O ya, walaupun Islam agama minoritas, tetap saja adzan bisa terdengar dari jarak yang cukup jauh karena menggunakan speaker luar. Meskipun tidak sekeras (sebising) di daerah mayoritas Islam seperti di tempat asal saya.
Hal ini makin menyadarkan saya, apa yang diajarkan kepada saya sebelumnya adalah salah besar. Yaitu umat agama lain akan selalu berusaha merugikan dan menyulitkan agama saya. Sungguh saya merasakan situasi yang justru berkebalikan.
Setelah itu saya makin menyadari bahwa apa yang diajarkan dan dicontohkan oleh Gus Dur yang selalu melindungi minoritas adalah sesuai dengan ajaran agama yang rahmatan lil alamin. Selama ini saya hidup dalam kecurigaan bahkan kebencian, namun merasa menjalankan ajaran agama dengan benar.
Pantas saja saya selalu merasa tidak tenang sehingga mudah sekali marah. Khususnya jika ada informasi yang seolah merugikan agama saya. Padahal informasi tersebut belum tentu benar, bahkan bisa jadi hoaks dengan tujuan untuk membuat keruh suasana.
Kini saya jadi sangat malu jika mengingat sikap di masa lalu tersebut. Bisa-bisanya saya sok pintar padahal cuma belajar agama dari terjemahan. Bahasa Arab tidak bisa, hafalan pun seadanya saja. Ilmu-ilmu agama tidak pernah belajar intens layaknya di pesantren.
Paling-paling saya ikut pesantren kilat yang hanay tiga hari saja. Paling lama 10 hari belajar agama saat mengikuti i'tikaf di bulan puasa. Yang saya anggap guru saat itu pun andalannya hanya terjemahan saja. Tidak memiliki dasar-dasar ilmu agama sebagaimana mestinya.Â
Syukurlah berkat Gus Dur saya menjadi sadar betapa beruntungnya Indonesia dengan adanya Islam Nusantara. Bahwa umat Islam di Indonesia jangan sampai melupakan apalagi menghilangkan, memusuhi budaya dan kearifan lokal yang sejak lama ada. Sebagaimana Wali Songo berdakwah secara santun mengadaptasi budaya yang sangat dihormati masyarakat.
Islam datang bukan untuk mengubah budaya luhur kita menjadi budaya Arab. Bukan untuk aku jadi ana, sampeyan jadi antum, sedulur jadi akhi. Kita pertahankan milik kita, kita harus serap ajarannya, tapi bukan budayanya. Demikianlah nasehat Gus Dur yang patut kita resapi dan laksanakan sebagai umat Islam di Indonesia.
Alfatihah dan doa-doa terbaik untuk almarhum Gus Dur.