Mohon tunggu...
Amirsyah Oke
Amirsyah Oke Mohon Tunggu... Administrasi - Hobi Nulis

Pemerhati Keuangan negara. Artikel saya adalah pemikiran & pendapat pribadi.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Birokrasi Indonesia, Kapan Bisa Berubah?

2 Februari 2014   10:47 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:14 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bila membicarakan birokrasi di Indonesia, banyak sekali ketidakpuasan yang dirasakan masyarakat. Birokrasi di Indonesia telah puluhan tahun menorehkan sejarah yang kurang baik bahkan tidak baik. Masyarakat banyak mencibir birokrasi di Indonesia karena pelayanan yang tidak memuaskan, tidak profesional bahkan seringkali mempersulit untuk mendapatkan keuntungan tertentu.

Pemerintah sedang berusaha memperbaiki birokrasi dengan program reformasi birokrasinya. Hal ini mulai menunjukkan keberhasilan, namun tetap dirasakan belum cukup dibanding lebih banyaknya birokrasi yang belum mau berubah. Memang cukup sulit mengubah budaya buruk birokrasi yang telah berurat, berakar dan beregenerasi. Beberapa budaya di birokrasi yang masih terus lestari sampai sekarang yaitu:

Birokrasi Gendang

Birokrasi gendang adalah birokrasi yang lebih mementingkan presensi kehadiran dibanding kinerja nyata. Akibatnya secara catatan administrasi birokrasi dinilai baik walaupun pada kenyataannya lebih banyak menghilang selama jam kerja atau tidak melakukan pekerjaan apapun saat hadir di kantor. Aktivitas yang dilakukan relatif sama setiap hari yaitu baca koran, nonton gosip di televisi, ngobrol ngalor ngidul dan menghilang. Sistem pencatatan kehadiran pegawai boleh jadi berubah dari manual dengan mencatatkan nama dan tanda tangan di lembar kehadiran menjadi sistem sidik jari, namun hal ini tidak merubah apa yang dilakukan dalam keseharian. Apalagi presensi dengan sidik jari mudah diakali dengan menggunakan sidik jari orang lain sehingga walaupun yang bersangkutan tidak masuk kantor tetap tercatat kehadirannya. Hal ini terus berlangsung terutama karena manajemen di kantor juga bermindset demikian, mereka cuek saja dengan perilaku pegawai yang demikian.

PGPS

PGPS adalah kepanjangan dari Pintar Goblok Penghasilan Sama. Tidak ada perbedaan nyata perlakuan antara pegawai/pejabat yang berprestasi/berkinerja dengan yang biasa saja ataupun dengan yang buruk. Pegawai dengan pangkat dan golongan yang sama mendapatkan penghasilan yang sama meskipun beban kerjanya jauh berbeda, bahkan seringkali terjadi pegawai dengan pangkat yang lebih rendah yang otomatis penghasilannya lebih rendah mendapatkan beban kerja yang lebih banyak dibanding yang pangkat dan penghasilannya lebih tinggi. Hal ini salah satunya disebabkan penilaian yang lebih mementingkan presensi kehadiran dibandingkan kinerja.

Menunggu Perintah

Bila tidak ada perintah, maka tidak akan ada yang dikerjakan. Keseharian di kantor diisi dengan kegiatan yang tidak produktiv atau menghilang dari kantor dan jalan-jalan keluyuran di luar kantor lalu pulang ke rumah. Tidak heran banyak PNS yang berkeliaran di pasar atau mall pada jam kerja.

Tidak Tahu Apa yang Harus Dilakukan

Bila mendapat perintah pun belum tentu bisa langsung melaksanakan tugas. Perintah harus diberikan lebih rinci agar bisa dilaksanakan sesuai yang ditargetkan.

Jabatan Untuk Selamanya

Di birokrasi, mendapatkan jabatan otomatis mendapatkan penghasilan dan fasilitas yang lebih dari yang tidak mendapatkan jabatan. Makin tinggi jabatan maka makin banyak penghasilan dan fasilitas yang didapatkan. Namun terkait kinerja dan produktivitas, hal ini belum tentu meningkat. Hal ini makin diperparah dengan tidak adanya sistem degradasi jabatan. Sekali diangkat menjadi pejabat, maka sampai pensiun akan tetap menjadi pejabat tak peduli seburuk apapun produktivitas dan kinerja. Asalkan tidak berbuat pelanggaran atau tidak ketauan melakukan pelanggaran yang luar biasa seperti tindak pidana. Paling apes terkena sanksi mutasi dan tidak bisa naik ke jabatan yang lebih tinggi.

Malas Belajar/Upgrade Pengetahuan

Pegawai suatu instansi pemerintah belum tentu mengerti apa tugas dan fungsinya, SOP dan peraturan-peraturan terkait dengan pekerjaannya. Belum lagi terkait penguasaan teknologi dan informasi, masih banyak pegawai yang alergi dengan komputer apalagi internet. Banyak pegawai yang bekerja berdasarkan nostalgia masa lalu dan tidak mau menyesuaikan dengan perkembangan terbaru. Akibatnya mereka tidak merasa salah saat melaksanakan pekerjaan yang tidak seperti seharusnya, malah kadangkala mengambil sikap memusuhi pegawai lain yang berusaha melaksanakan pekerjaan berdasarkan perkembangan dan peraturan yang terbaru. Hal ini disebabkan banyak birokrasi yang tidak suka membaca dan mengupdate pengetahuan terbaru terkait tugas dan pekerjaannya. Apalagi bila birokrasi merasa memiliki pangkat, golongan dan jabatan yang lebih tinggi, mereka seringkali merasa paling benar sendiri sehingga tidak mau menerima masukan dari orang lain yang pangkat dan golongannya lebih rendah terutama dari yang tidak memiliki jabatan.

Birokrasi di negeri ini masih terus diupayakan untuk diperbaiki. Salahsatunya dengan disahkannya Undang-Undang tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN). Apakah dengan adanya UU ASN ini maka birokrasi dapat segera dibenahi agar berubah menjadi lebih baik? Hanyalah waktu yang bisa menjawabnya. Yang jelas, adanya UU ASN ini berimplikasi pada peningkatan usia pensiun PNS dari 56 tahun menjadi 58 tahun yang menurut Surat Edaran Kepala Badan Kepegawaian Negara berlaku mulai dari PNS yang pensiun terhitung 01 Februari 2014. Hal ini otomatis menunda pensiun ribuan PNS Pusat maun Daerah. Bila PNS yang tertunda pensiunnya adalah PNS yang produktiv dan berkinerja, tentulah tidak masalah karena pemerintah dan masyarakat yang akan merasakan manfaatnya. Yang jadi masalah apabila PNS yang tertunda pensiun tersebut adalah PNS yang tidak produktiv/berkinerja, mereka hanya akan menjadi beban pemerintah dan masyarakat. PNS seperti ini jelas sulit untuk berubah dan akan tetap dengan budaya birokrasi yang lama, beberapa diantaranya seperti yang dikemukakan dalam artikel ini.

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun