas, bila ada "kemauan" dan "kreatif dalam bertindak". Artinya, makin tidak jujur yang melaksanakan perjalanan dinas, maka makin besar keuntungan yang akan didapatkannya serta makin besar pengeluaran negara yang hakikatnya merupakan uang rakyat. :)
Oleh sebab itu, sejak dulu kala di dalam dunia birokrasi, perjalanan dinas menjadi sesuatu yang diharapkan dan dinantikan. Banyak yang mendambakan Surat Tugas (ST) agar bisa melaksanakan perjalanan dinas khususnya ke luar daerah. Malah perjalanan dinas sangat mungkin saja disetting sesuai kepentingan pribadi/kelompok, misalnya ingin pulang kampung, ingin mengunjungi kerabat, ingin berwisata ke tempat-tempat yang belum didatangi, ingin menghadiri undangan pernikahan teman di daerah yang jauh, dan lain sebagainya. :D
Masih banyak lagi pengeluaran negara yang sebenarnya tidak efisien, kurang efektif dan terindikasi merupakan pemborosan uang negara. Praktek-praktek pelaksanaan anggaran seperti ini sudah sejak lama terjadi. Dapat terjadi karena telah diakomodasi sejak dari perencanaan anggaran. Dalam merencanakan anggaran kurang memperhatikan kualitasnya. Seringkali anggaran hanya copy paste dari tahun sebelumnya. Mental penganggaran masih berkiblat pada mendapatkan sebanyak-banyaknya dana dari kas negara, dan sebaliknya meminimalisir penerimaan yang harus diusahakan untuk masuk ke dalam kas negara. Indikasi anggaran yang tidak efisien dan tidak efektif dapat terlihat dari penggunaan kalimat-kalimat bersayap yang tidak to the point pada pengeluaran yang harus dibiayai oleh kas negara.
Presiden Joko Widodo sepertinya telah mengetahui hal ini sehingga berusaha agar APBN dapat semaksimal mungkin bermanfaat bagi rakyat Indonesia. Sebagaimana yang diberitakan oleh Kompas.com pada tanggal 14 Desember 2015, Jokowi menegaskan: "Jangan muncul lagi jenis program yang enggak jelas, enggak konkret, atau kalimat-kalimat bersayap, absurd," Hal ini dikatakan dalam acara penyerahan daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) di Istana Negara, Jakarta, Senin (14/12/2015). Jokowi juga mengungkapkan adanya beberapa kementerian yang menggunakan kata-kata atau kalimat bersayap, semisal pemberdayaan, peningkatan kualitas, atau hal-hal tertentu. Jokowi ingin kata-kata dalam penyusunan anggaran menggunakan bahasa yang jelas, misalnya untuk pembelian kapal nelayan, perbaikan sekolah, dan lainnya.