Dalam kebisingan situasi politik baik dalam waktu yang jauh dari Pemilu apalagi mendekati Pemilu, insfrastruktur menjadi salah satu topik empuk untuk menjelek-jelekkan pemerintah. Apalagi kalau bukan kritikan yang tak berdasar, tanpa data, asbun ataupun fitnah dan hoax. Para pelakunya merasa dirinya sedang melakukan kritik walaupun cara dan substansinya lebih tepat disebut sebagai nyinyir.
Insfrastruktur tidak dimakan, insfrastruktur dikuasai asing/aseng, dana haji dipakai semaunya untuk insfrastruktur, insfrastruktur bikin bankrut negara, dan sebagainya. Kata-kata atau kalimat tersebut sangat sering kita dengar baik atau baca di berbagai media khususnya di media sosial. Diucapkan atau dilontarkan oleh banyak pihak. Mulai dari tokoh/elit politik, berbagai latar belakang pendidikan, pakar dan juga orang-orang yang sok pakar walaupun bukan bidangnya, bukan keilmuannya, bahkan hingga orang awam yang boleh jadi tidak mengerti apa yang diperbincangkannya.
Berbagai informasi penyeimbang, klarifikasi, data-data kredibel, hingga peraturan perundang-undangan dikemukakan berbagai pihak kompeten hingga ahli/praktisi untuk menjawab kritikan (kenyinyiran) dalam tema insfrastruktur. Namun hal tersebut seolah tak cukup untuk mengurangi sikap nyinyir dari berbagai pihak. Pokoknya mereka menganggap kebijakan dan program pemerintah untuk mempercepat dan memperbanyak pembangunan insfratruktur di seluruh Indonesia adalah salah besar.
Uniknya kini, seolah nyinyiran merasa kritik tersebut menghilang entah kemana. Para tokoh/elit tidak lagi ribut menyalahkan insfrastruktur. Medsos pun jadi sangat sepi dari nyinyiran, makian dan fitnah hoax terkait insfratruktur. Mengapa demikian?
Masifnya pemberitaan dari media kredibel hingga informasi dari media sosial bahkan banyaknya live report dengan video siaran langsung tentang mudik dan pelaksanaan mudi, tak lagi bisa dibantah terkait pentingnya insfrastruktur bagi negara dan rakyat Indonesia. Semua kini merasakan manfaat dan kebaikan dari tersedianya insfrastruktur dimana-mana. Mulai dari jalan tol dan jalan non tol, pelabuhan berikut kapal laut dan kapal penyeberangan, dan bandara beserta angkutan pesawat terbang.
Mereka yang sebelumnya tak henti nyinyir terkait insfrastruktur pun, kini ikut menikmati insfrastruktur baik secara diam-diam ataupun terang-terangan. Bahkan kini di medsos seringkali terjadi kontradiksi yang membuat gelak tawa terkait insfratruktur. Banyak orang yang memposting status tentang kelancaran dan kecepatan perjalanan mudik. Padahal sebelumnya yang bersangkutan seringkali nyinyir, caci maki hingga sebar hoax terkait insfrastruktur.
Ketika diberitahukan tentang caci-maki insfrastruktur sebelumnya, yang bersangkutan akan tetap nyinyir dengan berbagai cara. "Saya lewat jalan tol bayar kok!" Ketusnya sengit. "Saya lewat jalan tol cuman ikut rombongan mudik gratis kok" Seru orang lainnya.
Mau bayar ataupun gratis, faktanya mereka yang nyinyir tentang insfrastruktur telah nyata menikmati manfaat dari kebijakan pembangunan insfrastruktur. Apalagi yang bayar, otomatis ikut mendukung kebijakan pembangunan insfrastruktur. Dari pembayaran tersebut akan memberikan keuntungan pada operator dan investor insfrastruktur.
Makin banyak yang memakai insfrastruktur maka makin besar keuntungan yang didapatkan. Otomatis terjadi perputaran modal terkait insfrastruktur yang tentu saja akan menarik minat investor. Pemerintah pun mendapatkan pendanaan untuk membangun insfrastruktur lainnya di seluruh wilayah Indonesia.
Terimakasih kepada pemerintah yang telah berusaha membangun insfrastruktur. Terimakasih juga pada mereka yang telah menggunakan insfrastruktur sehingga menunjukkan manfaatnya yang nyata kepada masyarakat luas dan dunia internasional. Meskipun diantaranya ada orang-orang yang sebelumnya kerap mendiskreditkan bahkan meremehkan upaya pembangunan insfrastruktur tersebut. Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H