Mohon tunggu...
Amirsyah Oke
Amirsyah Oke Mohon Tunggu... Administrasi - Hobi Nulis

Pemerhati Keuangan negara. Artikel saya adalah pemikiran & pendapat pribadi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Anak Mengamuk di Tempat Umum

9 Juli 2015   10:22 Diperbarui: 9 Juli 2015   10:22 626
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi anak mengamuk di tempat umum (Sumber: alifakids.com)

 

Saya sering sekali melihat anak-anak yang menangis dan mengamuk di tempat umum. Paling banyak terjadi di tempat-tempat berbelanja seperti mall, supermarket, dan mini market. Pencetusnya sang anak ingin membeli sesuatu yang tidak disetujui oleh orang tua. Akhirnya sang anak menangis sejadi-jadinya, mengamuk di tempat umum.

Bermacam-macam sikap orang tua dalam menghadapi anaknya yang mengamuk di tempat umum. Ada yang langsung menuruti keinginan sang anak agar segera diam. Ada yang berusaha membujuknya agar menurut hingga menakut-nakuti akan ditinggal atau dimarahi petugas/satpam toko. Ada yang memarahinya bahkan sambil memukulnya. Ada juga yang mendiamkannya atau membiarkan anak tersebut mengamuk.

Saya dan istri punya cara sendiri agar sang anak tidak menangis hingga mengamuk di tempat umum. Alhamdulillah cara ini berhasil untuk ketiga anak kami. Cara ini juga berhasil membuat anak-anak mau berlaku tertib dan sopan saat sedang berada di tempat umum ataupun saat diajak pergi ke tempat lainnya seperti berkunjung ke rumah kerabat atau tetangga.

Saat anak mulai menunjukkan tanda-tanda akan mengamuk, terlebih dahulu kami bujuk/nasehati. Diberitahukan mengapa keinginannya tidak dipenuhi dan mungkin lain kali apa yang diinginkannya bisa disetujui. Bila tidak mempan, maka kami putuskan untuk segera pulang dan membatalkan semua aktivitas misalnya berbelanja. Dalam perjalanan pulang dan juga saat di rumah, anak dijelaskan mengapa hal tersebut dilakukan.

Di lain hari saat akan pergi ke tempat umum seperti berbelanja ke pasar swalayan, anak sengaja tidak diajak. Kepada anak diberitahukan bahwa hal tersebut karena sikapnya yang tidak sopan beberapa waktu lalu. Sang anak akan diajak lain kali bila berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya. Saya atau istri terpaksa pergi sendiri karena salah satu harus menjaga anak. Lain hal bila ada yang bisa bertanggungjawab menjaga anak saat ditinggal di rumah.

Cara ini pertama kali saya terapkan saat baru memiliki satu anak. Cara yang sama juga berhasil saat ini ketika sudah memiliki tiga anak. Malah ada variasi pemberian pengertian pada anak. Anak yang masih berlaku kurang baik, kurang tertib atau kurang sopan tidak diajak pergi sebagai hukuman. Sedangkan anak yang bersikap baik, tertib dan sopan diajak pergi walaupun bukan gilirannya. Hal ini membuat anak-anak berlomba untuk menjadi lebih baik, tertib dan sopan agar selalu diajak pergi orang tuanya. Saat ketiganya sudah berlaku baik, maka kamipun pergi bersama-sama sebagai apresiasi kepada anak-anak.

Kadangkala anak-anak kembali menunjukkan tanda-tanda akan kumat kembali. Namun hal ini lebih mudah diatasi. Kami tinggal mengatakan, “ingat ya, kalau masih nakal lain kali tidak diajak lagi” Anakpun jadi sadar dan berusaha mengendalikan dirinya sendiri.

Mungkin cara ini bisa diterapkan orang tua yang memiliki masalah yang sama. Apalagi saat ini menjelang lebaran, dimana orang tua dan anak-anak sering pergi bersama ke tempat umum misalnya ke pusat perbelanjaan untuk membeli barang-barang keperluan lebaran, berbuka puasa bersama di luar rumah dan kegiatan lainnya. Yang penting saat menerapkannya harus sedikit tega meninggalkan anak di rumah (asal ada yang menjaga), dan dilaksanakan dengan konsisten.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun