Pemprov DKI Jakarta kembali membuat geger masyarakat. Kegegeran tersebut masih ada kaitannya dengan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Masjid Fatahillah yang terletak di dalam kompleks perkantoran Pemprov DKI Jakarta mengadakan Kajian Bulanan dengan Pembicara Felix Siaw.
Sontak kegiatan tersebut menuai protes masyarakat luas. Yang diprotes bukanlah kegiatan kajian atau pengajiannya. Akan tetapi yang diprotes adalah pengisi atau narasumber kajian tersebut  dikenal sebagai tokoh yang mendukung HTI.
Aktivitas Felix Siauw yang terkait HTI sudah diketahui publik sejak lama. Jejak digitalnya pun dengan mudah ditemukan di dunia maya. Salah satu yang menuai reaksi keras adalah tatkala yang bersangkutan menyatakan bahwa "membela nasionalisme nggak ada dalilnya, nggak ada panduannya."
Reaksi tanpa kompromi dari masyarakat yang nasionalis, yang cinta NKRI kembali berhasil menggagalkan kegiatan yang melibatkan unsur, tokoh atau pendukung HTI. Namun demikian, jelas muncul banyak keheranan masyarakat terhadap perilaku dari Pemprov DKI Jakarta ini.
Apalagi kejadian yang melibatkan Pemprov DKI dengan HTI ini bukan pertama kalinya. Sebelumnya, juga terjadi kehebohan karena Pemprov DKI mengundang Muslimah HTI untuk hadir dalam rapat dinasnya. Setelah mendapatkan reaksi keras secara luas, akhirnya rapat tersebut dibatalkan.
Pelarangan HTI di NKRI juga telah dikukuhkan oleh Mahkamah Agung (MA). Menurut Mahkamah Agung, HTI sudah harus dibubarkan karena tidak sesuai dengan falsafah Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Jadi sudah seharusnya semua jajaran pemerintah di NKRI mengetahui, memahami, mendukung dan melaksanakan ketetapan hukum positif di NKRI.
Terasa sangat vulgar keanehannya jika ada bagian dari Pemerintah NKRI yang berdasarkan Pancasila yaitu Pemprov DKI Jakarta, justru terlihat memiliki hubungan baik dengan HTI. Apakah jajaran Pemprov DKI dari atas hingga bawah tidak tahu jika HTI adalah organisasi terlarang di Indonesia. Otomatis, tokoh-tokoh dan pendukung HTI seharusnya tidak diberikan panggung dalam kegiatan di lingkungan birokrasi, karena bisa menjadi sarana untuk menyebarkan atau menyelipkan doktrin kepada birokrasi untuk Anti Pancasila sehingga membahayakan keutuhan NKRI. Â
HTI jelas-jelas dilarang oleh hukum positif di Indonesia yang berdasarkan konstitusi UUD 1945. Sudah seharusnya pelarangan terhadap aktivitas tokoh dan pendukung HTI juga tidak jauh berbeda dengan pelarangan yang diberlakukan pada PKI, NII dan sejenisnya yang membahayakan NKRI.