[caption caption="Contoh Berita di website Hatree.net"][/caption]Kecerdasan literasi masyarakat yang minim ternyata mengakibatkan larisnya website atau situs abal-abal. Situs abal-abal adalah situs-situs yang membuat informasi fitnah, hoax dan bahkan provokasi kebencian rasis dan mengajak diskriminasi SARA. Antara berita dan opini dicampur sedemikian rupa sehingga tidak jelas mana fakta mana opini.
Website abal-abal mendapatkan penggemarnya tersendiri sesuai mental pembacanya. Ada yang anti maupun pro baik pemerintah, tokoh, agama, paham dan lain sebagainya. Baik pro dan kontra, dua-duanya sama-sama hanya menyajikan informasi sesuai keinginannya tanpa memperdulikan fakta yang terjadi sebenarnya. Ada yang mengolah faktia-fakta sehingga menghasilkan fakta yang sesuai dengan keinginannya (misalnya untuk mendiskreditkan) padahal hal tersebut adalah opini dan prasangka belaka. Bahkan ada yang tidak segan mengarang fakta palsu atau bohong yang sama saja dengan melakukan fitnah.
Salah satu contoh yang bisa dikatakan berita abal-abal adalah seperti gambar di artikel ini. Berita dari dua peristiwa atau hal yang berbeda yaitu tentang dana desa dan pembelian fortuner di Jawa Barat dijadikan satu seolah-olah merupakan satu kesatuan. Melalui judulnya dikesankan bahwa Gubernur Jawa Barat yaitu Aher memotong dana desa hingga 50% demi membeli Fortuner pejabat. Judul terlihat mengesankan bahwa karena Fortuner maka dana desa dipotong. Padahal peristiwa pemotongan dana desa dan peristiwa pembelian fortuner tidak ada hubungan secara langsung. Apalagi setelah membaca isi beritanya, sama sekali tidak mengesankan sebagaimana judul berita.
Saya termasuk yang mengkritik dan menyayangkan langkah Gubernur Jabar yang memotong dana desa dari APBD dengan alasan perlu dana untuk mengadakan Pekan Olahraga Nasional (PON), namun disisi lain menyetujui pembelian mobil Fortuner untuk anggota DPRD. Akan tetapi saya tidak setuju model pemberitaan yang menuduh Aher memotong dana desa demi Fortuner Pejabat, karena keduanya tidak berkaitan secara langsung. Alangkah lebih sesuai fakta bila judul berita misalnya adalah: “Aher lebih memilih memotong dana desa dibandingkan menunda pembelian fortuner untuk dana PON” atau yang semacamnya yang menyajikan fakta yang sebenarnya.
Informasi-informasi ala website abal-abal seperti ini saya perhatikan cukup sering berseliweran di Kompasiana. Apalagi menjelang pemilu, pilpres dan pilkada. Salah satu contohnya yaitu ada yang mengutip atau mengatakan berasal dari pernyataan seseorang tapi tidak menyertakan asal sumber dari kutipan atau pernyataan tersebut. Apakah mendapatkannya secara langsung dari wawancara atau hanya membaca berita-berita dari media lain. Contoh lainnya adalah antara judul dan isi yang sama sekali berbeda bahkan tidak berhubungan, padahal judul seharusnya mencerminkan isi berita. Beberapa tulisan ala-ala website abal-abal seperti ini kadang menjadi hits bahkan ada yang sempat menjadi sorotan nasional.
Menulis di Kompasiana memang adalah adalah tanggung jawab penulisnya. Akan tetapi bukan berarti kita boleh seenaknya menulis apa saja tanpa fakta apalagi fitnah dan hoax di Kompasiana. Bila makin banyak yang demikian, saya khawatir kredibilitas Kompasiana akan menjadi rendah dan direndahkan. Malah sangat mungkin akan makin banyak pihak yang menyamakan Kompasiana sebagai media yang tidak jauh beda dengan media online abal-abal yang isi beritanya lebih banyak fitnah, hoak, provokasi rasis dan mengajak melakukan diskriminasi SARA.
Mari bersama-sama kita jaga Kompasiana sebagai rumah menulis online yang sehat. Tempat yang memberikan banyak informasi positif dan bermanfaat, serta turut serta dalam mengusahakan kecerdasan literasi masyarakat. Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H